"Gita, saya minta laporan keuangan perusahaan segera diserahkan ke saya besok pagi ya." Bu Nayla yang tiba-tiba menghampiri meja kerja Gita pun telah menghentikan niatnya yang hendak berdiri untuk segera pulang setelah penat bekerja lembur.
Bu Nayla ini merupakan seorang wanita paruh baya yang menjabat sebagai Manager Keuangan di perusahaan tempatnya bekerja. Jadi segala pekerjaan yang dikerjakan oleh Gita harus dilaporkan kepada bu Nayla.
"Baik. Saya permisi pulang dulu bu. Selamat malam." Tanpa menunggu balasan dari bu Nayla, Gita meraih tas nya dan kemudian dia pun segera pergi.
Di luar kantor, Gita bertemu dengan Dea yaitu teman semasa kuliahnya dahulu yang juga bekerja disini. Namun mereka tidak berada dalam divisi yang sama. Gita berada di Divisi Akuntansi sedangkan Dea berada di Divisi Pemasaran. Walaupun demikian, mereka berdua masih berteman baik. Bahkan saat mengetahui bekerja pada perusahaan yang sama, hubungan pertemanan mereka justru semakin akrab.
Dea yang hendak pulang dengan motornya itu pun menyapa Gita. "Eh Git, kerjaanmu sudah selesai? Mau pulang bareng tidak?" tawar Dea.
"Gausah. Aku naik bis aja," tolak Gita secara halus.
"Oh oke deh, hati-hati ya." Motor Dea melesat dengan gesit. Dan Gita pun segera melangkahkan kakinya menuju halte bis dekat kantornya.
Di dalam bis, Gita bisa sedikit relax dengan mendengarkan musik favoritnya. Namun sebelum itu, ia telah lebih dulu memasangkan earphone di ponselnya itu supaya tidak mengganggu penumpang lain--walaupun jumlah penumpang di dalam bis ini bisa dihitung dengan menggunakan jarinya.
Sejam kemudian, Gita turun di halte yang berada di Jl. Semuanya Indah 10 yang dimana halte itu merupakan satu-satunya halte yang paling dekat dari rumahnya--meskipun demikian, ia masih tetap harus berjalan kaki lagi sejauh setengah kilometer untuk bisa sampai di rumahnya.
Gita pernah ditawari untuk dibelikan motor oleh kedua orang tuanya. Namun ia menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak bisa mengendarakan motor. Jangankan motor, bahkan sepeda saja dia tidak bisa. Jadilah dia harus berangkat dan pulang kantor menggunakan bis umum. Selain harganya yang cukup terjangkau, Gita juga tidak perlu khawatir jikalau nanti dia dibegal.
Keadaan jalan pun sangat sepi seperti hari-hari sebelumnya. Belum jauh Gita melangkahkan kakinya dari halte, tiba-tiba dari arah yang sama terlihat mobil minibus yang sedang melaju sangat kencang.
BRUK!!
Suara hantaman yang sangat keras telah mengagetkan Gita. Ternyata 15 meter dari hadapannya itu ada sebuah mobil minibus yang melaju dengan sangat cepat yang dilihatnya tadi telah menabrak seseorang. Dengan panik, Gita segera berlari untuk menghampiri tempat kejadian. Namun, mobil yang telah menabrak seseorang itupun telah berhasil meloloskan diri.
Pandangannya langsung jatuh ketika melihat seorang pria paruh baya yang kini tengah berlumuran darah. Dengan segera, Gita pun mengecek keadaan korban yang sudah tergeletak kaku tersebut. Dia tidak peduli walaupun korban telah berlumuran oleh darah.
Tidak ada satu orang pun di tempat ini yang melihat kejadian selain dirinya. Setelah mengecek keadaan korban yang ternyata telah tewas itu, dengan segera Gita mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya itu dan langsung menekan tombol 110 untuk menghubungi polisi.
"Halo pak, selamat malam, disini saya Fragita Deviana melaporkan bahwa di Jalan Semuanya Indah 10 baru saja terjadi kasus tabrak lari yang menewaskan seorang korban."
"Baik saya akan mengirim beberapa polisi untuk segera menuju ke tempat kejadian. Dimohon anda tetap berada disana untuk memberitahukan rincian kejadian kepada pihak polisi. Terima kasih atas laporannya."
Sama hal nya seperti manusia pada umumnya, Gita juga memiliki rasa takut. Haruskah dia menunggu polisi dalam keadaan yang menyeramkan seperti ini? Ataukah dia harus kabur dan pulang ke rumahnya?
Demi alasan kemanusiaan, Gita akhirnya memilih option pertama. Masih belum nampak satu orangpun yang lewat dikarenakan jalan ini lumayan jauh dari pemukiman warga. Apalagi disaat malam hari seperti ini. Pada akhirnya Gita terus menunggu hingga polisi tiba.
Tidak perlu menunggu lama, suara sirine polisi bersahutan mulai terdengar dari kejauhan sedang menuju kearahnya. Beberapa orang polisi menghampiri korban untuk segera di evakuasi. Namun ada seorang polisi yang menghampirinya dengan memegang sebuah buku catatan beserta bolpoin.
"Dengan saudari Fragita Deviana yang melaporkan kejadian?" Tanya seorang polisi muda yang ber-nametag 'Ardan Bimantara'.
Gita menelan ludahnya gugup.
"I-iiya." Dia gugup bukan karena melihat tampang polisi muda yang tampan itu, namun ia gugup karena ia takut apabila dia harus berurusan dengan polisi. Prinsip hidupnya adalah 'Jauhi polisi maka hidup akan tentram'. Namun prinsipnya itu telah lenyap karena kejadian ini."Karena anda adalah satu-satunya saksi terhadap kejadian ini, anda diminta ikut ke kantor kami untuk dimintai keterangan."
"Maaf, tapi ini sudah larut malam dan saya harus segera pulang."
"Perlu anda ketahui bahwa menolak panggilan sebagai saksi dikategorikan sebagai tindak pidana menurut KUHP. Adapun ancaman hukuman bagi orang yang menolak panggilan sebagai saksi diatur di dalam Pasal 224 ayat 1 KUHP yaitu akan terancam hukuman pidana penjara paling lama sembilan bulan." Mendengar penjelasan dari Ardan itupun Gita langsung bergidik ngeri.
"Dan saya juga tidak dapat menolong anda apabila ternyata anda yang justru ditetapkan sebagai tersangka," lanjut Ardan.
"Anda jangan seenaknya menetapkan saya sebagai tersangka gitu dong! Saya bisa saja melaporkan anda juga jika anda main asal menuduh saya seperti itu!"
"Saya bisa saja menetapkan kasus ini sebagai kasus pembunuhan terencana. Tentu saja jika hal itu benar-benar terjadi, kami pihak polisi juga telah mendapatkan bukti yang cukup kuat."
"Apa buktinya?" Tanya Gita menantang.
"Pertama, anda yang melaporkan kejadian dan bisa saja ternyata anda telah merencanakan ini semua. Kedua, hanya anda satu-satunya orang disini. Dan yang ketiga, tangan anda yang juga berlumuran darah semakin memperkuat bukti bahwa anda adalah pelaku pembunuhan."
"Cukup! Saya tidak akan membiarkan reputasi saya tercemar karena tuduhan anda!" ucap Gita menyerah. "Baiklah saya akan ikut anda ke kantor polisi untuk menceritakan kronologis kejadian. Tapi sebelum itu bolehkah saya meminta air terlebih dahulu untuk mencuci tangan saya yang sudah bau amis karena darah ini?"
"Baiklah tunggu sebentar, akan saya ambilkan." Lalu Ardan menuju ke mobil polisi untuk mengambilkan apa yang diminta oleh Gita tersebut.
Sekarang Gita telah berada di dalam mobil polisi untuk dimintai keterangan di kantor polisi nanti. Esok hari Gita berencana untuk mengganti ponsel nya itu dengan ponsel yang baru untuk membuang kesialan yang tengah dialaminya malam ini.
Jika ada peringkat hari terburuk dalam kehidupan Gita, jelas hari ini termasuk ke dalam peringkat pertama diantara hari tersial lain baginya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ISSUES
Romansa"Mereka bilang cinta bisa dimulai dalam 0,2 detik. Yang aku butuhkan adalah 0,2 detik untuk jatuh cinta. Ini disebut cinta pada pandangan pertama. Makanya aku akan mengaku bahwa aku mencintaimu. Bahwa kau adalah hadiah, cinta, dan takdirku." -Noh Ji...