Chapter 12

4.1K 251 1
                                    

Di sini lah Ali sekarang. Setelah mengantarkan Prilly pulang, ia tidak langsung kembali ke rumahnya. Ia berada di danau, yang tadi siang sudah dikunjunginya bersama Prilly. Ia duduk menatap kosong danau didepannya. Suasana sangat sepi, hanya ada cahaya bulan yang memantul di permukaan danau. Ali terlihat merenung, hatinya kacau. Kacau karena sang Papa yang mengatakan bahwa ia anak tidak tahu diri. Juga memikirkan ucapan Papanya bahwa sang Mamanya merupakan perempuan murahan. Ia merindukan kehidupannya yang dulu. Kehidupan dimana hanya ada tawa ceria dari keluarganya. Jujur saja, dia benci dengan hidupnya saat ini. Ia ingin pergi, sekedar untuk menenangkan diri, tapi ia selalu ingat pada Zio. Ingatannya kembali di masa lalu.

"Paa, liat foto yang Ali ambil", ucap Ali senang.

"Mana sini coba Papa liat", ucap Jodi sambil mengambil kamera yang dibawa Ali. Kamera yang ia berikan pada Ali sebagai hadiah ulangtahunya ke 15.

"Widih, keren nih. Hebat ya anak Papa", ucap Jodi sambil mengelus rambut lebat putra sulungnya itu.

"Iya donk, Ali gitu lho", jawab Ali.

"Eh, Zio sama Mama mana ya Li?", tanya Jodi pada Ali. Pasalnya, daritadi ia tidak melihat istri dan anak bungsunya itu

"Cari aja yok Pa. Ali juga mau motret pemandangan di sekitar sini".

"Yaudah yuk".

Ali dan Jodi pun bersama-sama mencari Zio dan Hanna -Mama Ali-. Mereka tersenyum saat melihat Zio bermain ayunan dengan tawanya.

"Mamaaaa", panggil Ali sambil menghampiri Mamanya.

Hanna yang melihat Ali pun merentangkan tangannya, meminta sang putra sulung untuk memeluknya. Ali pun langsung memeluk Hanna.
Jodi yang melihat ibu dan anak itu pun tersenyum. Ia bahagia. Bahagia karena hidupnya dilengkapi dengan istri dan anak-anak yang selalu mendukungnya. Ia bersumpah pada dirinya sendiri, tidak akan pernah melukai keluarganya. Ia akan menjaga keluarganya.

Tanpa Ali sadari, air mata menetes dari matanya. Ia rindu dengan keluarganya. Ia ingin keluarganya kembali seperti dulu. Ia ingin memiliki keluarga seperti Prilly yang Papa dan Mamanya sangat menyangangi nya. Keluarga yang harmonis.

Tiba-tiba pikiran Ali melayang pada Prilly. Gadis itu. Gadis yang dipertemukan dengannya karena photoshoot. Entah mengapa, Ali pengen menceritakan tentang keluarganya pada Prilly. Lagipula, Prilly juga sudah tau Papanya. Tapi apa Prilly bisa menjaga rahasianya? Prilly bahkan tidak pernah akur dengan dirinya. Ali melirik jam tangannya. Pukul 23.46. Sudah 1 jam ia berada di danau ini. Ia pun bangkit dari duduknya, menghapus sisa air matanya. Ia harus pulang sekarang.

Keesokan harinya, Prilly yang masih terlelap terpaksa membuka matanya karena HP yang ada di sebelahnya terus saja berbunyi, menandakan ada yang menghubungi dirinya.

"Haloooo", ucap Prilly dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Tidak ada yang menjawab salam darinya.

"Halooo.. Siapa sih nih", ucap Prilly sekali lagi.

"Pril".

Reflek, Prilly membuka matanya lebar saat mengetahui siapa yang meneleponnya. Ia melihat jam dinding dikamarnya. Pukul 04.48 pagi. Sepagi ini Ali meneleponnya?

"ALI?? Loe ga ada kerjaan apa gimana sih? Gila aja sepagi ini nelpon gue", ucap Prilly kesal karena tidurnya diganggu.

"Sorry Pril, gue ga bermaksud ganggu loe", ucap Ali dengan menyesal.

"Iya udah gapapa, ada apa sepagi ini loe hubungi gue?".

"Nanti loe ada acara? Gue pengen ketemuan sama loe".

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang