66

1.2K 114 62
                                    

Setelah merayakan pesta sederhana di rumah, dan tempat kerja Shani.
Mereka pun kembali pada pekerjaan masing-masing.

Tok.. Tok..

"Masuk" Tak ada suara orang berbicara setelah pintunya terbuka, Jinan mendongak dan melihat Okta yang ternyata bertamu.

"Lo gak kerja?" Tanya Jinan yang melihat Okta tiba-tiba muncul di ruangannya.

"Kerjaan gue udah aman. Makanya gue kesini" Jawab Okta dengan santai dan langsung duduk di kursi yang berada di depan meja Jinan.

"Lo kepikiran gak sih tentang mereka nanti?"

"Mereka? Siapa?"

"Vino sama Shani." Jinan menaikkan sebelah alisnya. Entah apa lagi yang dipikirkan sahabatnya sekarang.

"Gue sepanjang jalan nganter Gre tadi, mikirin itu. Pas hamil gede Shani bakal seheboh apa ya?"

"Jangan lo pikirin, kalau gak mau kepala lo berasap. Tungguin aja" ucap Jinan, ia kembali terfokus pada berkas di mejanya.

"Eh haus nih gue"

"Ambil sendiri"

"Gue tamu kayak gak ada harga dirinya dah"

"Orang yang gak diundang, gak bisa dikatakan sebagai tamu"

Okta membuka kulkas mini di ruangan Jinan lalu kembali duduk di depan sahabatnya itu.

"Ubah deh kebiasaan lo, Nan. Semisal anak lo cowok, mulut nya nurun lo yang pedes. Gak akan dapat jodoh anak lo ntar"

"Buktinya gue punya jodoh."

"Ya lo sendiri mengakui, gak ada perempuan yang bisa sama apalagi menggantikan Cindy. Ya karena Tuhan cuma buatin satu khusu lo doang. Buat anak lo gak ada"

Jinan menutup map nya dan menatap Okta.
"Datar amat tuh muka udah kayak keripik pisang"

"Lo ada masalah apa sama calon anak gue deh?"

"Gak ada masalah apa-apa, gue cuma ingetin aja. Kan kasian kalau anak lo doang entar yang gak dapat jodoh."

Pintu ruangan Jinan kembali diketuk, dan kali ini yang datang adalah Cindy.

"Udah selesai?" tanya Jinan, Cindy hanya mengangguk lalu menyapa Okta.

"Tuh, belajar kayak Cindy" Cindy yang tidak mengerti pun hanya diam memperhatikan keduanya kembali berdebat.

"Nanti anak gue cakepnya kayak gue, baiknya kayak Cindy. Mau apa lo?"

"Lah yakin? Lo kan tipe manusia yang gak mau ngalah, entar 90% kayak lo gimana?"

"Ntar gue ngalah kalau perlu sambil nego pas bikinnya"

"Lo pasti lupa akan hal itu."

"Gue gak pelupa"

"Entar gue ingetin mau? Sebagai temen yang baik nih"

"Boleh, tapi..."

Tawa Okta langsung pecah begitu mendengar jawaban ngasal Jinan. Sifat tak mau kalah dari sahabatnya itu memang sudah mendarah daging. Ia tidak akan mengalah pada siapapun kecuali pada Cindy.

"Kan ketahuan lo gak mau ngalah. Masa sampe setuju gue ingetin. Berarti gue nelfon lo pas lagi bikin anaknya dong." Jinan terdiam matanya melirik pada Cindy yang menatapnya dengan tajam.

"Eh, kayaknya si Gre bentar lagi beres deh. Bye, gue jemput calon bini gue dulu ya. Nih undangan pernikahan gue ntar." Okta langsung lari menyelamatkan dirinya sendiri, tanpa memperdulikan nasib Jinan.

Dia, Shani kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang