BAGIAN 3

62.2K 3.7K 50
                                    

"Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang sholehah."

(HR. Muslim)

* * *

PERINGATAN

Matahari mulai terasa menyengat di kulit para santri yang sedang menerima hukuman dari Abah - panggilan untuk K.H. Yusuf Al-Qodri - akibat dari perbuatan dari beberapa santri yang diketuai oleh Tio.

Rasya yang sedang mencabut rumput di pekarangan Pesantren bersama Firman, Ardi dan Salman pun mengeluh terus-menerus sejak tadi.

"Duh..., capek banget! Kapan sih penderitaan kita selesai???," ujarnya.

"Iya nih..., Akh Tio dan para pengikutnya yang berbuat tapi kita yang kena getahnya," tambah Firman.

"Kalau kalian pikir saya tidak mendengar keluhan kalian, maka jangan panggil saya Abah...," tegur Abah.

Rasya dan Firman pun sontak menoleh ke arah Abah yang berada di belakang mereka. Begitu pula dengan Salman dan Ardi. Mereka berdua pun tersenyum malu.

"Saya tahu, bukan kalian yang melakukan tindakan memalukan tersebut. Tapi jika hanya Tio dan beberapa pengikutnya itu yang dihukum, maka yang lainnya akan menganggap enteng masalah prilaku buruk seperti yang mereka lakukan," jelas Abah.

"Dan bisa jadi, akan ada yang mengikuti tingkah laku Akh Tio karena beranggapan bahwa hukuman yang diterima tidak berat," tambah Ardi.

"Betul sekali," jawab Abah, seraya berlalu meninggalkan mereka berempat.

"Wah..., nggak benar tuh. Kita susah payah menjaga para Akhwat agar tak ada yang mengganggu, malah mereka nanti yang menggangu," Firman tak terima.

"Iya..., apalagi kalau yang diintip ternyata Ukhti Sarah..., Ukhti Ria..., Ukhti Nilam..., Ukhti Risya...," ujar Rasya.

"Yang lebih parah, kalau sampai Ukhti Kiana atau Ukhti Diva yang mereka intip...," tambah Ardi.

"Ekhm..., kalian mau lanjutin kerjanya atau terus ngomongin orang?," tanya Salman.

Ardi, Firman dan Rasya pun sontak menoleh ke arah Salman yang sedang menatap kesal ke arah mereka. Ya..., mereka tahu kalau Salman tak suka jika ada yang membahas Diva dengan cara yang tak pantas.

Mereka pun kembali mengerjakan pekerjaan mereka yang tertunda. Firman menatap ke arah gerbang Pondok Pesantren yang baru saja di buka oleh beberapa orang.

"Hei..., lihat siapa yang lewat!!!," seru Firman.

Sontak saja Ardi, Rasya dan Salman melihat ke arah yang ditunjuk oleh Firman tersebut. Mereka pun melihat kedatangan Sarah, Kiana dan Diva dengan tujuan mengarah kepada Abah.

Salman menatap Diva diam-diam sambil terus mengerjakan pekerjaannya. Debaran di dalam dadanya mulai kembali terdengar dengan jelas. Firman, Rasya dan Ardi saling menatap sambil menertawai Salman diam-diam.

"Assalamu'alaikum, Ukhti Sarah," panggil Firman.

Deg!!!

Jantung Salman seakan berhenti ketika mendengar Firman memanggil nama Sarah. Bukan karena Sarah yang dipanggil, melainkan karena sudah jelas bahwa Kiana dan Diva akan ikut berhenti bersama wanita itu.

"Wa'alaikum salam Akh Firman, ada apa?," tanya Sarah.

"Nanti sore jadwal kajian, materi akan diisi oleh siapa?," tanya Firman.

"Ukhti Kiana yang akan mengisi materi nanti sore. Bukan begitu Ukhti?," Sarah kembali menanyakan hal tersebut pada Kiana.

Kiana tetap menundukkan kepalanya seraya mengangguk pelan.

"Iya Ukhti, Insya Allah saya yang akan mengisi materi nanti sore," jawab Kiana.

"Bukankah harusnya Ukhti Diva yang mengisi materi sore nanti?," tanya Ardi.

Diva mengangkat wajahnya sekilas lalu kembali menunduk.

"Afwan Akh Ardi, memang seharusnya saya yang mengisi materi. Tapi hari ini saya kurang sehat dan berniat untuk pergi ke Dokter. Kalau saya pergi agak lama, takutnya saya tidak bisa tepat waktu untuk kembali dan mengisi materi. Maka dari itu, Ukhti Kiana yang akan menggantikan saya," jelas Diva.

Salman menghentikan pekerjaannya lalu melihat ke arah Diva yang berdiri di antara Sarah dan Kiana.

"Begitu rupanya. Baiklah Ukhti, maaf kalau pertanyaan kami mengganggu rencana Ukhti untuk pergi," ujar Rasya.

"Tidak masalah Akh Rasya. Insya Allah, kalau tidak terlambat mungkin saya yang akan tetap mengisi materi," balas Diva.

"Tidak perlu," potong Salman tiba-tiba.

Diva, Kiana dan Sarah pun menoleh ke arah tempat pria itu berada.

"Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat Al-'Araaf, yaa baniii aadama khudzuu zinatakum 'inda kulli masjidiw wa kuluu wasyrobuu wa laa tusrifuu, innahuu laa yuhibbul-musrifiin, yang artinya wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan," ujar Salman.

Mereka semua terdiam.

"Kalau Ukhti Diva memang sakit, istirahat saja. Tidak perlu memaksakan diri. Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan sesuatu secara berlebihan," Salman memperingatkan.

"Astaghfirullah hal adzhim," Diva segera beristighfar ketika ingat kesalahannya seperti yang Salman katakan.

"Jika sudah sehat, Ukhti boleh kembali membawakan materi sesuai jadwal yang biasanya. Kali ini biarlah Ukhti Kiana yang menggantikan Ukhti sementara waktu," saran Salman.

Diva mengangguk, pertanda bahwa dirinya paham dengan apa yang Salman katakan.

"Syukron Akh Salman atas apa yang Akh sarankan untuk saya. Kalau begitu, kami permisi dulu. Assalamu'alaikum," ujar Diva seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Wa'alaikum salam warrahmatullah," jawab keempat santri itu bersamaan.

Ketika ketiga santriwati itu telah menjauh, Firman mendekat pada Salman.

"Bukankah menyenangkan jika kita bisa punya mahrom yang penurut macam Ukhti Diva?," tanya Firman.

Salman tersenyum seraya menoleh ke arah Firman.

"Makanya..., perbaiki diri. Allah memberikan jodoh kepada kita sesuai dengan bagaimana perilaku yang kita jalani. Kalau perilaku kita baik maka jodoh yang kita dapat juga baik, tapi jika perilaku kita buruk maka jodoh yang kita dapat tidak akan jauh dari buruknya perilaku kita," tekan Salman.

Firman mengangguk-angguk. Mereka pun kembali pada pekerjaan yang masih tertunda.

Namun begitu..., aku selalu takut kalau Allah tak menjodohkan kita berdua.’

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang