Percakapan Manis.

36.5K 2K 47
                                    

“Yaampun Den Dapin meuni kasep pisan ih. Lama Bibi gak lihat atuh teh sampai pangling sekarang ngelihatnya," wanita yang biasa di sebut Asih ini pun langsung menyambut Davin yang baru saja sampai dari acara jalan-jalannya itu mengelilingi Desa, Davin tersenyum lembut mencium punggung tangan Bi Asih sopan. "Atuh si Aden teh abis kamana? Den Nata, Non Lea jeung Non Lolly udah di dalam dari tadi, Den. Katanya mah nyak si Aden bawa bule atuh kamari?" cerocos Bi Asih dengan logat sunda yang kental.

Davin tertawa mendengar Bi Asih menyebut Alsha sebagai bule--sebutan bagi orang berwajah kebaratan. Lelaki itu turun dari sepedanya dan menurunkan standarnya sebagai penyanggah sepeda. "Kalau dia bule atuh saya apa, Bi?" tanya Davin menunjuk wajahnya yang memang memiliki garis keturunan barat sedikit.

Bi Asih menepuk keningnya pelan. "Iya atuh Bibi teh lupa." celetuk Bi Asih tersenyum lebar.
Davin hanya membalas perkataan Bi Asih dengan suara tawanya. Bi Asih sudah Davin anggap seperti keluarganya sendiri karena wanita itu memang sudah mengabdi dengan keluarganya sewaktu Caramel ditugaskan ke sini selama tiga bulan untuk menjadi Dokter.

Awalnya Bi Asih hanyalah seorang petani yang harus bekerja banting tulang demi sesuap nasi bagi dirinya dan anak-anaknya yang sewaktu itu masih kecil, suami Bi Asih sudah meninggal karena itulah ketika Caramel bertemu dengannya sosok hangat Bi Asih membuat Caramel luluh dan memintanya untuk menjadi asisten rumah tangga selama masa pengabdiannya di Jawa Barat setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas ternama di kota kembang tersebut. Hingga sekarang anak-anak Bi Asih sudah dewasa dan bekerja di luar kota Bi Asih tetap memilih sebagai pengurus rumah besar yang dulunya tempat tinggal Caramel.

Seorang perempuan berambut pirang datang dengan wajahnya yang memerah, dia memberenggut kesal menghentikan laju kecepatan sepedanya di samping Davin. "Dav, kok aku ditinggal sih? Jahat banget!" kesalnya cemberut.

Davin mengedikkan bahu cuek tak berminat membalasnya, berbalik dengan ekspresi Davin. Bi Asih justru tertarik dengan Alsha. Dia tersenyum senang melihat kedatangan gadis itu. "Eh, ini teh yang katanya bule itu nyak?" tanya Bi Asih tersenyum lebar. Dia mendekati Alsha kemudian memperhatikan baik-baik wajah gadis itu yang cantik. Lalu tatapannya terperangah melihat bola mata Alsha yang indah. "Masya Allah, ini mata atau lautan? Jernih pisan!" pekik Bi Asih tertawa takjub.

Keluguan Bi Asih menyambut gelak tawa Davin lagi. Lelaki itu melirik kearah Alsha yang terbengong dengan ekspresi super linglung. "Bi, tuh gak lihat muka bulenya jadi ketakutan gitu lihat Bibi jerit-jerit," goda Davin. Bi Asih menyengir lebar memundurkan tubuhnya lagi, dia tersenyum malu-malu pada Alsha. Bingung harus berkata apa pada bule begitu, Davin menangkap gelagat kebingungan Bi Asih sontak saja tertawa lagi. "Bi, dia ngerti bahasa Indonesia kok." katanya menunjuk wajah Alsha.

Bi Asih menganggukkan kepalanya paham, dia menyentuh lengan Alsha yang agak basah oleh keringat. "Non cantik teh namanya siapa? Kalau Bibi namanya Bi Asih, Non." kata Bi Asih memperkenalkan diri.

Alsha melirik kearah Davin yang tersenyum simpul menatapnya, lelaki itu mengangguk menyuruh Alsha berkenalan dengan Bi Asih. Alsha tersenyum hangat. "Saya Alsha, Bi. Sepupunya Kak Lea."

Bi Asih membulatkan mulutnya mengucapkan kata oh berkali-kali. Pantas saja wajahnya itu terlihat tak jauh beda dengan Lea, ternyata mereka sepupuan. Setelah acara perkenalan itu Bi Asih mengajak Alsha dan Davin masuk ke dalam rumah yang sudah dijadikan seperti villa itu. Bangunannya yang kuno tidak memberi kesan mistis sekalipun, malah jauh dari itu ketika masuk aura kehangatan dan kekeluargaanlah yang terasa kental di sana. Alsha mengamati interior villa itu dengan saksama, sesekali dia berhenti hanya untuk menatapi album foto yang terpajang di sekitaran dinding.

"Non sama Aden mau Bibi buatin apa?" tanya Bi Asih ketika mereka melangkah memasuki dapur. Alsha menoleh bersamaan dengan Davin gadis itu bingung harus menjawab apa, Davin yang mengerti akan tatapan Alsha pun tersenyum tipis membalas pertanyaan Bi Asih. Lelaki itu meminta Bi Asih membuatkannya jus jeruk super segar.

Setelah Bi Asih menyuruh keduanya menunggu, Davin mengikuti Alsha yang melihat-lihat isi villa keluarganya. Sambil melepas jaketnya yang masih tertempel erat ditubuh Davin menghela napas ikut memperhatikan Alsha yang kini berhenti di sebuah foto zaman dahulu. Foto yang menampilkan potret Ayah dan Ibunya sewaktu muda. Bian terlihat sangat gagah dan tampan, seperti melihat Davin yang kedua ada di foto dan Caramel pun tak begitu jauh berbeda dengan kembaran Davin, Lollypop. Kedua pasangan itu sangat serasi mengenakan pakaian semasa SMAnya.

"Mamah sama Papah itu mantan waktu SMA," suara Davin yang berat menyadarkan Alsha kalau lelaki itu ada di belakangnya, dia segera menggeser tubuh dan memberi ruang pada Davin untuk maju mendekat padanya. Mereka berdampingan, bersama-sama memperhatikan foto orang tua Davin. "Kalau lo tahu perjuangan Papah pasti geleng-geleng kepala. Soalnya dia udah bikin Mamah sakit hati waktu SMA tapi pas udah sama-sama sukses eh malah dikejar lagi," dia terkekeh mengingat cerita Ibunya semasa muda, kebodohan Bian dan juga kegigihannya mendapatkan Caramel kembali memang patut diacungi jempol. "Cinta itu Lucu ya."

Alsha menoleh ke Davin yang kini sudah ada di sampingnya. "Maksud kamu gimana, Dav?"

Davin tersenyum tipis. "Ya lucu aja. Dia bisa menyatukan dan memisahkan, bisa melukai dan menyembuhkan. Ajaibnya setiap manusia memang butuh dicintai atau mencintai entah dalam porsi yang sempurna atau porsi yang kurang."

"Tapi menurutku kalau mencintai seseorang dengan porsi yang sempurna itu terlalu berlebihan."

"Berlebihan gimana?"

"Ya karena cinta gak ada yang sempurna. Kalau dia sempurna seharusnya gak ada air mata yang mengalirkan? Menurutku menaruh perasaan cinta itu ya secukupnya aja, kalau berlebihan sulit buatmu melepaskan kalau nanti berpisah."

Davin menaikkan satu alisnya menantang. "Kalau ternyata gak berpisah, gimana?"

Alsha tertawa, dia menghadapkan seluruh tubuhnya tepat di depan Davin yang masih miring. "Ya berarti emang jodoh. Cinta itu ajaib dia bisa menemukan jalannya sendiri meskipun bertahun-tahun telah pisah. Kekuatannya gak bisa kamu cegah apalagi perkirakan kapan datangnya. "

Ada perasaan asing lagi yang menyusup diam-diam ke dalam hati Davin. Masih dengan posisinya itu Davin memandangi mata Alsha dalam, menyelaminya hingga ke dasar. Segores warna dalam hidupnya kini kembali. Dia pikir hatinya sudah membusuk atau barangkali tidak lagi bisa berfungsi akibat kecelakaan itu sebab dia tak pernah merasakan apapun lagi semenjak itu.

Namun kini semuanya berubah karena Alsha, warna-warna cerah itu telah menodai warna kelamnya. Davin tersenyum, senyum yang tulus, senyum yang membuat Alsha meleleh. Kini Davin tahu satu hal dan akan dia ceritakan kalau bertemu dengan Psikiaternya di Jakarta kalau cinta itu sangat unik sebab di dalamnya terdapat rasa dan warna yang bisa mengubah duniamu jadi indah.

ComeonlateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang