15. Emosi Nathan

264K 14.9K 171
                                    


"Lo jahat Raf, lo jahat. Gue kira lo beneran suka sama gue Raf. Ternyata lo sama aja, gue benci sama lo Raf gue benci." Teriak Nasya histeris.

Ya, gadis itu sekarang sedang berjalan dibahu jalan dengan hujan deras yang mengguyur tubuhnya.

Bayang bayang Rafka masih teringat jelas, apalagi ketika ia memperkenalkan pacar barunya. Sungguh, Nasya tak mempercayai itu. Namun itulah faktanya, Rafka sudah menduakan cintanya.

Ia juga masih tak habis fikir tentang Rafka yang menuduhnya selingkuh. Bahkan terlintas difikirannya saja tidak, bagaimana Rafka bisa mengucapkannya tanpa beban sekalipun.

Dari pulang sekolah tadi Nasya terus berjalan tanpa arah dan tujuan. Seakan akal pikirannya sudah hilang.

Hawa dingin terus menjalar ditubuh gadis itu. Apalagi sudah 3 jam ia berjalan, namun tak ada rasa lelah sedikitpun. Ia masih terus mengikuti kemana langkah kakinya akan berhenti.

Seluruh tubuhnya sudah basah, ditambah badannya yang mulai lemas karena hanya makan roti tadi pagi dan matanya yang sembab bercampur air hujan yang membasahi wajahnya.
Tubuh gadis itu semakin melemah, hingga akhirnya pandangannya kabur dan ia sudah tak sadarkan diri.

Tak lama kumudian ada sebuah mobil yang berhenti didepannya. Seorang pria turun dengan payung besar ditangan kanannya.
Pria itu menghampiri Nasya dan menggendongnya menuju mobil.

"Kamu kenapa bisa kaya gini Cha." Ujar Pria itu khawatir.

Dan kalian pasti tau dia siapa.

*****


Sudah dari tadi siang Nathan mencoba menghubungi Nasya. Namun panggilannya tak dijawab dan sekarang ponselnya tidak aktif. Nathan juga sempat bertanya kepada Ella dan Alin tapi mereka juga tidak tau.

Saat Nathan menelfon Rafka yang mengangkat Natasya dan dia bilang kalau Rafka pergi ke Club. Nathan tak habis fikir sahabatnya itu kembali melakukan aktivitas setannya.

Nathan semakin khawatir ketika hujan deras terus mengguyur kota Jakarta. Hingga akhirnya Nathan menyiapkan mobilnya dan berniat mencari Nasya disekolah.

Saat diperjalanan, Nathan merasakan ponselnya bergetar. Ia segera menepikan mobilnya dan mengambil ponsel disaku celananya. Ada sebuah pesan disana.

Setelah membaca pesan itu, air wajah Nathan berubah menjadi khawatir. Ia buru buru menginjak pedal gas dan berkendara secara ugal-ugalan. Ia sudah tak memikirkan akibatnya, yang ada dipikiran Nathan sekarang hanya kondisi Nasya sekarang.

Hanya 5 menit waktu yang dibutuhkan Nathan untuk sampai diruangan serba putih dan bau obat obatan yang menyengat dihidungnya.

Ia melihat kembarannya terbaring lemah disana. Air matanya luruh bersama kekhawatiran yang ia rasakan sejak tadi. Ia mendekati pria yang duduk disamping ranjang adiknya. "Thanks Sat."

Satya mengangguk. "Sama sama Than."

"Gimana kondisi adek gue." Tanya Nathan dingin.

Yah dia memang masih belum bisa memaafkan laki laki didepannya itu.

Satya tersenyum dan menepuk bahu Nathan. "Santai Than, dia baik baik aja kok. Cuma dia cuma kecapean dan maag-nya kambuh, paling besok udah boleh pulang."

"Kenapa lo tinggalin adik lo yang lemah ini sendirian sih Than." Sambungnya.

Nathan menoleh. "Dia pulang sama Rafka makanya gue tinggal."

"Tapi Rafka ngga ada buat Nasya Than. Pas istirahat juga Nasya bilang kalau Rafka akan menjemputnya, tapi sampai pulangpun Rafka ngga nemuin Nasya." Jelasnya.

Rahang Nathan mengeras, menandakan bahwa ia menahan amarah. "Gue titip adek gue."

Dengan cepat Nathan meninggalkan tempat itu tanpa menunggu jawaban dari Satya.

Nathan kembali menjalankan mobilnya secara ugal ugalan, bahkan bisa dibilang seperti orang kesetanan. Wajar jika Nathan melakukan itu, apalagi emosinya yang sedang memuncak.

Ia sudah sampai ditempat yan tadi ditunjukka Affan. Ia masuk dan mencari keberadaan orang yang sudah membuat adiknya terluka.

Nathan tersenyum miring saat menemukan mangsanya. Ya dia sedang berada disofa paling pojok dengan botol minuman ditangannya dan ditemani seorang perempuan.

Tanpa paduli Nathan langsung menyeretnya keluar. Pria itu hanya pasrah karena masih dalam pengaruh minuman keras. Dan satu bogeman mendarat dipipinya hingga ia tersungkur.

"Bangsat." Teriak Nathan dan terus menghajar...




Rafka.


Sudah banyak pukulan yang mendarat ditubuhnya, namun Rafka tak melawannya sedikit pun.

"Salah gue apa Than! Apa!" Sentak Rafka.

Nathan menahan emosinya.

"Lo bikin adek gue masuk rumah sakit." Balas Nathan.

Rafka bangkit, ia memandang Nathan. "Adek lo selingkuhin gue Than, dia selingkuh." Cicit Rafka.

"Adek gue gak mungkin selingkuh." Nathan menekankan setiap kata katanya dan mendorong tubuh Rafka lalu pergi meninggalkannya tersungkur dipinggir jalan.

Dalam hati Rafka ia sangat menyesal, apalagi ucapan Nathan tadi terus menggema ditelinga Rafka. Tapi lagi lagi ego Rafka menepis penyesalannya itu.





Makasih udah tetap stay:*
Ceritanya makin gak nyambung ya?
Gue rasa juga gitu sih, jadi sedih gue😫

Jangan lupa tinggalkeun jejak👣

Ketua OSIS in Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang