BAGIAN 34

34.6K 2.1K 4
                                    

Banyak orang di dunia ini yang melebihi keluarga, dan jika kau memiliki salah satu orang itu, maka kau termasuk orang yang beruntung.

* * *

TETAP DI SINI

Kiana duduk di samping ranjang yang di tempati Diva dan Syifa. Sekali lagi - meskipun ranjang rumah sakit sangat sempit - Diva tetap ngotot untuk berbaring bersama Syifa.

"Dokter kok belum ngasih tahu apapun ya?," tanya Diva, khawatir.

Kiana yang sedang mengupas apel untuk Syifa pun berhenti sejenak.

"Aku juga nggak tahu kenapa, yang jelas kata Kak Salman, Syifa harus dirawat lebih lama karena banyak kekurangan cairan dan gizi selama Salwa menculiknya kemarin," jawab Kiana.

Diva mendesah kesal karena teringat dengan apa yang Salwa lakukan terhadap Syifa.

"Aku masih nggak ngerti..., kenapa dia tega memberi obat bius dalam jumlah yang banyak pada Syifa? Dan..., dia bahkan tidak memberinya makan...," Kiana berpikir keras.

"Dia bukan hanya ingin menyingkirkan aku..., dia juga ingin menyingkirkan Syifa dari kehidupan Kak Daniel. Dia nggak mau punya penghalang apapun dalam proses memiliki Kak Daniel, termasuk kehadiran Syifa," jelas Diva.

Kiana menatapnya dengan serius, Syifa terus saja sibuk dengan buku ceritanya yang baru.

"Bukankah seharusnya dia mengambil hati Syifa jika ingin memiliki Kak Daniel? Kenapa malah ingin menyingkirkannya?."

Diva menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan.

"Dia nggak mau jadi Ibu tiri dari Syifa. Bahkan..., jika sepuluh tahun yang lalu Salwa menikah dengan Kak Daniel, bisa kupastikan dialah yang akan membunuh Ziona sebelum Kak Daniel berhasil menikahinya," jawab Diva.

Kiana memberikan apel yang sudah dikupas pada Syifa. Gadis kecil itu sangat senang ketika menerima sepiring apel dari Kiana.

"Kamu sendiri? Kok bisa ada di rumah Salwa? Tahu darimana?," tanya Diva.

Kiana mengusap puncak kepala Diva dengan lembut.

"Diva..., sepuluh tahun aku dan kamu tinggal di satu rumah yang sama. Tidur dan belajar di kamar yang sama. Makan di meja yang sama. Jadi..., aku tentunya sangat mengenalmu lebih baik dari siapapun. Ketika kamu keluar kamar untuk menerima telepon, aku tahu bahwa ada hal yang akan kamu sembunyikan dariku. Dan saat kamu memintaku untuk mencarikan makanan yang asam, aku tahu betul kalau kamu sedang berbohong untuk membuatku menjauh," ujar Kiana.

"Jadi kamu sebenarnya tahu? Lalu kenapa membiarkanku pergi?," Diva ingin tahu.

"Karena..., kalau aku jadi kamu, maka aku akan melakukan hal yang sama. Insting seorang Ibu nggak bisa dihalangi dengan apapun," jawab Kiana.

Diva tersenyum penuh arti pada Kiana. Adzan Dzuhur pun berkumandang, Syifa melihat ke arah jam dinding.

"Mi..., baru jam dua belas kok sudah Adzan Dzuhur? Biasanya kan adzan Dzuhur jam dua belas lewat sepuluh...," tanya Syifa.

Kiana dan Diva pun tertawa bersamaan.

"Sini..., biar Ummi jelaskan," panggil Diva.

Syifa pun beranjak mendekati Diva ke atas ranjang. Kiana kembali mengupas apel yang masih tersisa di meja.

"Jadi..., jadwal waktu shalat itu berubah karena mengikuti perubahan gerak Matahari seperti tampak dari Bumi, hal itu disebut gerak semu Matahari. Mungkin Syifa selalu menyaksikan sendiri bahwa Matahari tidak terbit dan terbenam pada waktu yang sama setiap hari. Matahari juga tidak selalu tiba di titik tertingginya di langit pada waktu yang sama. Selain itu, Matahari tidak selalu terbit tepat di timur dan terbenam tepat di barat." ujar Diva.

Syifa memperhatikan dengan baik.

"Perubahan gerak Matahari yang berefek pada perubahan panjang bayangan, perubahan waktu fajar dan senja, berimplikasi pada perubahan jadwal waktu shalat yang berpatokan pada efek-efek tadi," jelas Diva seraya tersenyum manis pada Syifa.

"Terus, kenapa gerak semu Matahari selalu berubah Mi???," Syifa masih belum puas.

"Itu dikarenakan Bumi mengelilingi Matahari dalam lintasan yang lonjong sehingga kadang gerak Bumi lebih cepat dan kadang lebih lambat. Bumi juga tidak mengelilingi Matahari dalam bidang yang berimpit dengan ekuator Bumi. Dengan kata lain sumbu rotasi Bumi tidak tegak lurus terhadap bidang Bumi mengelilingi Matahari. Fenomena beda bidang ini lah yang mengakibatkan lokasi terbit dan terbenam Matahari selalu berubah," jawab Diva.

Kiana menyuapi apel pada Syifa.

"Di sekolah, Syifa belajar Ilmu Pengetahuan Alam kan? Nanti ada saatnya Syifa akan dijelaskan mengenai materi seperti ini lebih detail dari yang Ummi Syifa jelaskan," ujar Kiana.

"Bibi Kia juga tahu tentang hal ini?," tanya Syifa, setelah menelan apel yang dikunyahnya.

"Tentu..., Bibi juga belajar sama Ummi-mu waktu kami tinggal di pesantren," jawab Kiana.

Kedua mata Syifa menyiratkan binar kebahagiaan saat mendengar jawaban Kiana. Diva mengusap kepalanya yang kini terus dibalut dengan jilbab. Gadis kecil itu sangat ingin menjadi seperti Diva, panutannya.

"Sekarang yang lebih penting, Syifa harus segera melaksanakan shalat. Karena shalat di awal waktu, pahalanya lebih baik daripada menunda-nunda shalat," ujar Diva.

"Oke Mi..., aku mau berwudhu dulu," ujar Syifa.

Syifa pun bergegas menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Kiana menatap Diva yang tak henti-hentinya tersenyum.

"Kamu benar tentang Syifa, dia anak yang baik, penurut, pintar, dan sangat antusias untuk sesuatu yang baru dalam hidupnya. Kamu beruntung karena memilikinya," ujar Kiana.

Diva menatap Kiana lalu memeluknya dengan erat.

"Aku juga beruntung karena memilikimu Kia..., kamu adalah hal terhebat dalam hidupku yang diberikan oleh Allah tanpa syarat apapun. Jadi..., tolong..., sampai kita tua nanti, berjanjilah bahwa kita akan selalu menjadi saudari dan takkan pernah saling menjauh," pinta Diva.

Kiana membalas pelukan itu, lebih erat.

"Ya..., Insya Allah aku akan selalu ada di sampingmu," balas Kiana.

'Allah takkan pernah memisahkan sesuatu yang baik. Allah hanya menjauhkan sesuatu yang buruk.'

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang