Kana terbangun dari tidurnya karena merasakan dadanya yang tiba-tiba sesak. Tubuhnya gemetar dan dibanjiri keringat dingin. Rasanya seperti ada sebuah batu besar yang menghimpit dadanya. Kana duduk bersandar pada kepala ranjang, melirik jam yang menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Dengan susah payah ia berusaha mengatur nafasnya, mulutnya sampai terbuka berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya.
Tangan kirinya memegangi dada kirinya dan tangan kanannya berusaha meraih tabung bening berisi obat di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Arghhh." Erangan itu lolos ketika Kana berhasil meraih obatnya. Ia mengeluarkan dua butir sekaligus dan langsung meminumnya tanpa bantuan air. Sudah terlalu sering Kana meminum obat, sehingga Kana terbiasa pula dengan rasa pahitnya obat.
Sungguh Kana lelah. Hampir setiap malam ia terbangun karena rasa sakit itu. Rasanya benar-benar capek. Kana ingin hidup normal seperti remaja lainnya. Kana juga ingin hidupnya tidak hanya menyusahkan orang. Membuat orang lain khawatir, dan membuat orang lain menangis. Untuk apa ia dilahirkan jika hanya merepotkan orang tuanya.
Jika disuruh memilih untuk bertahan atau tetap berjuang, Kana sendiri tidak bisa memilih. Ia ingin mengakhiri semua rasa sakit itu, namun ia juga tidak ingin meninggalkan semuanya.
"Seharusnya bunda dulu gak usah hamil aku, mungkin kalau gak ada aku sekarang bunda sama ayah hidup bahagia sama mas Tio." Lirih Kana sembari menikmati rasa sakitnya.
🌙🌙🌙
Kana menuruni anak tangga dengan langkah gontai. Wajahnya lesu dan sedikit pucat, sedangkan tangan kanannya menenteng jaket abu-abu yang akan ia kenakan. Entah karena apa pagi ini mood Kana benar-benar buruk.
Kana meletakkan tas ranselnya di kursi, kemudian jaketnya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Kana mengambil sepotong sandwich dan melahapnya cepat.
"Duduk ka." Tegur Adhi yang melihat gelagat aneh pada anak bungsunya.
Ayu langsung menghampiri Kana, "Pucet lhoh? Semalem ga papa?" Tanya Ayu. Namun Kana hanya menggeleng, kemudian ia mengambil jaketnya dan mengenakan nya.
"Ayah ayo." Ujar Kana sambil mengenakan tas sekolahnya.
"Yaudah ayo." Adhi bangkit, mengambil jas hitamnya yang tersampir pada kursi lalu menghampiri istrinya dan memberikan kecupan kecil di kening istrinya, "Aku berangkat."
Begitu juga dengan Kana, ia langsung mencium tangan Ayu dan berpamitan untuk berangkat ke sekolah, "Kana berangkat ya."
"Obat kamu kenapa gak diminum?" Ujar Ayu mengingatkan.
"Nanti di mobil aja." Ucap Kana, ia langsung berjalan menyusul ayahnya yang sudah keluar terlebih dahulu, mengeluarkan mobil dari garasi.
Sesampainya di luar Kana langsung masuk ke dalam mobil, ia meminum terlebih dahulu obat penyambung hidupnya dengan bantuan sebotol air mineral yang memang tersedia di dalam mobil Adhi.
Adhi memandang sendu anaknya, Kana masih sangat muda untuk menanggung semuanya.
"Kenapa gak diminum di dalem aja coba." Ujar Adhi sambil merogoh saku celana panjangnya, mengambil ponselnya yang bergetar.
"Ga papa." Jawab Kana.
Ayu Larasati :
Aku ga yakin anak aku baik-baik ajaAdhi melirik Kana di samping nya setelah membaca pesan dari istrinya. Sejujurnya ia pun merasakan hal yang sama seperti Ayu.
"Ayah ayo jalan." Gerutu Kana saat ayahnya tidak kunjung menjalankan mobilnya, malah terus bermain ponsel.
"Iya iya bentar, ada sms nih." Adhi buru-buru mengetikkan pesan balasan untuk Ayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't [Complete]
Teen FictionIni hanya kisah Kanaka di dunia bersama para bintangnya.