BAGIAN 39

41.2K 2.1K 5
                                    

Terkadang perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan.

* * *

BERSATU KEMBALI

Salman duduk bersama Daniel di samping ranjang Diva yang tengah terbaring lemah di rumah sakit.

"Kekebalan tubuhnya menurun, jika terus begini maka kita tak punya jalan lain selain menggugurkan kandungannya. Akan berbahaya bagi pasien kalau tetap mempertahankan kandungannya jika kekebalan tubuhnya tidak kembali normal."

Penjelasan Dokter tersebut membuat mereka semua terpukul hebat. Kiana tak henti-hentinya menangis di samping Diva yang belum juga membuka matanya. Syifa memeluk Daniel dengan erat sambil menyembunyikan airmatanya.

"Abi..., Allah sayang kan sama Ummi?," tanya Syifa.

"Iya sayang..., Allah sangat menyayangi Ummi-mu," jawab Daniel sambil mengusap airmata di wajah Syifa.

"Terus kenapa Ummi di kasih sakit? Dan kenapa Allah mau ambil dedek bayiku? Aku nggak mau Allah ambil dedek bayiku Bi..., nggak mau...," rajuk Syifa di tengah isak tangisnya.

Salman mengambil alih Syifa dari pangkuan Daniel dan memangkunya seraya tersenyum.

"Syifa nggak boleh nangis. Ummi-nya Syifa selalu bilang sama Paman kalau Syifa adalah anak yang kuat. Anak yang kuat tidak boleh menangis..., seharusnya, Syifa sekarang berdo'a untuk Ummi dan calon dedek-nya Syifa agar mereka berdua diselamatkan oleh Allah. Karena do'a yang paling baik adalah do'a dari anak-anak yang shalehah," jelas Salman.

Syifa pun menghapus airmatanya dan turun dari pangkuan Salman. Ia mendekat ke arah Isma yang masih mengusap-usap kepala Diva sejak tadi.

"Nenek..., antar Syifa berwudhu yuk..., Syifa mau shalat dan do'ain Ummi...," pinta Syifa.

Isma pun segera mengantarnya menuju kamar mandi. Setetes airmata jatuh di wajah Daniel.

"Aku benar-benar gagal menjadi suami yang baik untuknya," ujar Daniel.

Salman menatapnya.

"Istighfar Akh Daniel..., Ukhti Diva tidak pernah menilai Akh Daniel sebagai pribadi yang buruk. Akh Daniel sudah sangat bertanggung jawab padanya," ujar Salman, menguatkan.

Daniel menatap Salman.

"Apa kamu sadar, bahwa sifatmu dan Diva itu tidak ada bedanya? Pemaaf, selalu memaklumi kekurangan orang lain, dan keras kepala jika sudah memutuskan sesuatu," Daniel mengutarakan pandangannya.

Salman tersenyum.

"Mungkin itu warisan dari Almarhum Bapak kami. Tapi sikap Diva yang kuat, tegas dalam mempertahankan Akh Daniel dan keras kepala, sudah jelas dia dapatkan dari Almarhumah Ibu," balas Salman.

"Afwan..., saya tidak bermaksud menyinggung tentang Almarhumah Ibu... ."

"Tidak masalah Akh..., Almarhumah Ibu dan Almarhum Bapak saya adalah mertua Akh Daniel juga, jadi bukanlah masalah jika kita membahasnya."

Diva membuka matanya, Kiana segera mengecup pipinya dengan bahagia.

"Alhamdulillah..., akhirnya kamu membuka matamu," ujar Kiana.

Daniel dan Salman mendekat ke arah ranjang. Diva menatap mereka satu persatu.

"Kepalaku pusing," keluh Diva.

"Beristirahatlah dulu Ukhti..., jangan terlalu memaksakan diri," saran Salman.

Diva menatapnya dengan kedua mata yang mulai basah oleh airmata. Ia berusaha bangkit, dan mencium tangan Salman dengan hati teriris.

"Maafkan saya Kak..., saya tidak pernah tahu apapun mengenai kebohongan mereka. Saya bahkan tidak tahu siapa diri saya sendiri jika Allah tidak membuka rahasia mereka pada saya," ujar Diva penuh penyesalan.

Daniel dan Kiana meninggalkan mereka berdua di dalam kamar perawatan itu agar bisa menyelesaikan segalanya. Salman duduk di tepi ranjang dan memeluk Diva dengan lembut.

"Dek..., saat ini kamu tidak perlu memikirkan apapun selain kesehatanmu dan kesehatan bayi dalam kandunganmu. Kakak ikhlas atas segala hal yang sudah terjadi di masa lalu. Kakak tidak akan menyesali apapun. Malah yang ada, Kakak bersyukur karena akhirnya Allah menunjukkan keberadaanmu pada Kakak," ujar Salman.

Diva masih menangis keras dalam pelukan Salman. Hatinya serasa baru saja dipukul dengan hebat oleh kenyataan. Begitu pula dengan Salman, yang kini dihadapkan dengan tanggung jawab baru sebagai seorang Kakak atas adiknya - Diva.

B

u Nyai dan Abah datang menjenguk. Mereka sudah mendengar kabar paling mengejutkan itu dari Daniel, Kiana dan juga bahkan pihak kepolisian. Bu Nyai segera memeluk Diva dengan erat sambil berlinang airmata ketika mereka bertemu.

"Ya Allah...., terima kasih karena Engkau telah mengembalikan keponakan kami dalam keadaan tanpa ada cela..., terima kasih karena telah melindunginya, dan menjaga hatinya sehingga tetap bersih dari segala kemungkaran," ujar Bu Nyai, bahagia.

Diva menatapnya dengan wajah kebingungan. Salman tersenyum karena tahu bahwa Diva tak mengerti.

"Bu Nyai ini adik kandung Almarhumah Ibu kita Dek..., aku ikut tinggal dengan Beliau setelah Ibu meninggal," jelas Salman.

Diva pun segera memeluk Bu Nyai dengan erat. Ia kembali menumpahkan segala gundah di hatinya pada wanita itu.

"Pantas saja Allah memberikan rasa sayang terhadap Ibu untuk kamu lebih dari santriwati lainnya ketika pertama kali bertemu..., nyatanya kamu memang bagian dari keluarga kami yang sudah lama kami cari nak..., Ibu sangat merasa beruntung karena bisa mengawasimu dari dekat selama sepuluh tahun ini..., Ibu benar-benar merasa bahagia," ungkap Bu Nyai.

"Terima kasih Bu..., karena Ibu selalu sabar ketika mendengar keluhan-keluhanku selama ini. Terima kasih juga, karena Ibu dan Abah sudah mendidik Kakakku sehingga dia menjadi pria yang shaleh," balas Diva.

Abah masuk ke dalam ruangan itu dan tersenyum lebar ke arah Salman dan Diva.

"Wah..., Abah akan punya calon cucu lagi sekarang," ujarnya, bangga.

Bu Nyai hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara Diva dan Salman tertawa karena melihat tingkah Abah.

"Setelah ini, kamu harus tinggal di pesantren lagi ya... ."

"Nggak bisa begitu dong Bah... ."

"Bisa dong... ."

Percakapan itu adalah hal paling indah yang terjadi dalam hidup Diva dan Salman. Percakapan yang sudah jelas tidak akan pernah berakhir, kecuali Allah sudah menakdirkan untuk berakhir.

'Allah akan menyatukan hal yang baik meskipun telah terpisah jauh selama bertahun-tahun. Karena hanya Allah lah yang mengatur segala kehidupan di dunia ini. Allahu Akbar!.'

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang