44

1.8K 215 147
                                    

Sudah tiga hari ini Shani selalu ditemani oleh Cindy. Terkadang, Ochi dan Shania juga menjenguknya. Mereka tidak membiarkan Gracia atau Okta yang menemani Shani. Karena mereka sulit dipercaya untuk menjaga rahasia tentang keadaan Vino yang sebenarnya.

Seperti kejadian sore kemarin, Gracia dan Okta membuat Shani curiga dan akhirnya, Cindy dan Jinan harus memutar otak untuk kembali membohongi Shani tentang keadaan Vino yang sebenarnya. 

"Cindy"

"Kenapa, Shan?"

"Aku kapan pulang? Aku gak mau disini terus" Tanya Shani.

Ia sudah sangat bosan berada di rumah sakit. Ia tidak bisa melakukan apapun dan tidak boleh berjalan kemanapun.

"Sabar ya, kamu bosen ya?"

Shani mengangguk.

"Botol minum aku juga udah gak di gantung lagi di situ. Selangnya juga udah di cabut" Cindy tersenyum. Padahal dirinya sudah memberitahu Shani, jika itu adalah botol infus, bukannya botol air.

"Vino kok belum kesini? Dia cari bunga dimana?" Cindy yang sedang mengupaskan buah untuk Shani pun berhenti ketika mendengar pertanyaan Shani. Bagaimana ia harus menjawabnya? Vino saja masih belum sadarkan diri sampai hari ini. Padahal sudah tiga hari semenjak kecelakkaan itu, namun Vino belum ada perkembangan.

"Vino masih ada urusan yang harus dikerjain. Nanti kamu pasti ketemu kok"

"Aku jadi gak suka bunga lagi. Bunga bikin Vino gak pulang-pulang. Aku gak ada temen" Keluh Shani.

"Loh, aku kan nemenin kamu. Ada Jinan juga, Om boby, Tante Shania, Tante Ochi, Gracia sama Okta. Coba deh hitung. Ada berapa tuh" Shani menuruti ucapan Cindy, ia menghitung semua orang yang selalu ada disisinya.

"Ada delapan orang."

"Kok delapan orang?" Tanya Cindy. Seharusnya tujuh karena ia tidak mungkin menghitung Vino.

"Cindy, Jinan, Papa Boby, Mama Shania, Mama Ochi, Gracia, Okta, Okta. Pas delapan" Ucap Shani. Ia bahkan menggunakan jarinya untuk menghitung.

"Kok Okta nya ada dua?"

"Dia tinggi banget, jadi aku hitung dua." Cindy tertawa mendengar jawaban polos Shani.

Cindy menoleh ketika pintu ruangan Shani terbuka. Dan ternyata Jinan lah yang datang.

"Kamu udah makan Ji?" Jinan mengangguk.

"Kamu udah?"

"Udah kok, tadi aku beli makanan terus makan disini sama Shani." Jinan tersenyum sambil mengusap kepala Jinan. Baru setengah hari tidak melihat wajah Cindy dan juga suaranya, rasa rindunya sudah menumpuk.

"Shani sudah boleh pulang" Shani bertepuk tangan, ia terlihat sangat bahagia mendengar berita dari Jinan.

"Siap-siap ya? Udah kamu ganti pakaian, kita temuin Vino." Cindy langsung menoleh pada Jinan. Bukankah mereka semua sepakat untuk menyembunyikan tentang kondisi Vino yang sebenarnya.

"Baju kamu ada kan? Ganti baju di kamar mandi ya" Shani mengangguk dengan semangat. Ia langsung mengambil bajunya yang pagi tadi Cindy bawakan.

"Ji, maksud kamu apa? Kan kita udah sepakat untuk ngerahasiain ini dari Shani." Tanya Cindy saat Shani sudah masuk ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu.

"Gak ada gunanya nyembunyiin lagi. Lagian ini juga atas permintaan Om Boby dan Tante Shania. Aku Cuma nyampein aja" Jawab Jinan.

"Ya udah, kalau itu emang maunya mereka. Tapi, aku jadi khawatir sama Shani. Dia pasti sedih banget kalau tau keadaan Vino yang sebenernya"

Dia, Shani kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang