BAGIAN 15

43.5K 2.9K 36
                                    

Ketetapan hati akan dibuktikan dengan apa yang kau putuskan. Sebelum keraguan datang, maka putuskanlah dengan bijak.

* * *

BIMBANG

Diva menatap ke arah luar jendela rumah pondok sejak pulang dari rumah Abah. Kiana berusaha berbicara dengannya namun tak ada juga jawaban pasti tentang apa yang terjadi pada wanita itu.

Kiana meletakkan secangkir teh hangat di meja dan kembali menatap Diva.

"Kamu masih belum bisa melupakan Daniel kan?," Kiana bertanya secara frontal.

Diva menoleh dan menatapnya dengan wajah terkejut.

"Kalau memang begitu, jangan terima perjodohan dengan Akh Salman. Kamu hanya akan menyakiti hatinya...," tegas Kiana.

Diva mengangguk.

"Aku sudah mengatakan hal yang sama pada Akh Salman sebelum kamu memberiku saran, Ki. Aku sudah berterus terang pada Akh Salman tentang perasaanku pada Kak Daniel," ujar Diva.

Kiana menatap Diva tanpa jeda. Diva kembali menitikkan airmatanya.

"Aku sudah jatuh cinta terlalu dalam pada Kak Daniel, Kiana..., aku tidak mampu membohongi diriku sendiri untuk berpura-pura melupakannya. Seumur hidupku, hanya dia yang aku harapkan," Diva mengatakan segalanya dengan jujur.

"Kalau begitu temui Kak Daniel, bilang padanya tentang apa yang kamu rasakan. Jangan begini terus..., kamu harus... ."

Tok..., tok..., tok...!!!

Suara ketukan pintu memotong ucapan Kiana. Diva menyeka airmatanya dengan cepat, Kiana bergegas membuka pintu.

"Assalamu'alaikum Ukhti Kiana...," sapa Bu Nyai dengan senyumannya yang menyejukkan hati.

"Wa'alaikum salam Bu Nyai, mari masuk," balas Kiana.

"Afwan Ukhti Kiana...," cegah Bu Nyai, "..., sebaiknya kita yang harus keluar dari rumah ini," lanjutnya.

Bu Nyai menunjuk pada sosok seorang pria yang tengah berdiri di depan pagar rumah pondok santriwati bersama Abah. Kiana pun mengerti.

Diva hendak keluar rumah menyusul Kiana, namun langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok seseorang di hadapannya. Orang itu berdiri di ruang tamu, menatap ke arah Diva tanpa bisa membendung airmatanya.

Dia mendekat, Diva merasakan sesak di dalam dadanya tanpa bisa dibendung.

"Ummi..., tolong maafkan kesalahan Abi..., jangan tinggalkan Abi lagi..., Abi nggak sanggup," pinta Daniel, lirih.

Pertahanan Diva runtuh seketika. Airmatanya jatuh membasahi wajahnya yang masih terbalut oleh niqob. Diva mendekat dan memeluk Daniel dengan erat.

"Abi yang menyakiti Ummi..., Abi yang buat Ummi sengsara..., Abi yang buat hati Ummi terluka...," Diva mengungkapkan amarahnya dengan lembut.

Daniel membalas pelukan itu dengan erat, seakan ia tak ingin lagi kehilangan.

"Abi tahu Mi, Abi salah sama Ummi. Jadi tolong, berikan Abi kesempatan untuk menjelaskan sama Ummi, berikan Abi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan," pinta Daniel sekali lagi.

"Bagaimana dengan nama baik Kak Salwa??? Abi sudah berzina... ."

"Ummi salah paham..., Abi tidak pernah berzina dengan Kak Salwa. Semuanya salah paham Mi..., Abi cinta sama Ummi, Abi pernah melakukan kesalahan dengan menikahi wanita lain selain Ummi, tapi Abi tidak pernah berniat untuk melakukan kesalahan itu lagi Mi. Abi hanya akan menjalani hidup ini sama Ummi, seperti yang Ummi pernah katakan pada Abi..., bahwa dalam kehidupan masa depan kita tidak akan pernah ada yang namanya perceraian. Ummi ingat kan?," tanya Daniel.

Diva menatap Daniel dan mengangguk pelan. Ia selalu mengingat hal itu, bahkan ia tak pernah berniat untuk melupakannya.

"Mi..., tolong jangan tinggalkan Abi lagi..., Abi menderita tanpa Ummi," pinta Daniel.

"Tapi Ummi sudah menceraikan Abi...," lirih Diva dengan airmatanya yang masih saja tak mau berhenti.

"Perceraian itu tidak terjadi...," ujar Abah, yang ternyata masih menunggu di depan pintu.

Abah masuk ke dalam rumah itu bersama Bu Nyai. Daniel dan Diva melepaskan pelukan masing-masing.

"Di dalam Islam, cerai terjadi dari pihak suami. Dalam artian, ketika suami mengatakan cerai kepada istrinya, maka cerai terjadi, baik suami tersebut ketika mengatakan cerai dalam keadaan marah atau tidak. Sedangkan, jika yang mengatakan kata cerai adalah istri, cerai tidak terjadi walaupun diucapkan oleh istri berulang-ulang kali," jelas Abah.

Bu Nyai tersenyum.

"Walaupun demikian, istri bisa menceraikan suaminya dengan cara khuluq atau menggugat cerai lewat pengadilan. Dan jika gugatan cerai diterima pengadilan, dan pengadilan memutuskan cerai, perceraian baru terjadi," tambah Bu Nyai.

"Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ath-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dikatakan 'siapa saja wanita yang meminta atau menuntut cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut.' Jadi..., karena masalah yang terjadi di antara Ukhti Diva dan Akh Daniel adalah sebuah kesalahpahaman, maka Ukhti Diva diharamkan untuk meminta cerai dari Akh Daniel," tambah Abah.

"Astaghfirullah hal 'adzhim...," Diva pun segera beristighfar ketika mendengar penjelasan tersebut.

Ia segera meraih tangan Daniel dan menciumnya dengan berlinang airmata.

"Maafkan Ummi, Abi..., Ummi khilaf...," pinta Diva.

Daniel mengusap kepala Diva dengan lembut.

"Abi sudah memaafkan Ummi. Kita hanya manusia biasa Mi..., Abi juga punya banyak kekhilafan di masa lalu. Tolong maafkan Abi juga ya Mi...," ujar Daniel.

Diva mengangguk seraya tersenyum dari balik niqob-nya. Abah dan Bu Nyai menyambut keputusan mereka dengan bahagia.

Kiana masih berdiri di luar rumah pondok, Salman berjalan dari arah masjid menuju ke arahnya.

"Allah tidak akan memisahkan hamba-hamba-Nya yang memang sudah berjodoh. Allah tidak pernah keliru ketika mempertemukan dua orang insan dalam sebuah ikatan pernikahan," ujar Salman.

Kiana tak menoleh, ia tetap menundukkan kepalanya dan tidak menatap Salman yang bukan mahromnya.

"Apakah Akh Salman kecewa dengan apa yang Ukhti Diva putuskan pada akhirnya nanti?," tanya Kiana.

Salman tersenyum.

"Kalau saja Ukhti Kiana ada saat Abah hendak menjodohkan saya dengan Ukhti Diva kemarin, mungkin Ukhti tak perlu lagi menanyakan apakah saya kecewa atau tidak," ujar Salman.

Kiana masih tak mengerti.

"Saat ini, saya ingin menanyakan satu hal pada Ukhti, jika Ukhti tidak keberatan," pinta Salman.

"Tanyakan saja Akh Salman, Insya Allah saya akan menjawabnya jika bisa," balas Kiana.

Salman menarik nafasnya dalam-dalam untuk beberapa saat sebelum ia menghembuskannya dengan satu kemantapan hati.

"Apakah Ukhti Kiana bersedia menikah dengan saya?," tanya Salman.

Kiana pun mengangkat wajahnya dengan rasa terkejut yang nyata.

'Apakah semudah itu cinta berpaling??? Karena sejujurnya aku tahu, hatimu hanya mencintai dia.'

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang