BAGIAN 16

43.3K 2.8K 30
                                    

Hal terberat dalam hidup ini adalah ketika kita mencoba mengikhlaskan sesuatu. Namun jika kita bisa melewatinya, maka Allah akan membalasnya dengan yang lebih baik.

* * *

MERENUNG

Firman, Ardi, dan Rasya telah menyelesaikan bacaan Al-Qur'an mereka lebih awal, Salman masih duduk di dalam masjid dan membiarkan mereka keluar lebih dulu.

Ketika sudah tak ada siapapun, Salman pun menutup Al-Qur'annya dan menundukan kepalanya menatap lantai masjid yang berwarna kuning gading.

Berulang-ulang kali ia menghembuskan nafasnya yang terasa berat, seberat hal yang mengganjal dalam hatinya.

Flashback On

"Apakah Akh Salman masih mencintai saya meskipun tahu bahwa saya adalah seorang wanita yang pernah menikah di masa lalu?," tanya Diva, sesaat setelah Salman mengungkapkan perasaannya pada Abah.

Salman menatap wajahnya sesaat lalu menunduk kembali. Ia merasa belum memiliki hak untuk menatap wajah Diva seutuhnya.

"Tentu Ukhti, saya tetap mencintai Ukhti sekalipun saya tahu bahwa Ukhti pernah menikah," jawab Salman, mantap.

Diva terisak, wanita itu tak mampu menahan airmatanya meskipun ia tengah berada di hadapan Abah dan Bu Nyai.

"Apakah Akh Salman bisa menerima jika saya tak pernah mencintai Akh Salman meskipun kita sudah menikah nanti?," tanya Diva lagi.

Kali ini Salman terdiam tanpa mampu mengatakan apapun.

"Saya memang dijodohkan dengan Kak Daniel, tapi saya juga jatuh cinta padanya ketika kami bertemu di pelaminan. Hati saya selalu condong mengarah kepadanya. Setiap malam selama sepuluh tahun ketika saya tak bisa bersamanya, hanya dia yang ada dalam setiap do'a dan dzikir yang saya ucapkan. Jadi..., apakah hal itu bukan masalah besar bagi Akh Salman, jika saya pada akhirnya hanya tetap mencintai Kak Daniel meskipun saya menikah dengan Akh Salman???."

Hati Salman bagaikan diiris dengan ribuan pedang. Ia merasa bersalah karena baru saja membuat seorang Akhwat menangis. Apakah adil jika ia tetap memaksa untuk menikah dengan Diva, sementara wanita itu memiliki cinta yang tak akan pernah terhapus dalam hatinya untuk Daniel?

Salman masih menundukkan kepalanya.

"Bu Nyai..., tolong pakaikan kembali niqob pada wajah Ukhti Diva. Saya mundur dari perjodohan ini," ujar Salman.

"Apakah Nak Salman tidak mau istikharah terlebih dulu?," tanya Abah.

"Benar Akh Salman, sebaiknya pertimbangkanlah dulu. Istikharah...," tambah Zahra.

Salman menatap ke arah Abah.

"Saya tidak ingin merebut cinta yang hanya tertuju pada pria yang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk Ukhti Diva. Apa yang saya lakukan tidak akan adil bagi Ukhti Diva. Saya hanya akan menyakitinya lebih dalam," jawab Salman.

"Tapi memutuskan sesuatu secara terburu-buru bukanlah hal yang tepat Nak Salman. Kita harus berpikir jernih saat memutuskan sesuatu," ujar Bu Nyai.

"Benar Bu Nyai..., tapi sejernih apapun pikiran saya, saya tetap tidak akan mampu untuk mengubah isi hati Ukhti Diva yang selalu mencintai suaminya," balas Salman.

Abah menganggukan kepalanya, pertanda bahwa ia mengerti dengan apa yang Salman pikirkan.

"Baiklah kalau begitu, perjodohan ini dibatalkan. Namun ingat Nak Salman, tidak akan ada kesempatan kedua untuk mengubah keputusanmu hari ini. Ukhti Diva tidak akan pernah dijodohkan lagi denganmu meskipun pada akhirnya nanti Allah tetap memisahkan dia dengan Daniel," tegas Abah.

Salman menganggukan kepalanya.

"Saya mengerti Abah," jawab Salman.

Bu Nyai pun segera memakaikan kembali niqob di wajah Diva yang masih berlinang airmata. Salman menyerah.

Flashback Off

Salman POV

Aku membuka kedua mata saat ku dengar suara Abah yang tengah berbincang dengan seseorang di dekat rumah pondok santriwati. Aku pun bangkit dari duduk dan melihat keluar jendela masjid.

Aku melihat Bu Nyai meminta Kiana untuk keluar dari rumah pondoknya, sementara pria yang berbicara dengan Abah pun masuk ke dalam rumah itu.

Seketika, Aku segera meyakini bahwa orang itu adalah Daniel - pria yang Diva cintai. Aku pun segera keluar dari dalam masjid dan menghampiri Kiana yang sedang menunggu di depan rumah pondoknya.

Aku mendekatinya dan melihat ada kerisauan di wajahnya, meskipun wajah itu terbalut oleh niqob. Aku masih bisa melihat melalui matanya, karena mata adalah jendela hati.

"Allah tidak akan memisahkan hamba-hamba-Nya yang memang sudah berjodoh. Allah tidak pernah keliru ketika mempertemukan dua orang insan dalam sebuah ikatan pernikahan," ujarku.

Kiana memilih untuk tidak menatapku dan segera menundukkan kepalanya. Sifat yang sama seperti yang Diva miliki. Sifat yang sangat aku puji dari wanita yang mampu menjaga pandangannya.

"Apakah Akh Salman kecewa dengan apa yang Ukhti Diva putuskan pada akhirnya nanti?."

Aku terhenyak sesaat ketika Kiana mengajukan pertanyaan itu padaku. Aku pun tersenyum mendengarnya.

"Kalau saja Ukhti Kiana ada saat Abah hendak menjodohkan saya dengan Ukhti Diva kemarin, mungkin Ukhti tak perlu lagi menanyakan apakah saya kecewa atau tidak," jawabku.

Kiana mengerutkan keningnya, aku tahu bahwa dia masih belum mengerti apa maksud perkataanku.

"Saat ini, saya ingin menanyakan satu hal pada Ukhti, jika Ukhti tidak keberatan," aku memberanikan diri.

"Tanyakan saja Akh Salman, Insya Allah saya akan menjawabnya jika bisa," balas Kiana, dengan suaranya yang selalu tenang.

Aku menarik nafas dalam-dalam untuk beberapa saat sebelum memantapkan hati. Jantungku berdebar-debar melebihi debaran ketika aku mengungkap perasaanku pada Abah untuk Diva.

Kiana terlihat menunggu pertanyaanku, dan aku pun tak ingin membuatnya menunggu lebih lama.

"Apakah Ukhti Kiana bersedia menikah dengan saya?," tanyaku, pada akhirnya dengan rasa gugup yang mendera.

Kiana pun mengangkat wajahnya dengan rasa terkejut yang nyata, namun ia tetap tak menatapku. Aku tahu, dia terkejut.

'Aku bertanya bukan untuk melarikan diri dari kenyataan bahwa dia tak mencintaiku. Aku bertanya karena Allah menunjukkan namamu dalam Istikharah-ku.'

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang