29

1.8K 204 69
                                    

"Vinoo..." Shani berlari lalu memeluk Vino. Padahal baru saja mereka tidak bertemu.

Shani melonggarkan pelukannya dengan kedua tangannya masih menggenggam erat ujung baju Vino.

"Aku tadi jalan-jalan sama mereka. Aku di beliin kerupuk dingin, sama Minuman gelembung" Ucap Shani dengan begitu semangat.

"Kerupuk dingin? Minuman gelembung? Lo berdua jajanin Shani apaan?" Tanya Vino.

"Ice cream cone, sama cola doang. Dia yang mau." Jawab Cindy.

"Iya, aku tadi mau bilang itu." Ucap Shani. Ia ingin menyebutkan nama makanan yang ia makan tadi, namun ia lupa namanya. Padahal sebelumnya, Cindy sudah memberi tahu tentang nama makanan yang keren itu padanya.

"Jangan kebanyakan minum itu. Nanti perut kamu sakit." Ucap Vino sambil mengelus kepala Shani.

"Strong dia tuh. Gak ngerti lagi gue. Lo tau, Vin? Dia udah ngabisin tiga kaleng Cola Vin, tiga kaleng. Gils gak tuh? Itu kalau kita gak bawa pulang. Dia bakal beli lagi"

Mendengar laporan Gracia pada Vino dan melihat Vino menatap ke arahnya dengan wajah datar.

Shani langsung melepaskan kedua tangannya dari ujung baju Vino, kemudian menutup keningnya dengan kedua tangan.

Shani tidak ingin Vino menyentil keningnya lagi.

Shani sudah sangat paham dengan arti tatapan Vino. Berarti Vino tidak suka dengan apa yang telah ia lakukan.

"Shani Indira.."

Shani menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Siapa yang bolehin kamu minum sebanyak itu?" Tanya Vino sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Aku haus" Jawab Shani dengan wajah memelas.

"Sini" Shani menggeleng, lalu bersembunyi di belakang Cindy.

"Indira, kesini sekarang. Atau aku gak mau ngomong lagi sama kamu."

Wajah Shani berubah cemberut, ia berjalan menghampiri Vino sambil menghentakkan kakinya.

"Turunin tangannya" Wajah Shani semakin cemberut. Namun ia tetap menurunkan tangannya yang sedari tadi melindungi keningnya.

Vino menyentil kening Shani. Ia tersenyum saat Shani memanyunkan bibirnya.

"Bentar" Jinan mengambil jarak dari teman-temannya untuk menjawab panggilan telfon nya

Cindy memperhatikan gerak-gerik kekasihnya itu. Sepertinya terjadi sesuatu.

"Gue ke kantor. Kalian ikut atau disini aja?" Tanya Jinan.

"Kita ikut deh"

Mereka pun berangkat bersama. Vino dan Shani ikut dimobil Okta.

"Kenapa Ji?" Tanya Cindy ketika mereka sudah di perjalanan menuju kantor.

"Ada sesuatu di perusahaan. Entah itu pembunuhan atau bunuh diri" Cindy tentu sangat terkejut. Ini baru pertama kalinya terjadi di perusahaan Jinan.

~~~

"Bagaimana?" Tanya Jinan.

"Mayatnya di temukan di toilet Tuan Muda. Meninggalnya sekitar 20 menit yang lalu" ucap Yeon.

"Berita ini jangan tersebar keluar. Urus segala sesuatunya. Dan Bawakan datanya ke ruanganku sekarang." ucap Jinan lalu berjalan meninggalkan ruangan itu.

Jinan masuk ke dalam ruang kerjanya dan langsung duduk di kursinya.

Vino, Shani, Okta dan Gracia memilih diam dan duduk di Sofa.

Jinan memutar kursinya hingga kini ia menghadap pada dinding kaca yang membuatnya bisa melihat padatnya kota itu.

Meski ia sedang pusing memikirkan masalah ini, ia tidak ingin melibatkan Sahabatnya atau membuat mereka ikut memikirkannya.

Cindy menghampiri Jinan lalu berdiri tepat di depannya.
Hanya dari tatapannya saja, Cindy bisa mengerti. Jika Jinan memerlukan dirinya.

Cindy membungkuk untuk mencium kening Jinan, membuatnya memejamkan matanya.

"Aku percaya kamu bisa selesaiin masalah ini. Tapi, aku gak mau kamu terlalu setres mikirin ini semua." Ucap Cindy dengan lembut.

Jinan tersenyum saat tangan halus Cindy mengusap lembut pipinya.

"Tuan Muda"

"Masuk"

Yeon masuk ke dalam ruangan Tuan muda nya dengan membawa sebuah Map berwarna biru ditangannya.

"Ini data nya"

Jinan membaca dengan teliti setiap data dari karyawan nya itu. Ia tidak ingin ada yang terlewat.

"Keluarganya?" Tanya Jinan lalu menyimpan kembali berkas itu di atas mejanya.

"Bu Ratna adalah seorang janda dan mempunyai anak perempuan. Mereka tinggal di kontrakan sederhana tidak jauh dari cafe tempat Tuan muda Vino berkerja." Jelas Yeon.

"Umurnya?" Tanya Jinan lagi.

"Sebelas tahun" Jinan diam. Ia tampak memikirkan sesuatu.

"Baiklah, terimakasih."

Saat akan meninggalkan ruangan Jinan. Yeon tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Tangannya mengambil ponsel nya yang membunyikan alarm yang terhubung dengan sistem keamanan rumah Jinan.

"Tuan Muda. Tawanan Anda kabur" Ucap Yeon yang sukses membuat mereka semua terkejut.

"Bagaimana bisa?!" Jinan berdiri dari kursinya lalu menggebrak meja.

Belum selesai satu masalah. Muncul lagi masalah baru.

"Yeon. Kau urus sebisa mu masalah yang ada disini." Yeon mengangguk lalu segera keluar dari ruangan Jinan.

"Gue mau ngomong bentar sama lo berdua" Ucap Vino.

Cindy yang mengerti pun mengajak yang lainnya untuk keluar, meninggalkan Jinan dan Vino berdua saja di ruangan itu.

"Kenapa Vin?" tanya Okta.

"Gue mau nitipin Shani ke kalian. Maksud gue di rumah kalian. Tapi, dengan penjagaan yang cukup, selagi kita sibuk nyari Frans" Ucap Vino.

"Ya udah, rumah gue aja. Atau mau di rumah Gre?" ucap Okta.

"Mungkin rumah Gre aja. Gue rasa dia gak bakal tau." Jinan mengangguk setuju.

"Gue bakal siapin orang buat mantau rumah Gre" Vino tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu.

"Oke. Mending sekarang kita balik. Gue penasaran dia kabur gimana caranya" ucap Okta.

~~~

Setiba di Rumah Jinan. Okta dan Vino saling pandang.
Keduanya mencoba melihat ekspresi wajah Jinan, namun yang terlihat hanya wajah datar tanpa ekspresi sama sekali.

Kali ini, Jinan akan benar-benar mengamuk. Mereka sangat yakin akan hal itu.

Keadaan rumah Jinan sangat berantakan. Dan Jinan sangat membenci hal itu.

"Vin. Kali ini Frans bakal di bikin mati sama si Jinan" bisik Okta pada Vino yang berdiri tepat di sampingnya.







😌 I'm Back 😎

Gimana?

Pendek ya? Gantung ya? 😂😂

Mau end nih 😀😁

Oh iya.. Sekilas info ae.. Gue lagi bikin ff baru😅😅

Untuk Team CiNan.. 😆😆

See Ya 🙋
Salam Team GreTa-VinShan-BebNju

Dia, Shani kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang