Awal Dari Perjuangan.

60.7K 3.9K 66
                                    

"Iya, Kak Lea. Aduh bawel deh! Aku kan cuma beli minuman di coffee shop depan komplek." keluh Alsha mendorong pintu kaca ke depan. Dia menginjakkan kaki ke lantai murmer mengilat itu, sambil masih berdebat dengan Lea yang mengkhawatirkan dirinya saat ini.

Alsha mendesah sebal. Mematikan sambungan telfonnya secara sepihak. Tak peduli lagi kalau pun Lea akan menyusulnya atau marah-marah sesampainya Alsha di rumah. Karena yang terpenting sekarang adalah Alsha ingin membeli satu gelas caramel macchiato. Minuman favoritenya sejak dulu karena menurut Alsha minuman itu memiliki kisah yang tragis, ketika kamu menyeruputnya pada pertama kali yang terasa adalah kemanisannya namun seiring berjalannya waktu kamu baru menyadari bahwa di bagian akhir minuman itu memiliki rasa yang pahit. Alsha menggelengkan kepalanya pelan, minuman itu mengingatkannya dengan hubungan asramanya yang kandas dengan cara super miris.

Dia tersenyum kepada bartender, lalu di suruh menunggu selama proses pembuatan. Alsha membalikkan tubuhnya, keluar dari antrean. Matanya menjelajah setiap meja yang ada di kafe. Mencari lokasi strategis. Lalu matanya tanpa sengaja bertubruk pada satu titik dipojok ruangan dekat jendela. Benar-benar terpojok sampai Alsha nyaris tak melihatnya.

"Davin?" gumam Alsha sedikit tak percaya.

Gadis itu memajukan langkahnya yang kemudian menjadi langkah-langkah besar yang membawanya menuju meja Davin.
Setelah sampai, Alsha termenung. Ternyata dia tak salah lihat. lelaki itu benar Davin. Davin yang terlihat lemah karena bahunya merosot, juga tangan yang dia gunakan sebagai penutup kedua matanya. Di tengah keramaian kafe seperti ini bisa-bisanya Davin terlihat tenang seperti itu sama sekali tak terusik.

Alsha berdeham keras membuat Davin terhenyak dari lamunannya, dia membuka matanya yang tertutup memandang Alsha dengan alis terangkat satu. Gadis itu tersenyum simpul. “Hai?” sapa Alsha ragu-ragu.

Davin membuang napas berat. Bisa-bisanya saat dia terlihat lemah begini malah bertemu dengan siswa di SMAnya. Tanpa banyak kata Davin memasukkan ponselnya yang tergeletak di samping gelas minumannya itu ke dalam saku celana, kemudian berdiri dari duduknya. Dia tidak ingin berlama-lama di sini apalagi dengan adanya Alsha.

Alsha yang melihat itu spontan menahan tangan Davin. “Eh, eh, kamu mau kemana?” tanyanya panik yang dibalas oleh lemparan sinis tatapan Davin, lelaki itu menyentak tangan Alsha menghindarinya supaya tidak lagi menyentuhnya. “Eh, maaf... Aku gak maksud,” sesal Alsha canggung, dia tersenyum kikuk menundukkan kepalanya tidak tahan ditatap tajam oleh Davin. “Hmm... Aku Alsha. Kamu masih ingat kan?” tanyanya lagi berusaha mengingatkan Davin siapa dirinya.

Bukannya menjawab Davin malah menyerongkan tubuhnya kemudian berjalan cepat meninggalkan Alsha yang terpaku. Selang beberapa menit Alsha terbengong dia pun kembali ke alam bawah sadarnya dan memutar tubuhnya mengejar Davin, dia berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Davin tapi lelaki itu malah semakin mempercepat gerakkannya bikin Alsha susah payah menyamainya.

Sesampainya di luar Davin langsung meloncat ke atas jok motor besarnya, mata Alsha melebar mendengar suara motor Davin yang berbunyi itu. Segera dia berlari kecil merentangkan tangannya di depan tubuh motor Davin, menghadang lelaki itu supaya tidak bisa pergi.

“Kamu gak gagu kan?” tanya Alsha jengkel sedari tadi dicueki oleh Davin, lelaki itu diam mengenakan helm full facenya santai. “Jawab dong! Aku tuh ngomong sama manusia bukan tembok!”  serunya gemas sendiri.

Davin menelan ludah menyalakan mesin motor. Menstater motornya kencang hingga terdengar suara knalpot yang saling berteriak berisik. Di depannya, Alsha berusaha kelihatan tenang padahal jantungnya setengah mati meredam dentuman gara-gara suara knalpot Davin yang bikin kaget.

“Minggir, gak?” ketus Davin akhirnya bersuara.

Alsha terperangah mengetahui Davin bisa berbicara dengannya setelah seharian ini lelaki itu hanya bisa diam. Suara Davin yang berat dan tegas tidak bisa membuat Alsha segera menggeser tubuhnya, dia asik sendiri dengan dunianya yang dipenuhi oleh bunga dan banyaknya gulali manis. Menyenangkan sekali memiliki perasaan seperti ini pada Davin.

Davin mendengus kesal, dia menekan klakson motornya berkali-kali hingga gadis itu berjingkat kaget. Alsha menutup kedua telinganya memakai tangan, mengerut sakit mendengar betapa berisiknya klakson itu terdengar. “Aduh, berisik banget sih!” protesnya tak juga beranjak, Davin semakin menggas motornya seakan berniat menabrak Alsha juga menekan klakson itu, Alsha pun menyerah dia bergeser memberi akses jalan bagi Davin. “Iya, iya, iya! Nih geser nih!” sungutnya kesal.

Tanpa menunda apapun lagi Davin segera menarik gas lalu melesat begitu saja meninggalkan Alsha di parkiran kafe seorang diri. Meninggalkan banyaknya kerumunan yang penasaran tentang keberisikkan apa yang baru saja terjadi itu. Alsha menurunkan tangannya dari telinga, dia memandangi kemana motor itu melaju.

Angin malam menerbangkan suhu hangat menusuk kulitnya. Terasa dingin ketika menerpa wajah tapi sewaktu terserap akan terasa hangat dan menyejukkan. Senyuman Alsha terbit disela-sela wajahnya yang masih terpaku kaget. Ternyata perkataan orang-orang selama ini tentang Davin memang benar. Bahwa laki-laki itu sangat dingin dan tak tersentuh. Dan justru itulah letak dimana Alsha semakin tertarik untuk mengejar Davin. Menurutnya Davin terlihat begitu unik dimatanya. Mungkin orang lain menilai Davin sama; Dingin. Tapi bagi Alsha lelaki itu sesungguhnya menyembunyikan sesuatu yang tak pernah diketahui oleh orang lain.

Alsha tahu jelas dibalik dinginnya seseorang pasti dia menyimpan cerita sedih dalam hidupnya. Apapun itu Alsha tidak tahu pasti, namun melihat gelagatnya Davin seharian ini Alsha bisa menilai satu hal: Kehilangan. Bukankah kehilangan bisa merubah sikap orang jadi berbeda seperti yang dulu? Ketika kamu kehilangan tidak akan pernah merasa baik-baik saja. Rasa kehilangan yang begitu mendalam bisa menggerogoti dirimu secara perlahan lalu mengikismu menjadi sosok yang beda.

Gadis itu tersenyum. Bagaimanapun masa lalu Davin hingga sanggup membuatnya seperti ini Alsha tidak peduli karena semua orang pada dasarnya memang memiliki masa lalu yang kelam. Seperti dirinya, misalnya. Karena Davin, Alsha mengerti apa yang harus dia lakukan selama dirinya ada di Indonesia. Sekuat tenaga dia akan mendekati Davin, dan segala penolakkan yang telah diterimanya hari ini adalah awalan dari perjuangannya mendekati Davin.

ComeonlateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang