11

217 9 0
                                    

Dara kembali mengernyit saat mendapati wajah kesal Rachel juga Muti dan Gina yang sepertinya masih menahan tawanya. Gadis itu mengeluarkan phonselnya dari saku almameter  merahnya dan duduk di bangku yang tersisa.

Muti dan Gina berhasil meredamkan tawa masing-masing.

"Kalian tadi pada ngo--"

"Nggak usah dibahas." potong cepat Rachel.

"Apa sih?"

"Dara. Gue bilang nggak usah dibahas lagi!"

"Kenap--"

"Diam!"

"Lo--"

"Dara! Gue bilang diam!!" suara Rachel tersengar lebih tegas. "Gue nggak suka!" tandasnya melirikan matanya ke arah Muti dan Gina.

"Maaf Hel, kita kan canda doang."

"Gue juga, lagian gue cuma ikut ketawa doang Hel, yang ngomong Muti."

Sesal keduanya.

Dara menatap mereka dengan ekspresi seolah bertanya 'kenapa?'

"Gue nggak suka." ucap Rachel lagi. Tatapannya sangat menyiratkan ketidaksukaannya akan ledekan Muti dan Gina.

"Maaf Hel, nggak lagi deh. Suer." acungan jari telunjuk dan jari tengah Gina mengudara.

"Gimana kalo entar gue anterin elo pulang." tawar Muti.

"Gue naik taxi aja."

"Lo pulang sama gue." suara berat khas laki-laki tiba-tiba terdengar di telinga keempat gadis itu. Darren datang dari arah belakang Dara lelaki itu berjalan menghampiri Rachel dan berdiri di samping gadis itu. "Gue dapat amanat dari bokap lo buat anterin lo."

Dara membulatkan matanya terkejut dengan kehadiran Darren, bagaimana bisa pacarnya itu mengenal Rachel? Dan, apa tadi, dia yang akan mengantarkan sahabatnya itu pulang? Pikir Dara tidak mengerti.

Rachel mengernyit bingung, jadi seniornya ini yang dimaksud papanya?

"Makasih Kak, tapi aku bisa pulang sendiri."

"Gue udah nge-iya'in permintaan bokap lo. Dan gue nggak bisa ngelanggar amanat."

"Aku bisa bilang ke Papa entar, nggak apa-apa aku pulang sama teman aku aja."

Darren mendongakkan kepalanya yang tadi menunduk menatap Rachel, sedikit terkejut saat ia melihat Dara memandangnya dengan pandangan sama terkejutnya. Tidak ingin membuat kecurigaan, Darren segera mengalihkan pandangannya dan menormalkan kembali ekspresi wajahnya menjadi datar.

"Nggak bisa! Lo mau gue di cap jadi orang yang nggak nepatin janji?!"

Rachel berdiri menatap Darren dengan pandangan takut-takut. "Bukan gitu maksud aku Kak, tapi.., aku nggak mau ngerepotin Kakak."

"Nggak. Gue tunggu lo di mobil, di parkiran panitia OSPEK."

Darren berbalik, dan segera meninggalkan keempat juniornya yang salah satunya adalah pacarnya. Sungguh, Darren tidak tahu jika pacarnya ada di sana. Dan Darren, ia juga tidak tahu jika gadis yang dimaksud teman ayahnya itu adalah teman dari Dara, junior yang ia hukum di hari pertama OSPEK.

Rachel menatap pasrah punggung Darren yang kian menjauh. Gadis itu kembali duduk dan mengusap lelah wajahnya. Ia tidak habis pikir, kenapa papanya seniat itu menyuruh anak temannya untuk mengantarkan dirinya pulang. Apalagi itu adalah senior yang sudah menghukumnya, senior yang memiliki wajah sedatar tembok, senior yang memiliki tatapan setajam pedang! Sungguh, Rachel tidak bisa membayangkan suasana awkward apa yang akan terjadi di mobil nanti.

"Wess, baru dua hari lo masuk kampus ini udah dapet senior ganteng begitu lo Hel." kagum Muti.

Dara yang tersadar dari lamunannya tentang bagaimana Darren bisa mengenal Rachel segera tersadar mendengar ucapan Muti.

MR.FLATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang