22| Gue Disini, Selalu Disini

168 16 2
                                    

"Don't be afraid, don't worry. Even if the world does not agree, I will remain here. With you."

***

Laki-laki itu mengucek kedua mata, ia membuka matanya yang terpejam. Galang menengok ke kanan-kiri, mendapatkan Juna dan Kai yang masih molor dengan keadaan kaki Kai berada di atas perutnya. Galang yang posisinya berada di tengah-tengah pun merasa sesak. Ia menggeser kaki Kai, tetapi malah laki-laki itu yang jatuh ke bawah.

"Lah, dianya jatuh," gumamnya. Ia pun berdiri, memasuki toilet.

Semalam, Galang dan Juna memutuskan untuk bermalam di apartemen Kai karena Kai yang belum sadar dari mabuknya sampai pagi ini. Makanya, mereka berdua memilih tidak pulang dari pada nanti terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu. Memang, Kai tidak pernah minum, dan baru kali ini ia minum hingga mabuknya sangat berat.

Setelah beberapa menit, ia ke luar dengan baju semalam karena tidak membawa pakaian ganti. Galang mengambil kunci motornya, pergi dari apartemen Kai menuju rumahnya.

***

Pagi-pagi buta menaiki motor tanpa mengenakan jaket membuat tubuh Galang sedikit kedinginan. Ia memberhentikan motor tepat di depan gerbang rumah. Ia membunyikan klakson berkali-kali, hingga Bi Iyem membukakan pintu gerbang.

Bi Iyem dengan wajah baru bangunnya tersenyum kepada sang majikan. "Dari mana, Den?"

Galang membalas senyuman itu. "Biasa." Melajukan kembali motornya.

"Biasa? Saya aja nggak tahu Den Galang biasanya ke mana," gerutu Bi Iyem seraya menutup gerbang.

Galang memasuki rumahnya yang masih terlihat sepi. Ah, bukan yang masih terlihat sepi. Memang setiap hari rumah ini sangat sepi. Ia mengembuskan napas lelah. Ia rindu keharmonisan di dalam rumah ini.

Galang tersadar, ia menaiki tangga. Namun baru beberapa anak tangga yang ia naiki, suara seseorang membuat langkahnya terhenti.

"Lang," panggil Rani. Sebelah kanan tangan gadis itu memegang gelas yang berisi air putih.

Galang menengok ke belakang sedikit menunduk untuk melihat tubuh kecil Rani. "Tumben lo udah bangun?"

Rani hanya mengangguk. "Kak Reisa, mana?" tanyanya dengan wajah polos.

Galang memiringkan kepalanya, mengernyit bingung. "Kenapa emangnya lo nanyain Kak Reisa?"

Tiba-tiba saja air mata gadis itu meluruh. Mengalir mengenai wajah imutnya. "Gue kangen Kak Reisa, Lang."

Entah apa maksud dari perkataan Rani, namun perasaan Galang tiba-tiba saja seperti dihantam oleh sesuatu. Sangat menyakitkan.

"Kak Reisa kenapa nggak pulang-pulang? Kak Reisa ke mana, Lang?!" tanya Rani yang kali ini dengan nada suara sedikit meninggi.

Galang menuruni anak tangga, menghampiri Rani.

"Lo mimpi apa tadi?" tanyanya langsung.

"Gue mimpi Kak Reisa ngamuk. Tapi alasan ngamuknya nggak tahu apa. Terus dia pergi dari rumah dan ... kecelakaan." Rani memelankan suaranya diakhir kalimat.

Galang terdiam, sedikit bingung dengan mimpi Rani.

"Itu cuma mimpi, Ran. Mungkin lo saking kangennya sama Kak Reisa jadinya lo ke bawa mimpi." Galang menepuk puncak kepala Rani. "Udah, ah, jangan nangis lagi. Sekarang lo mandi, nanti sekolah gue antar."

Rani membulatkan matanya, air mata dan tangisnya berhenti seketika. "Seriusan lo mau nganterin gue sekolah?" tanyanya excited.

Galang mengangguk. "Nggak usah lebay gitu. Gue tahu gue ganteng."

Stories About Our Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang