"Terimakasih atas pengertiannya pak, mohon doanya juga supaya adik saya cepat pulih dan bisa kembali bersekolah."
Pagi-pagi Tio sudah berada di sekolah Kana sekaligus bekas sekolahnya dulu untuk memberi kabar kepada pihak sekolah mengenai kondisi Kana. Sebenarnya bukan rahasia umum lagi bagi pihak sekolah mengenai kondisi kesehatan Kana, namun tetap saja tidak sopan namanya jika hanya mengirim surat atau menyuruh Angga memberi tahu pihak sekolah.
"Iya bapak selalu doain adik kau itu, Satrio adik kau itu sangat berprestasi di sekolah. Sama seperti kau dulu." Guru dengan rambut yang sudah memutih itu membenarkan letak kacamatanya, "Hanya saja Kanaka ini terlalu pendiam, tidak seperti kau! Yang banyak omong ini."
Tio terkekeh, guru biologi di hadapannya tidak pernah berubah. Hanya keriput di wajahnya yang terlihat semakin banyak dan jelas, "Bapak ini bisa aja. Kalau begitu saya permisi ya pak, saya harus ke rumah sakit lagi." Ujar Tio sambil menyalami wali kelas Kana itu.
"Iya Satrio. Lekas sembuh untuk Kanaka, kasihan sekali dia, masih muda harus merasakan sakit seperti itu. Banyak yang rindu dia di sekolah, jangan sakit terus."
Tio tersenyum membenarkan ucapan pak Nana. Banyak yang tidak suka ketika Kana sakit. Banyak orang yang sayang kepada Kana dan menunggu kehadirannya.
Setelah Tio keluar dari ruang guru, Tio berjalan menuju kelas Kana untuk menemui Angga. Pandangan Tio meneliti tiap sudut sekolah yang tidak banyak berubah. Kenangan masa putih abu-abu mulai terputar di otaknya. Saat ia menjadi ketua osis yang diidolakan oleh siswi-siswi di sekolahnya, kecuali Nadiya. Tio terkekeh jika mengingat itu semua.
"Anjirrr itu kan kak Satrio yang mantan ketos itu. Gila makin ganteng aja!"
"Itu kakaknya Kana bego."
"Adek kakak sama-sama ganteng ya."
Tio hanya tersenyum menanggapi celotehan teman sekelas Kana.
"Loh lo ngapain ke sini mas?" Tanya Angga begitu melihat Tio memasuki kelasnya.
"Abis ngurus absennya Kana."
"Gimana Kana?!" Ujar Angga.
"Belum sadar," ucap Tio pelan. Ia tetap berusaha tersenyum di hadapan teman-teman Kana, "Nanti tolong catetin semua materi yang guru jelasin ya buat Kana." Lanjut Tio.
Angga mendengus, begitu juga dengan Arif dan Billy, "Masih sempet-sempetnya si mas mikirin catetan!" Sungut Billy.
"Nanti gue catetin mas," Ale yang sedari tadi diam ikut membuka suara.
Tio tersenyum, "Makasih le."
"Kalo gitu gue mau ke rumah sakit lagi."
"Ikut!" Seru Angga, Billy, dan Arif bersamaan yang mengundang tatapan tajam dari Tio, "Nggak! Kalo kalian pada bolos sekolah mending ga usah jengukin Kana sekalian. Kapan pinternya kalo gitu. Jadi bego selamanya ga akan guna hidup kalian." Ujar Tio sebelum melangkah keluar dari ruang kelas.
"Anjirlahhh omongan orang pinter tuh!"
🌙🌙🌙
Tio tak melepaskan genggamannya pada tangan Kana yang terasa dingin. Tio tidak sendiri menjaga Kana, ada Tias yang duduk di sofa sambil membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk cucunya yang sedang berjuang. Sama seperti Tias; utinya, Tio juga tak henti-hentinya merapalkan doa agar Kana segera sadar. Tio sengaja menyuruh ayah dan bundanya untuk di luar saja, mereka sudah terlalu lelah menjaga Kana semalaman. Kini biarlah Tio yang menjaga Kana dan membiarkan orang tuanya sedikit beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't [Complete]
Teen FictionIni hanya kisah Kanaka di dunia bersama para bintangnya.