BAGIAN 5

56.5K 3.5K 51
                                    

"Mata dan Hati satu sama lain saling berhubungan. Jika salah satu baik maka akan baik pula yang lainnya. Menjaga mata merupakan sesuatu yang mesti dilakukan agar hati terjaga pula."

(Ustadz Rochmad Supriyadi, LC.)

* * *

HANYA DIRIMU

Risya dan Ria sedang membantu Sarah membuat kulit ketupat yang diminta oleh Bu Nyai. Mereka berkumpul di samping Masjid dengan tujuan agar lebih mudah mengambil daun kelapa yang berada dekat dari sana.

Diva dan Nilam memetik daun kelapa sementara Kiana bertugas untuk membersihkan daun-daun tersebut sebelum dibuat menjadi kulit ketupat.

"Terasa mau lebaran ya kalau buat kulit ketupat seperti ini," ujar Risya.

"Iya Ukhti..., padahal puasa baru berjalan beberapa hari," balas Sarah.

"Bu Nyai kan memang suka sekali dengan ketupat, jadi meskipun lebaran masih jauh kita sudah makan ketupat duluan saat berbuka puasa," ujar Nilam.

Mereka tertawa bersama. Diva yang sudah selesai mengambil daun kelapa pun membantu pekerjaan Kiana, membersihkan daun-daun kelapa.
Nilam ikut membantu Sarah, Ria dan Risya. Mereka bekerja sama dengan baik untuk mengerjakan pembuatan kulit ketupat sebelum Adzan Ashar berkumandang.

"Ukhti Diva..., ada Akh Salman," goda Risya.

Salman berjalan masuk ke dalam Masjid melalui pintu depan. Sekilas dia menatap ke arah Diva lalu kemudian benar-benar masuk ke dalam Masjid.

Diva tak mengangkat wajahnya dan tetap membersihkan daun kelapa yang ada di tangannya.

"Ya..., biarkan saja," balas Diva.

"Ukhti..., Akh Salman selalu memperhatikan Ukhti selama ini. Apa Ukhti tahu?," tanya Sarah.

"Afwan Ukhti Sarah, saya tidak tahu," jawab Diva seraya tersenyum di balik niqob-nya.

"Masa sih Ukhti Diva tidak tahu? Ukhti berada di pondok ini sudah sepuluh tahun, dan selama itu pula Akh Salman selalu memperhatikan Ukhti lebih dari santriwati lainnya," jelas Nilam.

Kiana dan Diva saling berpandangan sesaat, seakan mereka berbicara satu sama lainnya dalam hati.

"Ukhti Nilam..., Ukhti Risya..., Ukhti Sarah..., sepertinya ada hal yang harus saya jelaskan pada kalian. Hal ini juga berlaku untuk Ukhti Kiana dan Ukhti Ria..., Ukhti paling muda di pondok ini," ujar Diva.

Semua mata para santriwati itu pun terarah pada Diva.

"Apa itu Ukhti Diva?," tanya Sarah.

"Para Ukhti-ku yang cantik, beriman, dan shalehah..., Allah menyempurnakan kejadian manusia dengan perlengkapan inderawi untuk keberlangsungan hidup manusia tersebut. Bukan untuk membuat dosa dan kerusakan. Mata adalah merupakan salah satu indera yang banyak menjerumuskan manusia pada jurang kemaksiatan. Apa yang tertangkap oleh mata akan diproses oleh otak dan kemudian akan melahirkan sikap. Jika hati penuh dengan iman, maka apa yang kita lihat akan melahirkan perbuatan baik, namun jika hati tidak dipenuhi dengan iman, maka apa yang kita lihat akan melahirkan kemaksiatan," jelas Diva.

"Astaghfirullahal 'adzhim...," para santriwati itu beristighfar bersama.

"Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat An-nur, wa qul lil-mu'minaati yaghdhudhna min abshoorihinna wa yahfazhna  furuujahunna..., yang artinya katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya," tambah Diva.

"Ukhti..., apakah ada keterangan yang jelas tentang ayat ini?," tanya Ria.

Diva tersenyum saat mendengar pertanyaan Ria. Ukhti termuda di pondok pesantren itu memang selalu paling antusias ketika mendengarkan sesuatu yang baru.

"Tentu saja ada Ukhti Ria..., Ibnu Katsir berkata, 'Ini adalah perintah dari Allah ’azza wa jalla kepada hamba-hamba-Nya mukminin untuk menundukkan pandangan-pandangan mereka dari perkara-perkara yang diharamkan bagi mereka. Mereka tidak memandang kecuali pada apa yang diperbolehkan bagi mereka dan untuk menundukkan pandangan dari yang diharamkan, apabila kebetulan memandang kepada yang haram tanpa disengaja maka langsung memalingkan pandangannya secepat mungkin'..., begitulah keterangan lebih jelas dari surat An-nur ayat tiga puluh satu, Ukhti Ria," jelas Diva.

Ria tersenyum dari balik niqob-nya.

"Dan juga..., ada sebuah hadits dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, 'aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dari pandangan tiba-tiba atau tidak sengaja. Maka Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku'..., hadits riwayat Muslim," tambah Kiana.

Salman tersenyum dari balik pintu samping Masjid. Ia tak berniat untuk menguping pembicaraan para santriwati itu, namun ia tak sengaja mendengar pembicaraan mereka ketika sedang membersihkan Masjid.

Hatinya terasa sejuk mendengar cara para santriwati itu ketika saling mengingatkan satu sama lain.

Ya..., benar sekali ketika Sarah mengatakan pada Diva bahwa dirinya memperhatikan wanita itu saat akan masuk ke Masjid. Namun respon positif dan tetap menjaga pandangan yang dilakukan Diva adalah hal yang paling membuatnya bahagia.

Kau tak perlu menatapku..., itu benar. Jadi..., tataplah aku, ketika suatu hari nanti kita telah saling mengikat janji, dalam sebuah pernikahan.’

Adzan Ashar pun berkumandang.

* * *

Diva membuka dompetnya dan memandangi sebuah foto di dalamnya. Foto pernikahannya dengan Daniel. Hal paling menyesakkan dalam dada Diva ketika ia kembali melihatnya.

Wajah suami yang selalu ia rindukan itu belum pernah bisa terlupakan, meskipun ia sadar bahwa dirinya mungkin telah dilupakan.

Kiana menyentuh pundak Diva dengan lembut saat masuk ke dalam kamar wanita itu.

"Kak Daniel mungkin sudah berubah Div..., kamu nggak mau mencoba untuk pulang?," tanya Kiana.

Diva menyeka airmatanya.

"Bagaimana kalau aku pulang ternyata dia masih pada pendiriannya dulu? Bagaimana jika aku pulang, lalu melihat seorang wanita di sampingnya? Aku tidak siap Kia..., aku tidak akan mampu menghadapi kenyataan bahwa aku memang tak pernah diinginkan oleh Kak Daniel," jawab Diva.

Kiana menghela nafasnya dalam-dalam.

"Kalau begitu..., kenapa kamu tidak juga melepaskan Kak Daniel dan melupakannya?," tanya Kiana lagi.

Diva menatap Kiana dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

"Karena aku dan hatiku mencintai dia. Aku nggak bisa berpaling pada yang lain Kia..., aku hanya ingin dia yang menjadi imam-ku," jawab Diva.

Airmata itu pun luruh kembali di wajah cantik Diva. Kiana hanya bisa memeluknya untuk memberi ketenangan.

Sampai ajal menjemputku, aku takkan pernah melepaskanmu.’

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang