27| Apakah Ini Pertanda?

125 16 1
                                    

"Bagaikan pohon yang tumbuh besar, dan aku yang menjadi daunnya, yang entah kapan akan gugur dan tidak akan balik ke pohon tersebut. Berterbangan menjauh tertiup angin, hingga hilang menjadi debu."

***

Galang mengusap wajahnya, ia memandang jam dinding yang terpasang di kamar yang berbau obat-obatan ini.

05.30.

Lagi, Galang mengusap wajahnya. Semalam saat Gita memberi tahu jika keadaan Reisa kritis, Galang langsung mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ia melihat Rani dan Gita menangis sesenggukan. Galang yang bingung pun bertanya ke Genta apa yang terjadi dengan kakaknya. Dan ternyata, Reisa koma karena benturan di kepalanya yang terlalu keras. Galang tidak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya bisa menatap Reisa yang berbaring dengan beberapa selang di tubuhnya dalam diam, hingga ia ketiduran.

Pintu terbuka yang membuat Galang tersentak dari lamunannya. Ia tersenyum ketika melihat Gita datang dengan mata yang sangat sembab. Ya, perempuan paruh baya itu hampir setiap hari menangisi keadaan Reisa.

"Kamu pulang gih, sekolah kamu jangan ditinggalin," ucap Gita membuka gorden jendela.

Galang mengangguk. "Mama jagain Kak Reisa, ya."

"Iya, Mama bakal jagain Reisa."

Galang bangkit, ia mencium tangan Gita. "Nanti pulang sekolah, Galang ke sini."

Gita mengangguk. "Hati-hati di jalan."

***

Galang mengacak-acak rambutnya setelah melepas helm full face. Ia melangkah dengan santai menuju lantai tiga. Langkahnya terhenti saat ia tidak sengaja berpas-pasan dengan Bu Elisa. Galang hanya melirik Bu Elisa dengan wajah datar lalu kembali melangkah.

"Itu bocah kenapa?" gumam Bu Elisa bingung dengan lirikan Galang yang menurutnya sangat seram.

Galang membuka pintu kelas Juna, ia celingak-celinguk mencari keberadaan laki-laki itu. Namun, tidak ada Juna.

Galang: lo dimana?

Juna: kantin

Galang: oke

Galang memasukkan ponselnya. Ia menutup pintu, lalu berbalik arah menuju kantin. Sesampainya di kantin, ia langsung duduk di meja yang sudah ditempati Juna dan Bino. Bino yang sedang bernyanyi dan Juna yang memainkan gitarnya.

"Lo tadi ke kelas gue?" tanya Juna.

Galang mengangguk.

Juna kembali memainkan gitarnya. Laki-laki itu memberi kode agar Bino kembali menyanyi.

"Dam du di dam aku padamu I love you, I can't stop loving you, oh darling. Jaran goyang menunggumu." Nyanyi Bino seraya menggerakkan tubuhnya walaupun dalam keadaan duduk.

"Apa salah dan dosa si Juna. Sampai dia disakitin terus. Padahal mukanya tidak tampan. Emang gila, emang gila." Bino tertawa sendiri mendengar lirik lagu yang dia ubah.

"Eh, anjir, lo nyanyi jangan ganti lirik gitu dong. Pakai nama gua lagi!" omel Juna.

Bino tertawa hingga matanya menyipit dan pipinya yang besar bergoyang-goyang seperti jelly. "Udah jelek, disakitin terus lagi," ledek Bino.

"Tai emang gendut!" Juna kembali memetik gitarnya.

"Gimana keadaan kakak lo?" tanya Juna.

Galang yang sedari tadi melamun pun tersentak, ia membuang napas. "Kak Reisa koma."

Stories About Our Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang