Rumus Darurat Darinya.

35.6K 2.4K 74
                                    

Hari ini Davin sudah bisa masuk ke sekolah. Demi menyembunyikan luka di tangannya, dia harus memakai jam tangan yang parahnya itu sama sekali tidak membuat tangannya nyaman, berkali-kali Davin meringis karena lukanya tertekan saat menulis dan berkali-kali juga Keenan menyuruhnya berhenti menyalin catatan. Bukan hanya Davin yang meringis tapi Keenan sendiri pun jadi terikut meringis.

Tepat lelaki itu menampakkan batang hidungnya kembali ke sekolah. Berita kabarnya Davin sudah masuk sekolah kembali langsung tersebar ke seantero sekolah. Seperti angin yang berhmus, begitulah kabarnya dengan cepat menyerebak. Heboh suara perempuan saling memperbincangkan Davin yang sekarang kelihatan lebih kurus juga pucat. Mempertanyakan apa yang terjadi pada lelaki itu namun meski begitu Davin tetap terlihat sangat tampan. Ditambah lagi dia mengenakan hoodie hitam kebangaannya itu yang menambah nilai plus ketampanannya.

Dan karena itulah alasannya mengapa Alsha saat ini tak fokus mengerjakan soal ulangan. Selain sulit otaknya juga dipenuhi oleh wajah tampan Davin. Dia sudah bertemu dengan lelaki itu tadi pada jam istirahat pertama, memang Davin terlihat pucat dan kurus tapi kalau dibandingkan dengannya mungkin Alshalah yang kelihatan lebih seorang penyakitan.

Dia mengetuk-etuk pulpen tintanya gemas memikirkan cara bagaimana dia mengerjakan ulangan susulan itu sementara guru fisikanya sedang melotot kearahnya karena ketahuan melirik ke kertas jawaban Riki yang juga masih kosong. Ternyata waktu dirinya tidak masuk ada Riki dan Rio yang tidak masuk sekolah juga, kebetulan hari kamis guru itu sedang ada urusan maka sekaranglah saatnya mereka bertiga untuk ulangan. Di saat seluruh kelasnya sedang mengerjakan soal remedial mereka bertiga berjuang di meja depan untuk mengerjakan soal yang sangat sulit itu.

Beberapa kali jika ada kesempatan Alsha akan menoleh ke Lollypop dan Raya meminta bantuan ke kedua sahabatnya itu. Tapi Raya malah asik membaca komiknya dan Lollypop yang lebih memilih untuk menelungkupkan kepalanya ke atas meja, gadis itu tertidur pulas. Alsha mendesah berat, seharusnya dia tahu kalau kedua sahabatnya itu tidak mungkin mau mengerjakan soal remedial. Otak mereka bertiga sangat sama persis, kalau berurusan dengan fisika dan matematika mereka akan menyerah duluan sebelum perang. Tapi paling tidak kali ini Alsha membutuhkan rumus. Walau tidak ada jawaban yang terpenting dia menulis rumus di atas lembar jawabannya.

“Permisi, Bu,” suara berat dari depan pintu kelas dibarengi ketukan pintu mengalihkan seluruh perhatian orang yang ada di kelas sebelas IPA lima, Davin tersenyum sopan melangkahkan kakinya memasuki kelas. “Bu, maaf saya mengganggu. Tapi, Ibu dipanggil oleh Pak Sanusi di ruang guru.”

Bu Cintya mengerutkan keningnya bingung. “Ada apa memangnya, Vin?”

“Pak Sanusi bilang ada wali murid kelas sepuluh yang ingin bertemu dengan Ibu. Entah siapa saya hanya diberitahu itu.”

“Oh, bilang saja tunggu sekitar sepuluh menit lagi. Kelas saya sedang ada yang ulangan susulan.”

“Maaf, Bu. Pak Sanusi menyampaikan kalau Ibu harus segera ke ruangan guru sekarang.”

Bu Cintya tampak bimbang. Dia menaikkan kacamata bacanya yang turun lalu berpikir sejenak apakah dia akan keluar atau tetap di kelas untuk menunggu Alsha, Riki dan Rio selesai ulangan. Namun akhirnya Bu Cintya memutuskan untuk meninggalkan mereka karena Pak Sanusi yang senior terkenal sangat galak tersebut. Setelah memberi wejangan pada ketiga anak itu supaya tidak mensontek dia pun keluar sambil tersenyum mengucapkan terima kasih pada Davin.

Davin mengangguk kalem, dia memutar tubuhnya lagi dan melirik kearah Alsha yang menunduk terlihat sedang berpikir keras memfokuskan dirinya mengerjakan soal. Sudut bibir Davin terangkat sedikit dia mengeluarkan sapu tangan yang waktu itu diberikan oleh Alsha untuknya mengelap air yang tumpah mengenai seragamnya. Davin sengaja mendekat ke meja Alsha lalu menyodorkan sapu tangan itu ke depan hidung Alsha yang mancung.

“Eh?” Alsha menatap linglung sapu tangan itu lalu mendongakkan kepalanya menatap Davin heran. “Ini apa, Dav?” bukannya menjawab Davin malah meletakkannya ke atas lembar jawaban Alsha yang kosong tanpa berniat menjawab pertanyaan gadis itu Davin melenggang pergi keluar dari kelasnya. Sepeninggal Davin, Alsha mengambil sapu tangan itu lalu tersenyum ketika dia ingat kalau sapu tangan itu adalah miliknya dan memang nyaris sebulanan ini sapu tangan itu da di Davin.

Sesaat Alsha ingin menaruhnya ke saku seragam sebuah kertas kecil jatuh dari balik lipatannya. Sontak saja kening Alsha mengerut bingung, dia mengambilnya pelan lalu membukanya dengan hati berdebar kencang.

 Sontak saja kening Alsha mengerut bingung, dia mengambilnya pelan lalu membukanya dengan hati berdebar kencang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alsha tersenyum menatap tulisan tangan Davin itu tertera rapi dikertas. Sebuncah rasa bahagia membuat wajah Alsha menghangat. Dia tidak menyangka Davin akan memberikannya kemudahn dalam ulangan kali ini tapi meski begitu Alsha tetap saja bingung, bagaimana caranya Davin bisa tahu kalau dia ulangan hari ini? Dan kenapa lelaki itu tahu kalau materi ulangannya yang keluar adalah rumus-rumus yang ada di kertas ini?

Dan... Apa-apaan ini? Kening Alsha berkerut dalam mendapati sebercak darah di ujung kertas, Alsha meraba noda itu dan masih terasa basah serta hangat. Kebahagiaan yang tadi dirasanya berubah jadi cemas. Buru-buru Alsha mendongakkan kepalanya lagi mencari Davin, lima menit dia mencari tapi Davin tidak ada. Dengan tangan yang bergetar Alsha menyalin rumus itu dan menghitungnya dengan cepat. Dia harus menemukan Davin.

ComeonlateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang