BAGIAN 21

38K 2.5K 11
                                    

Biarkan orang lain menilai, karena hanya Allah yang tahu kebenarannya. Biarkan orang lain merendahkan, karena hanya Allah yang meninggikan derajat manusia.

* * *

IKATAN TAKDIR

Kiana memasuki ruang UGD setelah Dokter memanggilnya. Ratih menemaninya untuk mewakili orangtua Kiana yang telah tiada.

Salman terbaring dengan wajah pucat dan beberapa luka bakar di bagian tangan, kaki, dan wajahnya. Kiana pun kembali menangis saat melihat keadaan Salman.

Salman membuka kedua matanya.

"Ukhti Kiana...," panggil Salman.

Kiana mendekat bersama Ratih. Niqob berwarna putih dengan hiasan renda berwarna keemasan yang dipakai Kiana telah basah oleh airmata. Salman menyadari itu.

"Ukhti..., maafkan saya karena tidak datang tepat waktu di acara pernikahan kita. Allah memberikan cobaan yang maha dahsyat untuk saya, sehingga tidak dapat menepati janji untuk menikahi Ukhti hari ini," ujar Salman.

"Jangan bicara seperti itu Akh Salman..., saya masih bersedia menunggu jika memang Akh Salman belum sembuh," balas Kiana.

Salman tersenyum.

"Ukhti memang wanita yang sangat baik..., tapi saya juga manusia biasa yang mungkin saja akan menyakiti Ukhti setelah apa yang terjadi hari ini. Saya tidak sempurna lagi Ukhti..., saya mengalami beberapa cacat yang tidak akan bisa hilang akibat luka bakar. Saya tidak mau Ukhti merasa malu dengan keadaan saya sekarang," jelas Salman, airmata pun jatuh di sudut matanya.

"Tidak Akh Salman, saya tidak merasa malu. Saya ingin tetap menikah dengan Akh Salman, apapun resikonya. Saya tidak peduli dengan penilaian orang lain..., jadi tolong..., jangan sakiti saya dengan membatalkan apa yang sudah kita rencanakan," pinta Kiana.

Ratih mengusap kepala Salman dengan lembut, Salman pun menatapnya.

"Nak Salman..., apakah kamu sanggup jika harus mengucap ijab-kabul di hadapan penghulu saat ini juga?," tanya Ratih.

"Tapi Bu... ."

"Jawab saja..., karena jawabanmu akan membuat semua hati yang ada di sini dan di luar sana merasa amat bahagia. Allah menyukai hamba-Nya yang mampu menerima kenyataan tanpa melarikan diri nak..., jadi jangan berlari. Kiana ada di sini untuk kamu, atas takdir dari Allah," jelas Ratih.

Salman pun merasa tersentuh luar biasa mendengar apa yang Ratih katakan. Ia menatap Kiana sekali lagi.

"Saya sanggup Bu..., saya akan menikahi Ukhti Kiana saat ini juga," jawab Salman, mantap.

Ratih pun segera membawa Kiana keluar dari ruangan itu, dan memberi tahu Gunawan. Gunawan berbicara dengan Abah yang akhirnya menjadi penghulu untuk menikahkan Salman dan Kiana.

Diva memeluk Kiana bersama Nilam, Risya dan Ria di luar ruang UGD, setelah Kiana mengulang wudhu-nya. Firman, membantu Salman untuk duduk di atas ranjangnya setelah membantunya berwudhu. Ardi dan Rasya menjadi saksi dari pihak Salman, sementara Daniel dan Gunawan menjadi saksi dari pihak Kiana.

"Bismillahirrahmanirrahim..., saya nikahkan, Salman Kholil Jaelani bin Abdul Mu'is dengan Kiana Syariffa binti Hanif Mansyur, dengan mas kawin berupa cincin emas seberat lima gram, serta seperangkat alat shalat dan Al-Qur'an dibayar tunai karena Allah ta'ala."

"Saya terima nikahnya Kiana Syariffa binti Hanif Mansyur, dengan mas kawin berupa cincin emas seberat lima gram, serta seperangkat alat shalat dan Al-Qur'an dibayar tunai karena Allah ta'ala," jawab Salman.

Abah melihat ke arah para saksi.

"Sah?," tanya Abah.

"Sah!!!," jawab para saksi, serempak.

Kiana menangis seraya mengucap syukur dalam hati. Ratih memeluknya dengan erat dan penuh kasih sayang.

"Alhamdulillahirabbil 'alamin. Ya Allah Ya Tuhan kami…Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan cinta hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru keagungan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu."

"Ya Allah Ya Tuhan kami…, maka kuatkanlah ikatan pertalian mereka berdua, abadikan kasih sayang keduanya, tunjukkanlah jalan-Mu dan penuhilah hati kedua pengantin ini dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dada keduanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepada-Mu, hidupkanlah hati mereka berdua dengan ma’rifat-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong."

"Ya Allah Ya Tuhan kami…, pada hari ini dua hamba-Mu baru saja mematri janji di hadapan para saksi. Kami tahu tidak mudah untuk memelihara ikatan suci ini, mereka dalam naungan ridha dan maghfirah-Mu. Karenanya kami memohon demi Kebesaran dan Rahmat-Mu, Jadikanlah mereka pasangan ini saling mencintai di kala dekat, saling menjaga kehormatan dikala jauh, saling menghibur dikala duka, saling mengingatkan dikala bahagia, saling mendoakan dalam keadaan takwa, rabbana aatinaa fid dunnya hasanah wa fil akhiroti hasanah, wakina 'adzabannar. Subhanaka robbial robbi 'idzaati ammaa yashifuun wasalamun 'alal murshalin wa'alaa alihii wa shohbihii 'ajma'in, walhamdulillahi rabbil 'alamin," tutup Abah setelah berdo'a untuk Salman dan Kiana.

Firman kembali membantu Salman berbaring untuk beberapa saat. Diva dan Ratih membawa Kiana masuk ke dalam ruang UGD kembali dan menyandingkannya dengan Salman yang sudah duduk kembali dan bersandar pada ujung ranjang.

Kiana meraih tangan Salman dan menciumnya dengan khidmat. Linangan airmata membasahi wajah Kiana. Salman memakaikan cincin di jari manis tangan kanan Kiana lalu mengecup keningnya dengan lembut.

"ALLAHUMMA INNI AS’ALUKA MIN KHAIRIHA WA KHAIRI MA JABALTAHA ‘ALAIHI. WA A’UDZUBIKA MIN SYARRIHA WA SYARRI MA JABALTAHA ‘ALAIHI. Ya Allah..., sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya." Salman pun mengecup kening Kiana sekali lagi.

Kiana dan Salman saling menatap penuh cinta di tengah linangan airmata mereka.

'Kebahagiaan itu tidak menyulitkan. Karena kebahagiaanku adalah kamu, wanita yang tak pernah takut akan kesulitan.'

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang