{25} Robbed

334 35 8
                                    

Hujan turun membungkus kota sepanjang pagi dinihari hingga saat ini. Padahal hari ini Gita harus bekerja. Ia merasa sangat malas sekali jika berangkat ketika hujan sedang turun.

"Git, hujannya masih awet loh ini, takutnya di jalan nanti banjir. Kamu yakin masih mau berangkat kerja?" Mamah Gita merasa khawatir terhadap anaknya, padahal itu hanyalah air hujan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan juga 'kan?

"Caca aja masih giat berangkat sekolah, masa karena hujan doang Gita jadi males? Gita nggak mau kalah dong mah," ucap Gita sambil merapihkan rambutnya.

Mamahnya membantah. "Caca kan tadi berangkat naik ojek. Lah kamu, mana kantor jauh, masih mau naik bis pula."

Papahnya yang sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja itupun ikut angkat suara. "Kenapa kamu tidak menyuruh polisi itu untuk mengantarkanmu berangkat ke kantor aja, Git?"

Gita langsung membantah. "Lah emang dia siapanya Gita?"

Gita mangenakan wedgesnya, setelah itu ia segera mencium punggung tangan kedua orang tuanya itu. "Yaudah deh mah, pah. Gita jalan dulu ya. Takut macet nih nanti, kalo kesiangan nanti Gita malah kena omel atasan kan?" pamitnya yang kemudian Gita mulai melebarkan payung dan beranjak pergi meninggalkan rumahnya.

"Assalamualaikum," salamnya di tengah-tengah suara gemercik air hujan.

"Waalaikumsalam."

***

Bis kota yang Gita tumpangi terus melaju di tengah derasnya air hujan. Langit nampak gelap, karena cahaya matahari sedang terhalang oleh awan-awan yang bergerumbul di atas sana. Gita menatap keluat lewat jendela kaca bis yang sedari tadi sudah berembun.

Bis yang biasanya sepi pun kini terlihat semakin sepi. Orang-orang akan sangat malas untuk menggunakan bis kota disaat hujan seperti ini. Dingin yang dihasilkam oleh AC kini semakin membuat tubuh Gita menggigil kedinginan katena ditambah dengan dinginnya udara.

Sesampainya di halte bis dekat kantornya, ia pun segera turun. Gita tidak langsung beranjak pergi dari halte itu. Ia terdiam sejenak, memperhatikan keadaan sekitar. Jalanan yang biasanya ramai kini pun nampak lenggang. Yang biasanya di pinggir jalan dipenuhi dengan pedangan asongan serta orang-orang yang berlalu lalang di trotoar, kini bahkan jumlahnya dapat dihitung dengan hitungan jari. Ini bukan kali pertamanya Gita merasakan suasana yang seperti ini. Jadi baginya, sudah sangat tidak asing lagi.

Ketika Gita hendak membuka payungnya, bis kota lain pun baru saja berhenti di halte itu. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat seseorang yang baru saja turun dari bis itu.

Dea, dialah orangnya. Gita yang hendak membuka payungnya itu harus mengurungkannya dahulu untuk menghampiri Dea.

"Dea? Kenapa kamu naik bis?" Tanya Gita langsung tanpa sapaan terlebih dahulu.

"Iya nih, Git. Motorku lagi ada di bengkel. Jadi terpaksa deh, aku berangkat kerja naik bis," jawab Dea sambil menyeka pipinya yang mulai basah terkena percikan air hujan.

"Oh gitu, yaudah yuk kita berangkat ke kantor bareng."

Dea mengeluarkan payung dari tasnya. "Git, nanti abis pulang kerja nanti mau nganterin aku ke bengkel, gak? Aku mau mengambil motorku. Nanti abis itu, aku antarkan kamu pulang deh pakai motorku."

ISSUESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang