Chapter 24

3.3K 289 5
                                    

"Gimana? Udah bilangkan kamu sama Ali kemarin kalo hari ini mau pergi ke Singapore?", tanya Robby disela-sela sarapan.

Prilly pun mengangguk sebagai jawaban.

"Ali ga masalahkan kalo kamu harus ke Singapore untuk sementara waktu?", tanya Diana yang baru saja keluar dari dapur.

"Gapapa kok Ma. Ali juga udah gede, jadi paham", balas Prilly tidak sesuai dengan kenyataan.

"Ya baguslah kalo gitu. Dalam suatu hubungan selain kepercayaan, emang harus ada kedewasaan", balas Robby.

Diana pun mengangguk menyetujui apa yang dikatakan oleh suaminya.

"Ali nanti ikut ke bandara Prill?", tanya Diana.

"Eumm, belum tau sih Ma. Ali kan juga punya kesibukan lagi", balas Prilly lagi-lagi berdusta.

"Oh ya udah. Kalo nanti Ali mau ikut ke bandara suruh ke rumah aja Prill. Mobilnya ditinggal disini, terus Ali ikut sama kita. Biar 1 mobil aja", pinta dan jelas Diana.

"Iya Ma. Nanti Prilly kasih tau ke Ali kalo dia mau ikut. Kalo gitu, Prilly ke kamar dulu ya. Mau lanjut packing", izin Prilly sambil berlalu dari ruang makan.

***
Kamu ikut nganterin aku ke bandara gak Li? Kalo ikut, kamu ke rumah sebelum jam 3. Pesawat aku jam 5.

Aku menghembuskan nafas setelah membaca pesan Prilly. Jujur saja, dari kemarin sampai sekarang Prilly selalu mengirimi ku pesan yang hanya aku baca tanpa ada satupun yang aku balas. Entah, aku takut jika Prilly ke Singapore untuk meninggalkan ku disaat aku masih membutuhkan dia. Sebenarnya aku tau jika aku egois, tapi sepertinya egoku lebih besar kali ini. Entah kemana sikap dewasa ku, mungkin hanyut ke laut?.

Lii, kamu masih marah gara-gara aku ke Singapore mendadak? Maaff, aku juga ga tau. Aku juga baru dikasih tau kemarin siang sama Papa.

Lagi dan lagi, pesan yang dikirim oleh Prilly hanya ku baca. Bukannya aku marah, tapi aku kecewa. Aku tau, kalo Prilly ke Singapore memang mendadak, karena kemarin aku menatap matanya saat ia mengatakan harus pergi dan sama sekali tidak ada kebohongan disana.

Aku nggak marah. Nanti aku jemput kamu

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengantar Prilly ke bandara sekaligus untuk meminta maaf atas sikapku yang kekanak-kanakkan.

***
"Ma, nanti kalo berangkatnya kepisah gimana. Aku sama Ali naik mobilnya Ali, Mama sama Papa dianter Mang Maman", tanyaku pada Mama yang sibuk mengemasi bajuku.

"Ya gapapa sih Ly, tapi kan enakkan kalo jadi satu mobil", jelas Mama.

"Pisah aja ya Maa? Aku kan juga pengen ngabisin waktu sama Aliii", rengekku pada Mama.

"Iya iya, terserah kamu aja deh. Dasar anak muda", ejek Diana.

"Dih, Mama kayak ga pernah muda aja", balas Prilly.

"Pernah sih. Tapi ga kayak kamu, yang cuma mau pergi ke Singapore aja butuh waktu berduaan", ejek Diana lagi.

"Ya udah sih Ma. Kan Prilly juga ga tau sampai kapan di Singapore wajar-wajar aja kan", balas Prilly tak mau kalah.

"Iya deh iya, PRILLY SELALU BENAR, MAMA SELALU SALAH", kata Diana sambil terkekeh.

"Mama! Apaan coba", balas Prilly sambil menabok pelan lengan Mamanya.

"Mama bakal kangen sama bawelnya kamu sayanggg", kata Diana sambil memeluk putri semata wayangnya itu.

"Ahh, Prilly juga bakal kangen kok sama bawelnya Mama", balas Prilly sambil memeluk Mamanya.

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang