“Di dunia ini, kebahagiaan nggak akan datang buat mereka yang suka ngerebut sesuatu yang udah mutlak jadi milik orang.” ~ Old love becomes enemy
oOo
Hari itu (Namakamu) menghabiskan waktunya untuk belajar memasak di rumah orang tuanya. Ditemani Anne, (Namakamu) mendapatkan resep-resep menarik yang bisa dia praktekan ketika di rumah nanti bersama Bi Sumi.
“Jadi inget waktu jaman aku masih SD, Mama sering banget bikinin aku cookies-crunch kaya gini.” (Namakamu) mengunyah cookie buatan Anne yang rasanya tidak pernah dia lupakan dari masa ke masa. Hanya cookies sederhana. Berbahan dasar coklat yang diataskan ditaburi koko crunch dan menghasilkan rasa enak di lidah. (Namakamu) selalu menyukai makanan ini.
“Perasaan sampe umur kamu segede gini, Mama masih sering lho bikinin kamu cookies.” Anne menjawab dari sisi lain ruangan untuk mengambil pitcher berisi air putih dan beberapa gelas untuk di bawa ke meja makan. “Cuma ya sekarang Mama udah nggak semuda dulu lagi. Kerja dikit aja, badan Mama pegel semua.” Menuangkan air dalam gelas bening lalu diberikan pada (Namakamu).
“Thanks, Ma. Padahal aku bisa ngambil sendiri lho.” (Namakamu) terkekeh kemudian meminumnya.
“Ah, cuma ngambil air minum doang.”
“Aku berasa kaya tamu deh disini bukan anak Mama.” Kata (Namakamu) meletakan kembali gelasnya di atas meja makan.
“Salah siapa nggak pernah main kesini lagi? Nggak kangen apa sama Mama sama Papa?” Anne terkekeh.
“Ya kangen lah, Maaa. Dari kemarin-kemarin tuh pengen banget main kesini, tapi Iqbaal lagi sibuk-sibuknya di kantor. Kasian kalo pas pulang ke rumah nggak ada siapa-siapa, atau pas jam makan siang aku nggak dateng ke kantor buat bawain bekel.” (Namakamu) mencomot lagi cookies di atas meja dan memakannya dengan lahap. “I try to be a good wife as your advice, Ma..”
Anne tersenyum mendengar jawaban (Namakamu) barusan. “You grow up so fast, Sweety. Sampe sekarang Mama masih nggak percaya kalo kamu udah jadi istri orang.” Memanjangkan tangannya ke depan untuk meraih kepala (Namakamu) dan mengelusnya. “Mau segede apa kamu, mau setua apapun kamu, kamu tetep bayinya Mama dua puluh empat tahun yang lalu.”
Kalau sudah begini, (Namakamu) pasti langsung menghambur ke pelukan sang Mama yang amat dia rindukan. “Ah, Mamaa...”
“Jadi istri yang baik ya. Mama nggak papa kamu jarang main kesini. Asalkan suami kamu di urus yang bener, rumah tangganya di jaga biar tetep utuh, Mama sama Papa pasti maklumin kok. Kapan-kapan Mama ajak Papa buat mampir ke rumah kamu.”
“Siap, Maaa..” (Namakamu) tertawa lalu menatap Mamanya lagi. “Nanti aku masakin yang banyak kalo Mama sama Papa dateng ke rumah.”
“Mama nggak pengen itu, sayang.”
Jawaban Anne membuat (Namakamu) mengerutkan dahinya bingung. “Terus Mama mau apa?”
“Mama pengen cucu dari kamu.” Anne terkekeh. Bersamaan dengan wajah (Namakamu) yang berubah menjadi datar. Bingung harus merespon apa.
“Bercanda kok. Mama nggak nuntut kamu buat cepet-cepet punya anak.” Anne mengusap rambut (Namakamu) dengan lembut. “Lagian kamu juga lagi nikmatin masa-masa pacaran kalian setelah menikah ’kan?”
“Ah, Mamaa. Jadi maluu..” (Namakamu) tertawa dan kembali memeluk Mamanya lagi.
Soon to be posibble, I’ll give what you want, Mom!
oOo
Jakarta mendadak mendung ketika hari beranjak siang. Padahal (Namakamu) sedang keluar untuk mencari minuman dingin di sekitar rumah orang tuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Happiness
Fanfiction"Maybe I have so many flaws in my self, but can I hope I could have my own perfect happiness?" (Second Series of Happy Perfect Marriage Series)