Siapa Nama Kamu?

63.2K 4K 18
                                    

Kantin pada jam istirahat benar-benar ramai. Lebih ramai lagi kalau seandainya saja Anta bersama teman-teman membuat kehebohan lagi di sana seperti biasa. Namun kali ini itu tak terjadi sebab mereka lagi digiring ke seluruh toilet untuk membersihkannya. Hukuman dari Bu Rika karena mereka sudah meledek Gibran juga menggoda Alsha secara berlebihan.

"Vin, lo udah tahu belum ada anak baru Adik sepupunya si Lea?" tanya Reza, Kakak kembarnya Raya. Yang ditanya hanya mengangguk malas, sudah bosan mendengar seantero sekolah membicarakan Alsha terus menerus.

Keenan mengambil duduk di sebelah Davin setelah lelaki itu membeli minuman. Senyumnya semringah mendengar nama Alsha di sebut. “Cakep, coy. Gue sama Davin udah lihat.”

“Dih, mantep! Gimana-gimana anaknya? Oke gak?” tanya Reza antusias yang tentu saja dengan berlebihannya Keenan menceritakan betapa cantiknya Alsha. “Gue juga dengar dari Raya. Katanya pas dia perkenalan Gibran si culun langsung terpesona!"

“Lah, kacau! Si Gibran yang begitu sampai terpesona. Gila emang tuh anak cantiknya.”
Reza tertawa lalu mengerling pada Davin yang sejak tadi diam memutar sedotannya tanpa minat. “Nah, kalau menurut lo Alsha gimana?” meski tahu Davin takkan mungkin menjawab, Reza tetap bertanya sebab dia ingin tahu bagaimana respon Davin melihat Alsha.

Lelaki itu mengedikkan bahunya acuh. Dia jadi teringat kejadian tadi pagi sewaktu ilusinya menghantarkan bisikkan lembut ke telinganya. Tanpa sadar Davin mendesah berat. Melihat Alsha walau baru sekali tadi saja sudah membuat kepalanya penuh. Bukan karena bisikkan itu melainkan tatapan gadis itu yang membuatnya teringat akan masa lalu kelamnya.

Davin beranjak dari duduknya, gerakkan tiba-tiba lelaki itu menimbulkan perhatian penuh kedua sahabatnya. “Kamar mandi.” terang Davin singkat sambil lalu.

•••••

Dalam perjalannya ke kamar mandi. Tak henti-hentinya setiap orang membicarakan Adik sepupu Lea. Seakan gadis itu adalah satu-satunya yang memiliki wajah kebaratan. Padahal di SMA Matahari gini wajah kebaratan bukanlah hal yang jarang mereka temui. Di kelas Davin pun ada yang benaran asli orang luar bukan setengah apalagi seperempat seperti Davin. Tapi entah mengapa Alsha ini sanggup membuat dirinya jadi fenomenal dalam hitungan beberapa jam dia berada di sekolah. Davin akui warna matanya yang biru laut itu mampu membuat orang-orang terkesima tapi hanya sepersekian detiknya saja sebab selanjutnya Davin pun membuang pandangan, malas berurusan dengan para perempuan.

“Ya ampun... Maaf, aku gak sengaja.” sesal seorang gadis di hadapan Davin sambil menunduk dan membersihkan seragam lelaki itu yang terkena tumpahan minumannya memakai sapu tangan warna pink lembut. Hanya air putih sih padahal tanpa perlu dibersihin juga tak akan meninggalkan noda apapun.

Davin menghela napas kasar, menepis tangan gadis itu dari seragamnya. Dia membersihkan ujung seragamnya yang basah oleh air pakai punggung tangan. Seluruh pasang mata di koridor menuju kamar mandi memperhatikan keduanya bikin tubuh Davin bergerak tak begitu nyaman.

“Aku benar-benar minta maaf,” kata gadis itu bersungguh-sungguh berniat membantu Davin membersihkan seragamnya tapi Davin segera menepisnya sekali lagi, kini matanya yang tajam terarah menusuk menatap bola mata biru laut itu. “Maaf,” ujar Alsha sekian kalinya merasa tak enak hati dia meremas botol minumannya cemas kemudian menyodorkan sapu tangan itu ke Davin. “Kalau gitu kamu pakai ini aja.”

Davin tidak mengambil sapu tangan tersebut. Alih-alih begitu dia malah mengamati wajah Alsha yang cantik. Tatanan rambut gadis itu sangat rapi dan indah, dia menggerai rambut pirang keemasannya dengan bubuhan jepitan pita di kanan kiri rambutnya memberi kesan cute dan manis. Bibirnya yang ranum melengkungkan senyuman canggung serta matanya yang bulat itu seakan-akan membawa Davin ke dalam lautan yang menyenangkan dan damai. Tatapan mata Alsha sangat meneduhkan juga menghangatkan.

“Hallo?”

Lelaki itu mengerjap-ngerjapkan matanya ketika bayangan telapak tangan mampir di depan wajahnya. Davin memalingkan wajahnya ke bawah melihat sapu tangan Alsha masih terulur di depan perutnya, dia menjulurkan tangan kanannya dan menerima sapu tangan itu cepat. Begitu cepat hingga sanggup membuat hati Alsha berdebar karena tanpa sengaja jemari mereka saling bersinggungan.

Davin menggenggam sapu tangan itu sebelum dia beranjak meninggalkan Alsha, Davin berbisik pada gadis itu. “Makasih.”

Suara berat Davin mendengung di telinga Alsha. Seperti ada sesuatu yang mengangkat tubuhnya ke langit lalu memutar-mutarnya perlahan. Senyuman Alsha mengembang sempurna, dia membalikkan tubuhnya meneriaki Davin supaya lelaki itu mau berhenti.

“Hei!” seru Alsha melambaikan kedua tangannya ke udara, rupanya kelakuan Alsha berhasil membuat Davin berhenti di tengah koridor. “Aku Alsha!” gadis itu dengan penuh percaya dirinya menyebut namanya yang tentu sudah dikenal banyak orang hari ini, tak melihat adanya respon berarti dari Davin, Alsha kembali berseru. “Aku belum tahu nama kamu siapa!”

Tapi Davin tak berkutik sama sekali dari tempatnya. Dia menggelengkan kepalanya pelan dan melanjutkan perjalannya ke arah kamar mandi. Meninggalkan Alsha di belakang tanpa lagi menoleh ataupun berhenti. Begitu saja Alsha sudah puas. Dia menjerit dalam hati merasa sangat senang bisa mendengar suara Davin.

•••••

Ketua OSIS yang nongolnya bentar doang dan kembarannya Raya.

Norenza Prapantja Kawiswara

Norenza Prapantja Kawiswara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ComeonlateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang