Jihoon menatap ke jendela diluar apartemen. Ia menghembuskan nafasnya yang entah sudah berapa kali.
Cuaca indah hari ini, tidak panas dan juga tidak terlalu dingin. Sangat cocok untuk pergi berkencan atau sebagainya.
Wonwoo datang dari arah dapur membawa semangkuk cemilan.
"Sampai kapan kau akan memandangi langit seperti itu?" tanya ketus Wonwoo.
"Sampai Soonyoung kembali" ucap datar Jihoon tidak melepaskan pandangannya.
Ya, Soonyoung pergi meninggalkannya. Tanpa ucapan selamat tinggal, tanpa ciuman dan pelukan. Hilang begitu saja.
Entah itu termasuk dalam perjanjian atau tidak. Jihoon sudah lelah menangis, dan Wonwoo juga mungkin sudah lelah untuk menenangkannya dengan cara berkata kalau Soonyoung akan kembali.
Tapi, 3 bulan sudah waktu yang cukup lama untuk Jihoon. Semenjak kejadian dirumah sakit, Soonyoung keesokan harinya meninggalkannya. Tak pernah menjenguknya lagi.
Hingga sampai saat ini, Jihoon tinggal untuk sementara di apartemen Wonwoo. Laki-laki emo itu bilang kalau ini pesan dari Soonyoung menyuruhnya tinggal bersama Wonwoo untuk beberapa waktu.
Dan hal itu membuat Jihoon yakin kalau Soonyoung akan kembali.
Wonwoo menatap sedih sahabatnya itu. Ia tahu kalau Jihoon sedang berada diambang kebingungan. Bingung untuk tetap menunggu dan mencintai Soonyoung atau melupakannya.
Wonwoo mengusap rambut Jihoon pelan. Laki-laki mungil itu menoleh dan memberikan senyumnya. Senyum palsu.
"Kau tahu Jihoon, aku yakin Soonyoung tidak akan meninggalkanmu semudah itu"
"Dia orang yang selalu menepati janjinya. Bahkan sekecil apapun" Jelas Wonwoo.
"Ya, kecuali ia kembali menjadi normal" sanggah Jihoon dengan senyumnya yang masih dibuat-buat.
"Kau tahu Wonwoo, terkadang aku berfikir kalau semua ini terjadi karena aku. Karena aku yang membuat penyakit Soonyoung menjadi lebih parah sehingga ia berani mengorbankan dirinya demi diriku yang tidak berguna ini" tatapan Jihoon kosong.
"Tapi terkadang aku merasa kalau aku adalah obat penenangnya. Yang selalu bisa meredamkan amarahnya dan tidak stabilnya emosi Soonyoung" lanjutnya.
Wonwoo hanya menyimak. Ini kali pertama Jihoon berbicara panjang lebar seperti itu.
"Kurasa Soonyoung tidak akan marah jika aku memelukmu sekali saja" Wonwoo mengarahkan tubuh mungil Jihoon kedekapannya, berharap hal itu bisa membuat Jihoon lebih tenang.
"Wonwoo"
"hm"
"Jika kau bertemu Soonyoung, katakan kalau aku akan menunggunya. Walaupun malaikat pencabut nyawa menarik nyawaku sekarang, aku akan berusaha bernogosiasi hanya untuk melihatnya terakhir kali" cemberut Jihoon di dekapan erat Wonwoo.
Wonwoo hanya bisa terkekeh geli dengan ucapan Jihoon yang seperti anak kecil.
"Baiklah"
----------------------------
Ara terbangun dari tidurnya dengan perut yang terasa mual dan pusing. Dengan cepat ia pergi ke kamar mandi memuntahkan rasa mualnya.
Soonyoung yang mendengar ada suara muntahan terbangun dari tidurnya.
Hanya air liur yang keluar dan tidak menghilangkan rasa mualnya. Ara keluar kamar mandi memegangi kepalanya yang pening.
"Kau baik-baik saja?" ucap Soonyoung dan menghampiri Ara.
Ara menggeleng. Tubuhnya terhuyung ke arah meja dan untung saja Soonyoung dengan sigap memeganginya.
"Kurasa kita harus ke dokter" Soonyoung khawatir ada apa dengan Ara.
Gadis itu menatap wajah tampan Soonyoung dengan jarak yang begitu dekat dengannya. Andaikan saja Soonyoung melakukannya dengan tulus tanpa ada embel-embel perjanjian, maka Ara akan menjadi wanita paling bahagia di dunia.
Ara hanya mengangguk dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Dan dia berharap kalau ia belum hamil, karena itu akan membuat gadis itu harus melepaskan Soonyoung untuk Jihoon.
-----------------
"Sudah berapa lama kalian menikah?" ucap dokter Joshua kepada Soonyoung dan Ara.
"Sudah sekitar 1 tahun" jawab Ara antusias.
Dokter Joshua tampak tersenyum sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Selamat, sepertinya istri anda mengandung"
"Kau serius?" Soonyoung membelalakan matanya kaget hingga ia berdiri dari kursinya.
Dokter Joshua mengangguk.
"usia kandungannya sudah mencapai 15 minggu"
Ekspresi Ara benar-benar berbeda dari Soonyoung yang terlihat bahagia, walaupun Ara tahu kalau kebahagiaan itu bukan karena bayinya.
"terima kasih" mereka berdua berpamitan dengan dokter Joshua setelah diberikan vitamin.
"Soonyoung" panggil Ara.
"Kenapa?" jawab ketus Soonyoung yang sedang menyetir.
"Aku penasaran. Kenapa kau terlihat begitu bahagia mendengar kabar kehamilanku. Apa hal itu ada hubungannya dengan Jihoon?"
Soonyoung menginjak pedal rem kuat mendengar nama itu lagi. Ia menyetir ke pinggir dan memarkirkan mobilnya.
"Kenapa memangnya? Apa kau tak suka?" Tanya ketus Soonyoung menghadap ke Ara.
Ara menghembuskan nafasnya dan melipat tangannya di depan dada.
"Ada tiga hal yang membuatku bahagia. Pertama, karena aku akan segera kembali pada Jihoon, kedua karena aku akan segera menjadi seorang ayah dan ketiga...." Soonyoung menggantungkan kalimatnya dan kembali mengendarai mobilnya.
"Akhirnya aku bisa lepas darimu" lanjutnya dengan nada sarkastik. Ara terkejut mendengar jawaban Soonyoung. Hidupnya tidak akan pernah bahagia.
--------------------------
Aku sedang galau memikirkan nasib cerita aku yang mengandung unsur smut nya abis baca curhatan kak frixikwon tentang ceritanya yang kemungkinan di report dari wp nya:((
Thankyouu ya kak, udh mau bagi-bagi pengalamannyaa❤❤
Apa kabar sama work aku yang ini & story sebelahh:((
Untuk menghindari adanya hal yang kayak gitu lagi, aku bakal stop dulu update untuk cerita "SoonHoon Story 18+"
*padahal udh nulis new part dan niatnya di publish malem ini, seriusan*
Dan aku jadi takut buat part naena dicerita iniii huaaaa😭😭
As always, gak boleh lupa Vote and Commentnyaa~~~
See u ~~~~~😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
SYNDROME (SoonHoon)✔
Fanfic25/05/18 #1 - howoo 💛 27/05/18 #217 - Fanfiction💛 YOU'RE MY HEALER AND KILLER. WHICH ONE SHOULD I CHOOSE? •Sembuh dengan cara menjauh? "Tapi dia obatku" •Sembuh dengan cara mendekat? "tapi dia adalah penyebab penyakitku" ~SYNDR...