Dia Datang Kembali.

50K 3.7K 53
                                    

Jam istirahat adalah waktunya para siswa melesat menuju kantin. Siang itu kantin tampak penuh dengan kebisingan, Alsha masih belum terbiasa oleh keadaan seperti ini mencoloknya perubahan antara Indonesia dan London begitu kentara hingga membuat Alsha butuh waktu yang lama untuk beradaptasi.

Dia duduk ditengah-tengah Lollypop dan Raya, di depannya ada Davin, Reza dan Keenan. Kedua lelaki itu asik menceritakan kehebohan dari pertandingan futsal antar kelas kemarin sehabis pulang sekolah, berbeda dengan Davin yang lebih tertarik untuk mendengarkan musik sambil sesekali menyahut kalau diajak bicara.

Alsha tidak bersemangat bukan karena Davin mendiamkannya tapi karena sejak selesai olahraga tadi tubuhnya terasa tidak enak. Ada rasa sakit yang menyengat di punggung belakangnya, menghantarkan sengatan perih itu untuk diresapi hingga keseluruh tulang. Sebisa mungkin Alsha menampilkan senyuman manisnya untuk menutupi kesakitan serta kekhawatiran yang kini membendung di hati.

Lea datang bersama Nathan setelah memesankan makanan untuk mereka semua. Kening Lea berkerut dalam memperhatikan keringat dingin membasahi kening dan leher Alsha. “Sha, kamu oke?” tanyanya khawatir menyentuh pundak Alsha.

Sontak gadis itu menengadah, dia tersenyum pada Lea menyakinkan bahwa dirinya memang baik-baik saja. “Aku oke, Kak.”
Lea diam memperhatikan secara intens raut wajah Alsha namun gadis itu dengan lihainya menyembunyikan semuanya lewat sebuah senyuman.

Lea menghela napas panjang lalu mengambil duduk di dekat Lollypop, suasana kembali seperti semula. Tetapi sesuatu terjadi pada Alsha, dia mulai merasakan ada yang tak beres dengan tubuhnya. Ada gejolak kesakitan tak tertahan di area punggungnya. Sedikit menunduk Alsha berpura-pura terbatuk saat merasakan aliran hangat keluar perlahan dari lubang hidungnya.

Mata Alsha terbelalak kaget. Dia menutup hidungnya menggunakan telapak tangan, menadahkan darah itu supaya tidak terjatuh hingga diketahui oleh banyak orang. Wajah Alsha berubah pucat pasi. Masih dengan kepura-puraannya Alsha bangkit dari kursi, pasang mata yang ada di sekitarnya langsung mengarah kearahnya, tentu saja kecuali Davin.

“Aku ke kamar mandi dulu sebentar.” pamitnya terbatuk-batuk agar mereka mengira Alsha memang sedang terserang sakit merugikan itu.

Begitu sampai di kamar mandi dengan sigap Alsha masuk ke salah satu bilik dan menguncinya dari dalam. Dia mendudukkan diri di atas kloset yang tertutup, tubuhnya merosot lemah menatapi genangan darah itu terlihat nyata di telapak tangan. Bayangan akan masa lalunya menghantui pikiran Alsha kembali, ada perasaan getir di hati Alsha mengetahui dia merasakan kesakitan itu lagi. Dia berharap apa yang ditakutkannya tidak akan pernah terjadi lagi dalam hidupnya. Tangan kirinya yang bersih dia gunakan untuk mengambil ponsel dan menelfon seseorang.

Butuh waktu sekitar dua menit menunggu telfonnya diangkat. Suara lembut sarat akan kehangatan membelai pendengaran Alsha begitu Dokter Frans bertanya ada apa dengannya menelfon di saat jam sekolah sedang berlangsung.

“Om, aku sudah sembuhkan?” tanya Alsha lirih.

Di seberang telfon Dokter Frans mengerutkan keningnya tidak mengerti, dia menutup laptop memfokuskan dirinya pada Alsha. “Maksudmu apa, Alsha? Jelas kamu sudah sembuh sejak setahun yang lalu.”

Sebersit rasa lega hadir di hati Alsha namun ketika matanya melihat genangan darah itu di telapak tangannya kepala Alsha berputar cepat hingga tubuhnya menggigil menahan sakit dan ketakutannya seorang diri. “Kalau aku mimisan dan merasakan sakit di punggung lagi. Apa itu wajar, Om?” Alsha tidak bisa menyembunyikan kegetirannya saat bertanya pada Dokter Frans.

Tubuh Dokter Frans menegang tahu kalau suara Alsha bergetar lirih dan pertanyaan dari gadis itu sukses membuatnya menahan napas, dia berdeham keras mengusir pikirannya yang mulai dipenuhi kemungkinan buruk. “Begini, pulang sekolah kamu bisa ke Rumah Sakit tempat Om kerjakan?” tanya Dokter Frans perlahan Alsha menjawab kata iya pria paruh baya itu mengusap wajahnya kasar. “Datanglah, kita periksa kepastiannya di laboratorium.”

ComeonlateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang