BAGIAN 35

33.6K 2K 3
                                    

Sifat manusia tidak ada yang sempurna, namun bukan berarti tak ada jalan untuk memperbaikinya.

* * *

SEBUAH RAHASIA

Ratih datang bersama Gunawan untuk menemui Salwa yang kini mendekam di penjara. Salwa memasang wajah penuh kebencian ketika melihat kedatangan mereka.

"Assalamu'alaikum nak...," ujar Ratih, dari balik kaca pembatas di ruang jenguk.

Salwa tak menjawab, ia hanya melayangkan tatapan tajam ke arah Ratih dan Gunawan.

"Tidak usah berbasa-basi!!! Aku tidak butuh apapun lagi dari kalian!!!," ujar Salwa, tajam.

"Astaghfirullah hal 'adzhim!!! Apa sih yang ada di dalam otakmu itu??? Kelakuanmu sangat jauh dari kata 'baik'!!! Apakah selama ini kamu hanya memakai topeng dan berpura-pura baik???," tanya Gunawan, emosi.

HAHAHAHAHA!!!

Salwa tertawa terbahak-bahak. Ratih dan Gunawan saling pandang karena tak mengerti ada apa dengan Salwa.

BRAKKK!!!

Salwa memukul kaca pembatas di antara mereka dengan wajah yang penuh dengan dendam.

"Harusnya kalian sudah tahu hal itu tanpa harus bertanya lagi!!! Aku memang memakai topeng jika berada di hadapan kalian!!! Karena jika tidak demikian, maka Diva akan selalu menang dalam hal apapun!!! Anak kalian yang sok suci itu selalu menjadi nomor satu di mata siapapun yang mengenalnya!!! Sementara aku hanya akan dianggap sampah jika tidak memakai topeng!!!," teriak Salwa.

"Masya Allah!!! Istighfar Salwa!!! Istighfar nak...," saran Ratih.

H

AHAHAHAHAHA!!!

"Istighfar kalian bilang??? Nggak usah ikut-ikutan sok suci seperti Diva!!! Kalian juga jauh lebih kotor dari yang orang tahu!!! Apakah Diva sudah tahu kenyataan itu??? Apakah kalian sudah bilang padanya???," ejek Salwa.

Ratih dan Gunawan terdiam.

HAHAHAHAHAHA!!!

Salwa tertawa sekali lagi, kali ini penuh dengan ejekan yang luar biasa.

"Kalian tidak akan pernah berani membuka rahasia kalian pada Diva!!! Kalian adalah sampah yang sama denganku namun dalam bentuk yang berbeda!!! Kalian lebih kotor dariku!!! Jadi jangan sok suci!!!," Salwa memperingatkan.

Gunawan pun menarik Ratih untuk meninggalkan Salwa dari tempat itu. Ratih mengikutinya sampai di tempat parkir mobil. Ratih pun mulai menghentikan langkahnya.

"Sampai kapan kita akan membohongi Diva???," tanya Ratih.

Gunawan berhenti seketika dan berbalik pada Ratih. Ia menatap isterinya dengan tajam.

"Sampai mati..., jangan pernah bongkar rahasia itu di depan Diva!!! Rahasia itu hanya milik kita berdua, bukan orang lain!!!," jawab Gunawan dengan tegas.

"Tapi Diva adalah korbannya..., apakah kamu akan setega itu membiarkan semuanya tenggelam dalam kebohongan???," tanya Ratih lagi.

"TUTUP MULUTMU RATIH!!!," bentak Gunawan.

Beberapa orang di parkiran itu menatap ke arah mereka. Gunawan segera menarik Ratih ke dalam mobil ketika menyadari hal itu. Ia segera meninggalkan tempat itu dan berniat kembali ke rumah.

"Salwa benar..., kita lebih kotor dari dia! Aku tidak heran melihat apa yang dia lakukan dengan nekat sepert itu, karena kita adalah orang pertama yang mengajarinya untuk melakukan kejahatan," ujar Ratih, di tengah isak tangisnya.

Gunawan frustasi.

"Diam kamu!!! Kita sudah susah payah menutupi semuanya..., kita sudah mati-matian menghindar..., jadi jangan coba-coba merusak apa yang sudah aku lakukan!!! Toh kita sudah bertaubat..., kamu sendiri kan yang bilang bahwa jika manusia bertaubat maka Allah akan mengampuni dosa di masa lalunya," ujar Gunawan.

"Allah akan mengampuni dosa di masa lalu, itu benar! Tapi kalau kita masih menyimpan kebohongan, taubatmu itu sama saja dengan omong kosong!," balas Ratih.

"Cukup!!! Sekali lagi kamu membahas hal ini, maka aku nggak akan segan-segan untuk melenyapkan Salwa!!!," ancam Gunawan.

Ratih pun terdiam tanpa mampu membalas kata-kata Gunawan lagi. Ia tak bisa jika harus mengorbankan Salwa. Cukup Diva yang menjadi korban mereka berdua.

Mobil mereka memasuki garasi rumah. Diva, Daniel dan Syifa ternyata telah menunggu kedatangan mereka sejak tadi.

"Assalamu'alaikum Bu...," sapa Diva ketika Ratih keluar dari mobil.

"Wa'alaikum salam nak...," jawab Ratih.

Ada bekas sisa-sisa airmata di wajahnya, dan Diva menyadari hal itu.

"Ibu kenapa? Kok habis jalan-jalan sama Bapak pulangnya menangis?," tanya Diva.

Gunawan mendekat.

"Ibumu nggak mau dengar waktu Bapak bilang jangan buka jendelanya, dia tetap keukeuh mau menikmati angin sore. Akhirnya matanya kemasukan debu," kilah Gunawan.

Ratih tak menanggapi, ia hanya segera masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru. Diva pun menaruh rasa curiga terhadap Gunawan, karena tak biasanya Ratih bersikap aneh seperti itu.

Kecurigaan itu ia simpan dalam hati hingga mereka pulang ke rumah Isma. Daniel melirik sesekali ke arah Diva yang terus terdiam.

"Ummi kenapa? Nggak enak badan? Kok diam terus," tanya Daniel dengan lembut.

"Ummi merasa ada yang aneh dengan sikap Ibu hari ini Bi..., sepertinya ada hal yang Ibu sembunyikan dari Ummi," jawab Diva, akhirnya.

Daniel tersenyum.

"Mi..., terkadang Ummi terlalu peka terhadap sesuatu. Sekali-kali, tidak perlu memikirkan sesuatu terlalu dalam, takutnya akan berpengaruh pada kesehatan Ummi sendiri. Ummi fokus saja pada kehamilan Ummi, agar anak kita sehat wal 'afiat ketika lahir nanti," saran Daniel.

Diva menganggukan kepalanya, tanda bahwa ia menyetujui apa yang Daniel katakan. Mereka pun tiba di rumah tak lama kemudian. Syifa segera berlari memeluk Isma yang sudah menantinya.

'Nyatanya..., aku tetaplah seorang anak yang akan selalu khawatir terhadap orang tuaku. Aku tak bisa berpaling walau sekejap.'

* * *

Kamu Doaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang