Tantangan Penyihir Tua.

48.5K 2.7K 48
                                    

Hal paling menyebalkan adalah ketika tanpa sengaja melewati kantor guru lalu ada seorang guru yang memanggil kita, meminta bantuan memanggil atau memberikan buku kelas orang lain untuk kita antarkan. Di embel-embeli kata minta tolong yang rasanya pengin banget Alsha buang jauh-jauh dari kosakata saat ini juga.

“Huh, berat banget sih.” gerutu Alsha sebal.
Gadis itu membawa beberapa buku tebal milik guru senior, Bu Rika, untuk di bawakan ke kelas sepuluh dua saat dirinya tanpa sengaja melewati ruang guru.

Sebetulnya Alsha bukan malas atau keberatan hanya saja suasana hatinya yang sedang buruk ini sungguh mengacaukan segala hal. Dia dikeluarkan karena tidak membawa buku tugas pelajaran matematika.

Selama dua minggu dia berada di SMA Matahari kini dirinya sudah bisa beradaptasi dengan warga sekolah walau dia masih sebal akan sistem pendidikkan Indonesia yang mengharuskannya mempelajari semua mata pelajaran di bidang IPA padahal dulu di London dia hanya disuruh memilih bidang apa yang paling dia suka dan minati untuk dikuasai.

Ketika kakinya berbelok ke arah koridor kelas sepuluh secara hati-hati seseorang dengan sengaja menabrakan tubuhnya ke Alsha sehingga membuat seluruh buku di tangan gadis itu berhamburan jatuh. Dia melongok kaget tidak percaya kalau buku itubisa jauh berantakan padahal dia yakin jalannya tadi sudah sangat waspada. Alsha menengadah lagi mendapati seorang gadis berambut hitam legam sepundak tanpa poni itu menatapnya tidak suka.

“Kamu jalan pakai kaki dan mata gak sih?” omel Alsha kesal.

Gadis itu melipat kedua tangannya pongah di bawah dada. “Eh, mau gue jalan pakai apa itu bukan urusan lo,” angkuhnya memajukan tubuh untuk memperhatikan Alsha dari dekat. “Lo itu anak baru tapi kecentilan, ya!”

Sewaktu Jenny berniat menjambak rambut Alsha gadis itu dengan sigap menepisnya kasar. Kelakuan bar-bar seperti ini sudah Alsha khatamkan sejak dia di London. Ribut antar perempuan bukan lagi hal yang lazim di London, jambak-jambakkan hanya dilakukan oleh anak SD bukan anak SMA. Di London Alsha pernah ribut dengan gadis paling populer di sekolahnya hanya karena Aglan lebih memilihnya daripada gadis itu, ributnya bukan jambakkan melainkan tantangan kehebatan akademik dan non akademik. Atau yang lebih parah adalah bullyan.

Alsha tahu gadis yang ada di depannya ini adalah Jenny, gadis yang menggilai Davin tanpa ampun. Gadis yang mengejar Davin mati-matian tapi selalu diabaikan olehnya. Padahal Jenny termasuk ke golongan gadis berprestasi dengan wajah yang cantik lalu mengapa Davin tetap tidak tertarik padanya? Mungkin karena sifat gadis itu yang tak mencerminkan kepintarannya.

“Berani-beraninya lo nepis tangan gue!” serunya tak percaya, dia mendorong bahu Alsha ke belakang membuat gadis itu melangkah mundur. “Lo nantangin gue, hah?!” geramnya melotot.

Alsha mendengus keki. “Biasa aja dong jangan dorong-dorong. Emang aku gerobak kamu dorong gitu." lanturnya balas melototi Jenny,
Jenny berdecih, ternyata apa yang dibicarakan anak-anak selama ini adalah benar kalau Alsha gadis yang pemberani dan tidak ada satu pun orang yang bisa menghentikan pergerakan gadis itu kalau bukan keinginannya sendiri untuk berhenti. Contohnya saja selama dua minggu dia ada di sini Alsha tidak henti-hentinya mengikuti Davin kemana saja. Seakan dia buta akan penolakkan Alsha tetap saja maju tak tahu malu.

Kalau memang lawan Jenny kali ini adalah orang yang berani maka tidak ada salahnya jika dia ikuti permainan Alsha menjadi sosok yang tak kalah beraninya, dia tersenyum culas memandang Alsha menantang. “Gue mau nantang lo buat berenang di belakang lapangan indoor hari ini abis pulang sekolah. Kita ambil yang lantainya menjorok ke dalam. Berani?”

Alsha menggelengkan kepalanya acuh. “Apa sih? Kamu gila ya?”

Jenny tertawa membalikkan tubuhnya santai. “Ya udah kalau gitu selamanya lo gak bisa dapatin Davin,” ucapnya misterius lalu melemparkan pandangan merendah. “Davin itu suka sama cewek yang bisa berenang dan jago menahan napas. Gue sih jagonya hal kayak gitu. Nanti sore Davin ada di sana kelasnya kebagian jadwal renang. Jadi, yah... Selamat berangan-angan aja bisa dapatin dia.” dusta Jenny tertawa jahat dalam hati.

Tentu saja hati Alsha yang tadinya takut menerima tantangan Jenny untuk berenang pun jadi tergantikan oleh emosinya mendengar nada mencemo’oh Jenny. Dia berteriak melantangkan persetujuannya dari tantangan gadis gila itu.

•••••

Sore itu Alsha menepati janjinya untuk menuruti tantangan Jenny. Dia seorang diri di sana tanpa Lollypop dan Raya yang menemani karena memang dia sengaja tidak memberitahukannya pada kedua sahabat barunya itu. Dalam balutan baju renang warna biru dongkernya Alsha berdiri canggung di pinggir kolam renang, sekelilingnya masih tampak sepi dan yang terlihat hanyalah Jenny yang berdiri di sampingnya bersiap-siap untuk melompat.

“Peraturan yang pertama,” telunjuk lentik Jenny terangkat ke udara, dia tersenyum licik memandang air kolam yang tenang. “Lo gak boleh munculin wajah ke permukaan. Lo harus tahan napas sampai ke ujung kolam.” katanya puas.

Alsha melongok protes. “Eh, apa sih? Aku mana bisa begitu!” sergahnya menolak peraturan yang dibuat Jenny.

Bibir Jenny yang berwarna pink itu terangkat, tersenyum merendahkan Alsha. “Jadi secara gak langsung lo mau mundur?”

Buru-buru Alsha menggeleng. “Bukan gitu tapi kalau aku gak kuat gimana?”

“Gue gak peduli. Itu sih urusan lo,” cuek Jenny merentangkan kedua tangannya ke udara melakukan pemanasan sebelum loncat, derit pintu kolam renang yang terbuka membuat senyum licik Jenny tercetak jelas di wajahnya. “Nah, kelasnya Davin udah datang. Masih mau nunggu? Atau milih mundur?” tanyanya menoleh pada Alsha.

Alsha menggertakkan giginya kesal. Dia menelan ludah kelu memikirkan bagaimana nasibnya berenang dengan jarak sejauh itu. Sekitar lima puluh meter dia harus menahan napasnya, jangankan segitu dalam jarak sepuluh meter saja Alsha sudah megap-megap karena dia memang tidak jago menahan napas apalagi berenang.

Tapi kalau dia mundur itu sama saja mengibarkan bendera putih pada lawannya yang bahkan belum memulai, dia melirik arah pintu yang mulai banyak siswa berdatangan. Pikirannya makin kalut memikirkan kemungkinan apa saja yang akan diterimanya nanti. Yang terpenting sekarang dia ingin membuktikan pada Jenny bahwa dirinya bisa lebih dari gadis itu sendiri.

“Gak. Ayo kita renang sekarang!”

Jenny mencetak senyum miring lalu berancang-ancang di samping Alsha siap untuk meloncat. Pada hitungan ke tiga Alsha segera menyelamkan dirinya ke dalam kolam renang tanpa melihat apapun lagi fokusnya kini hanya ada pada ujung kolam renang dan mempercepat gerakan tangan serta kakinya supaya bisa cepat sampai.

Berbeda dengan kegigihan Alsha yang serius, Jenny melipat kedua lengannya masih menapakkan kakinya di pinggir kolam renang, gadis itu terbahak melihat bagaimana bodohnya Alsha gampang ditipu. Kumpulan siswa tadi bukanlah anak kelas Davin melainkan teman sekelasnya yang memang hari ini kebetulan sedang disuruh untuk berenang untuk mengambil nilai praktik.

ComeonlateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang