6

289 34 0
                                    

Selesai, ia segera keluar dan mencari di mana ruang kelasnya. Matanya bergerilya mencari siapa senior yang bisa ia tanyai. Hingga ia menemukan dua sosok senior laki-laki. Ia memicingkan matanya mengenali salah satu senior yang sedang berjalan ke arahnya. Tidak salah lagi, itu senior yang kemarin menghukum dan menabraknya di kantin.

"Kak tunggu." cegat Rachel. "Maaf Kak, aku mau tanya, ruang kelas buat fakultas Hukum dimana ya?"

"Lo yang kemaren gue hukum kan?" tanya senior itu. "Kenapa? Lo telat lagi? Udah dapet hukuman?" tanyanya galak. 

Mata Rachel tampak liar, pandangan yang tadi tertuju ke mata tajam senior itu kini tidak lagi menatap kesana. Terlihat jelas sekali gadis itu seperti gugup dan ketakutan.

"E-enggak Kak, aku nggak telat. Cuman.., tadi aku ke toilet, jadi aku ketinggalan barisan pas mau masuk kelas."

"Kenapa nggak lo tahan dulu. Kan bisa, abis lo tau dimana kelas lo, terus lo izin ke toilet."

"Kebelet Kak."

Senior itu menghela napasnya dan menatap dalam kemata gadis itu.

"Yaudah. Gue anterin lo."

"Nggak usah Kak." jawabnya cepat.

"Kenapa? Bukannya lo nggak tau kelas lo?"

"Kakak bilangin aja ke aku, dimana kelasnya."

"Jauh. Ntar lo nyasar."

Rachel menggigit bibir bawahnya canggung, "Emangnya nggak papa Kak?"

Yang ditanya menggeleng. "Udah ayo."

"Do, lo duluan ke kelas. Ntar gue nyusul." pesan lelaki itu pada temannya.

"Oke."

Segera saja lelaki itu berbalik arah mengantarkan gadis yang kemaren mendapatkan hukuman darinya.

Kaki jenjang gadis itu melangkah dengan cepat mengikuti langkah panjang senior di depannya. Nafasnya sedikit terengah, dalam hatinya ia menyimpan sebuah pertanyaan yang sangat ingin sekali ia ungkapkan, tapi membayangkan wajah datar yang mengerikan dari senior itu membuatnya mengurungkan niatnya untuk bertanya.

Emang kelasnya dimana? Sebuah pertanyaan yang hanya bisa ia ucapkan dalam batinnya. Pasalnya, senior itu sudah membawanya ke gedung lain di universitas ini. Kakinya sudah sangat lelah menaiki anak tangga hingga lantai tiga.

"Kak--"

"Bentar lagi." potong cepat lelaki itu.

Tok! tok! tok!

Ketuk lelaki itu pada pintu kelas yang terbuka.

"Kenapa bro?"

"Nggak, gue cuma mau nganterin junior lo." tolehnya kebelakang, "Sekarang lo masuk."

Rachel mengangguk cepat, "Makasih Kak," dengan cepat gadis itu memasuki kelasnya dan mengambil posisi duduk di samping Gina, sepertinya temannya itu sengaja menyisakan tempat untuknya di barisan paling depan.

"Gue balik." pamit lelaki itu pada temannya.

"Oke, thanks bro!"

...

"Oke, jadi sekarang yang harus kalian lakuin adalah ngumpulin tanda tangan semua dosen yang hadir hari ini."

"Iya, dan jumlah dosen yang hadir hari ini tadi ada duabelas orang. Kalian harus kumpulin semua tanda tangan, abis itu kalian serahin ke gue, atau Kak Bill. Paham?" 

"Paham Kak." jawab semua mahasiswa fakultas hukum serempak.

"Oke, sekarang kalian boleh mulai kerja kalian sesuai kelompok yang di bagikan. Go!"

Segera saja semua berpencar dengan kelompok masing-masing untuk mendapatkan tanda tangan dosen sesuai perintah yang di berikan.

"Tom, gue dapet info dari Kakak gue, katanya ada enam dosen yang lagi kumpul di aula kampus." Anisa berujar. "Mending kita kesana dulu deh." 

Tommy, sebagai ketua kelompok D mengangguk dan segera membawa 9 anggotanya menuju aula yang terletak di lantai kedua gedung pertama di kampus itu.

Selesai mendapatkan 6 tanda tangan dari dosen di aula, di tambah 3 tanda tangan dari dosen yang mereka temui di jalan, kini mereka kembali menelusuri kampus mencari 3 dosen yang belum tanda tangan.

"Nis, mending lo tanya Kakak lo lagi deh dimana dosen lainnya." saran Gina. 

"Kakak gue nggak tau lagi Gin, dia cuma liat dosen yang ada di sekitaran kelas fakultas kedokteran doang."

"Terus sekarang kita cari kemana lagi?" keluh Gina, "Kampus ini luas tau. Gedungnya banyak."

Gina mendaratkan pantatnya pada bangku taman yang mereka lewati. "Guys, berhenti bentar, gue capek." yang lain ikut duduk di sekitaran bangku lainnya.

Rachel mengipas-ngipaskan kedua tangannya merasa panas. Gadis itu menyeka peluh yang menetes dari pangkal keningnya. Dilepasnya semua kancing almameter  seragam OSPEK yang ia kenakan, menyisakan blous putih yang setengahnya ia masukkan kedalam rok biru yang senada dengan almameternya.

MR.FLATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang