6

2.7K 196 33
                                    

Setelah selesai makan, Tim perempuan yang kalah. Mereka melanjutkan permainan ke sebuah sungai, sungai dimana Vino menemukan Shani.

"Ayo, Nan. Vino kalah nih" Ucap Okta.

Dengan penuh semangat, Okta dan Jinan menekan tengkuk Vino hingga tubuh Vino membungkuk.

"Siap?" Jinan mengangguk.

Okta dan Jinan tampak tertawa lepas saat melihat Vino yang merasa kesakitan setelah mendapatkan pukulan di punggungnya.

"Kamu beruntung kalau Vino beneran cinta sama kamu" Ucap Gracia.

Para perempuan hanya duduk di pinggir sungai memperhatikan para kekasih mereka sedang menikmati permainan. Air sungai yang tidak tinggi dan bersih itu membuat mereka tidak khawatir jika kekasih mereka bermain disana.

"Ji, jangan pecicilan ya. Itu bahaya" Ucap Cindy.  Jinan hanya tersenyum lalu kembali bermain dengan dua sahabatnya, Okta dan juga Vino.

"Beruntung? Kenapa?" Tanya Shani bingung.

"Ya, kalau menurut aku sih. Kalian sama-sama beruntung kalau beneran jadian." Gracia mengangguk mendengar ucapan Cindy.

"Aku sebenernya kasihan sama Vino, orang diluar sana banyak yang mengatakan ingin hidup seperti dia. Tapi setiap harinya dia berharap kalau gak ada satu orangpun yang bernasib sama seperti dia" Ucap Cindy.

"Kadang Aku mikir, Vino itu tuh berasa burung yang ada dalam sangkar emas. Dia kelihatannya bahagia, kebutuhan serba ada. Mungkin kalau dia minta sebuah pulau untuk jadi hadiahnya pun dia bisa dapetin itu. Tapi dia gak bebas, dia kurang bahagia. Apalagi setelah saudara kembarnya, Kak Viny meninggal. Vino dan kedua orangtuanya semakin berjarak." Jelas Gracia.

Biasanya ia mereka tidak akan pernah mau menceritakan tentang kehidupan pribadi Vino pada orang lain. Tapi entah mengapa, mereka merasa harus menceritakan hal itu pada Shani.

"Jadi, Vino tidak bahagia?" Cindy dan Gracia sama-sama mengangguk.

"Lalu, apa yang bisa bikin Vino bahagia?" Tanya Shani

"Memangnya kalau udah tau, kamu mau lakuin?" Tanya Gracia. Dan senyumnya mengembang ketika melihat Shani mengangguk dengan semangat.

Gracia memberi kode pada Cindy untuk membantu dirinya dalam meyakinkan Shani nantinya. Mengerti akan kode dari Gracia, Cindy mengangguk.

"Nah, jadi gini. Vino itu bisa seneng dan bahagia kalau lagi makan, tidur, main sama kita dan..."

"Dan apa?" Tanya Shani penasaran.

"Dan Vino itu paling suka kalau di cium" Cindy berusaha menahan tawanya agar rencana mereka berjalan dengan lancar.

"Kenapa Vino suka dicium?"

"Ya, karena kalau dia dicium. Dia merasa di sayang sama kita. Kita juga sering cium Vino kok kalau dia lagi sedih" Ucap Gracia menambah kebohongan baru.

"Sekarang Vino lagi sedih atau tidak?" Tanya Shani dengan wajah polosnya.

"Dia lagi sedih tuh. Gih, kamu cium Vino. Biar dia gak sedih lagi" Jawab Cindy.

"Kalian sering mencium Vino di bagian mana?" Cindy sungguh merasa gemas dengan ekspresi wajah Shani. Membuatnya tak bisa menahan diri untuk tidak mencubit gemas pipi gadis berwajah ayu itu.

"Kita biasa ciumnya di pipi. Tapi kalau kamu mau bikin Vino lebih seneng lagi. Kamu cium di kening atau di bibirnya juga boleh" Ucap Cindy. Shani berpikir sejenak lalu mengangguk.

Shani lalu berdiri ingin menemui Vino.

"Vin, cewek lo tuh" Okta menunjuk dengan ujung dagunya, membuat Vino menoleh ke belakang. Dan benar saja, Shani sedang berjalan kearah mereka. Atau mungkin kearahnya.

Dia, Shani kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang