London.
"Tante... Aku mohon. Aku benar-benar ingin bertemu Alsha."
Sesosok gadis cantik dengan rambut acak-acakkan hitam legamnya itu berlutut pada wanita berusia kepala empat di hadapannya. Mata sembabnya terlihat begitu jelas bahwa dia menangis sejak lama. Badannya kurus bahkan sangat kurus, tak seperti dirinya yang dulu.
Elsha, Ibu Alsha, memasang wajah sinisnya. "Untuk apa kamu memohon pada saya agar dapat menemui Alsha?"
Mendengar suara sarkastik dari wanita yang sudah di anggapnya sebagai orangtua keduanya itu lantas membuat Candance menunduk semakin dalam. Terpuruk dalam kesakitan yang dia ciptakan sendiri atas kebodohannya.
"Bahkan sudah setahun kamu menghilang lalu kembali lagi ke sini dan berlutut di hadapan saya," tak terelakkan olehnya rasa kecewa itu kembali menghantam diri Elsha. "Apa maumu, Candance? Lima bulan lalu menghancurkan hidup anak perempuan saya apakah belum cukup?"
Candance menggelengkan kepalanya pelan. Bukan itu yang ingin dia dengarkan setelah berbulan-bulan dia bersembunyi dari segala kenyataan pahit. Dia ingin bertemu dengan sahabatnya lagi, meminta maaf padanya atas segala keburukan yang pernah dia lakukan. Bersumpah di hadapan Tuhan akan melakukan apapun supaya Alsha memaafkannya dan mengizinkan dirinya menjadi sahabat seperti dulu pun akan dia lakukan jika memang itulah yang dimintanya.
Karena kejadian malam itu Candance benar-benar hilang kendali sampai melupakan satu fakta terpenting dalam hidupnya. Dia tak pernah bermaksud menyakiti Alsha, dalam mimpi liarnya sekalipun dia tidak menginginkan hal itu sampai terjadi. Semuanya murni karena kesalahan yang terpengaruhi oleh alkohol.
"Tante tahu saya tidak pernah ada maksud menyakiti Alsha. Apa yang dulu saya lakukan memang salah tapi saya mempunyai penjelasan dari segala kesalahan yang pernah saya perbuat. Saya datang lagi ingin menjelaskannya, Tante. Saya mohon izinkan saya bertemu dengan Alsha. Bagaimana pun juga saya sahabatnya."
"Pernah menjadi sahabat, maksudmu," koreksi Elsha skeptis. "Waktu minta maafmu pada anak saya sudag kadaluwarsa. Kejadiannya memang sudah lama tapi rasa sakit yang kamu buat sungguh mampu membuat Alsha jadi rapuh. Berharap untuk dimaafkan pun seharusnya kamu tahu diri apalagi berharap untuk bertemu dengannya."
Sebagai seorang Ibu tentunya Elsha ingin melindungi anaknya dari kesakitan dunia luar. Dia menjaga Alsha sedari kecil dan melakukan banyak hal supaya anaknya dapat selalu tersenyum. Lalu adilkah baginya mengetahui kalau anak tersayangnya terpuruk hanya karena orang lain melukai perasaan dan menghancurkan kepercayaannya? Siapapun itu takkan ada yang mau melihat anaknya dihancurkan sedemikian rupa oleh orang yang mengaku menyayanginya. Kalau memang dia sungguh menyayangi seharusnya sekadar menyakiti pun dia tidak akan sanggup. Tapi kasus Alsha sudah cukup membuatnya enggan membuka hati lagi untuk memaafkan Candance maupun Aglan. Itulah alasan mengapa dia dan Mavin mengizinkan Alsha kembali ke Indonesia tinggal bersama Lea.
Air mata merembas keluar membanjiri wajah murung Candance. Tangannya bergetar bahkan tubuhnya pun terguncang. Sesuatu yang tajam telah berhasil menusuk jantung serta paru-parunya. Tak mengucurkan darah namun meninggalkan luka lebar begitu dalam. Hingga batinnya pun ikut terluka. Dia tahu kesalahannya tidak akan pernah termaafkan sekalipun dia bersujud di kaki Elsha.
"Sekali lagi, Tante... Saya mohon..."
"Lebih baik kamu pergi. Percuma kamu menghabiskan waktu disini berbicara pada saya karena sampai kapanpun saya takkan pernah mengizinkanmu bertemu anak perempuan saya.” tegas Elsha hendak menutup daun pintunya.
"Tante... Tante! Tunggu!"
Candance bangkit dari posisinya yang berlutut. Sedikit sempoyongan dia menahan pintu besar milik rumah keluarga Alsha. Gadis itu berjuang keras supaya Elsha tidak menutupnya. Tangan kanannya yang kurus dia julurkan di antara kusen pintu. Menahannya supaya tak tertutup meskipun Elsha terus mendorongnya penuh tenaga.
"Saya tidak akan pernah berhenti sebelum saya berhasil bertemu dengan Alsha dan meminta maaf!" keukeuhnya dengan linangan air mata.
Elsha berdecih. Tanpa dia sadari setitik cairan bening jatuh disudut matanya. "Dan saya tidak akan pernah berhenti melindungi anak saya dari perempuan seperti kamu, Candance. Saya benar-benar menyesal telah menganggapmu sebagai anak kedua saya. Tahu kalau kamu menyakiti Alsha, sejak dulu saya dan suami saya melarang kamu untuk berteman dengan Alsha," paparnya menusuk dada Candance yang sesak, dia menyentak tubuh lemah Candance hingga terjatuh di lantai. “Kamu benar-benar tak punya hati!”
Candance menggigit bibir bawahnya kencang hingga terasa asin di lidahnya. Dia menatap getir Elsha yang masih menyembulkan sedikit raut wajahnya. “Tante, kasih saya kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya. Saya mohon.”
Elsha menyusut air matanya yang berjatuhan. Sebelum dia menutup pintu, suaranya yang lirih memberitahu satu hal menampar Candance. “Kamu dan saya sama-sama perempuan. Posisikanlah dirimu seperti Alsha saat ini. Sanggupkah kamu menemui orang yang sudah menyakitimu atau tidak?”
Perlahan tubuh Candance melemas. Dia menjatuhkan seluruh tubuhnya yang sudah tak memiliki tenaga apapun lagi itu ke atas lantai yang dingin. Candance memeluk tubuhnya yang bergetar, menangis sejadi-jadinya di sana. Berharap bisa mengulang waktu ke masa lampau untuk bisa memperbaiki semua kesalahannya dan tidak pernah membiarkan hal itu sampai terjadi.
•••••
Ada Mamahnya Alsha dan sahabat Alsha di London nih gaes.
Elsha Nadeana
Candance McKenzie
KAMU SEDANG MEMBACA
Comeonlate
Teen FictionSiapa sangka dikejar-kejar oleh cewek cantik menggemaskan dari London bukanlah ketiban durian runtuh melainkan malapetaka bagi kehidupan seorang Davin. Semenjak kedatangan absurdnya Alsha ke Indonesia membuat Davin harus ekstra berhati-hati tiap kal...