34

1.9K 199 49
                                    

Cindy terus menatap wajah Jinan sambil mengusap lembut kepalanya. Selalu seperti ini, jika sudah bertengkar dengan orangtuanya. Atau setelah melewati hari yang sulit. Jinan akan selalu mencarinya dan mau tidak mau, suka atau tidak. Jinan akan tetap meminta Cindy untuk menemaninya beristirahat. Dengan ia yang berbaring, berbantal paha Cindy. Sama seperti sekarang ini.

"Ji, kamu gak boleh begini selamanya sama orangtua kamu." Ucap Cindy. Setelah cukup lama berdiam diri.

"Bukan salah aku. Mereka yang mulai" Jawab Jinan tanpa membuka matanya.

"Iya, aku ngerti. Tapi, kamu kan gak mungkin gini terus. Mau sampai kapan? Aku gak mau ya, kalau nanti seandainya kita nikah dan keadaan keluarga kita nanti masih begini." Ucap Cindy. Ia ingin Jinan berubah.

Jika sudah membahas masalah keluarganya, Jinan mudah sekali emosi. Karena itu, ia selalu menasehati Jinan dengan acara menyangkut pautkan dengan hubungan mereka kedepannya. Dan hal itu ampuh untuk sedikit meredam emosi Jinan yang sangat mudah naik.

"Iya, aku tau. Aku juga lagi mikirin, gimana caranya Papa aku mau nerima kamu. Karena aku gak mau sama yang lain" Jinan perlahan membuka matanya. Dan matanya langsung bertatapan dengan mata indah milik Cindy.

"Gimana bisa aku sama yang lain? Sedangkan mata kamu aja selalu berhasil bikin aku makin cinta sama kamu" Ucap Jinan. Kata-kata itu begitu saja terucap dari bibirnya.

"Mau belajar ngegombal nih sekarang?" Cindy mencubit gemas hidung Jinan.

"Aku gak lagi ngegombal. Aku serius. Itu alasannya aku dulu waktu nembak kamu, gak pengen tatap mata kamu lama-lama. Aku takut aku jadi gila karena tatapan kamu" Cindy terkekeh mendengar kejujuran Jinan.

Jika diingat-ingat lagi, sewaktu Jinan menyatakan cinta padanya dulu. Sungguh sangat tidak romantis dan sangat kaku.

-Flashback

"Cindy, ikut gue bentar yuk." Ajak Gracia.

"Mau kemana, Gre? Gue gak bisa ikut jalan-jalan. Gue ada kerjaan." Ucap Cindy, namun Gracia sepertinya tetap tidak ingin melepaskannya begitu saja. Dan terpaksa ia harus mengikuti Gracia yang entah kemana arah tujuannya.

"Kita mau kemana sih Gre?"

"Bentar, lo tunggu disini aja. Jangan kemana-mana." Ucap Gracia lalu meninggalkannya di parkiran, dekat dengan mobil milik Okta.

"Cindy?"

Cindy menoleh kebelakang saat mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.

"Jinan? Kenapa?"

"Gue mau ngomong sama lo" Jawab Jinan. Mungkin ia terlihat biasa saja, dimata Cindy. Namun, saat itu. Hanya ia dan Tuhan saja yang tau, betapa gugupnya seorang Kim Jinan.

Jinan memasukkan kedua tangannya di saku celana nya kemudian menatap lurus kedepan. Ia benar-benar tidak ingin menatap mata Cindy.

"Mau ngomong apa?" Tanya Cindy, tidak ada rasa curiga sedikitpun. Karena, yang Cindy tau. Jinan memanglah seperti itu. Terlalu kaku dan sangat tidak suka berbasa-basi.

"Gue suka sama lo, dan gue mau lo jadi pacar gue." Ucap Jinan dalam satu tarikan nafas.

Cindy terkejut dengan cara Jinan yang menyatakan cinta nya dengan cara seperti ini. Bahkan Jinan tidak menatap matanya.

"Lo, bercanda kan? Kenapa gak mau natap gue?" Jinan memejamkan matanya kuat-kuat, sebelum menatap mata Cindy.

"Jawab gue, karena gue gak pernah ngomong ini lagi untuk kedua kalinya" Ucap Jinan.

Dia, Shani kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang