Kana berjalan santai keluar dari kamarnya. Ia sempat menoleh ke kamar kakaknya. Pintunya tertutup, dan sepi. Kana menggidikkan bahunya acuh. Ia bersepekulasi kakaknya sedang tidur, atau sibuk mengerjakan tugas kuliahnya. Sudah beberapa hari ini Kana melihat Tio sangatlah sibuk dengan urusan kuliahnya. Kana jadi khawatir, takut kakak satu-satunya itu nanti sampai sakit karena kurang istirahat.
"Gimana kuliah kamu mas?"
Saat menuruni tangga, Kana bisa mendengar suara orang sedang mengobrol di ruang keluarga. Benar saja, Adhi dan Tio duduk bersebelahan di sofa. Melihat mereka, Kana mengurungkan niatnya yang tadinya ingin pergi ke dapur untuk mengambil minum, menjadi ikut bergabung bersama ayah dan kakaknya.
"Nyari susu kan lo?" Tebak Tio ketika Kana baru akan duduk di sofa lainnya. Kana menggeleng lalu memfokuskan pandangannya pada layar tv yang menyala.
Adhi melirik Kana sebentar lalu melipat koran yang sedang dibacanya, kemudian berpindah duduk di samping anak bungsunya itu, "Udah makan belum kamu?" Tanya Adhi yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Kana.
Adhi mengacak pelan rambut Kana. Pandangan Adhi lalu beralih pada Tio yang sedang berkutat dengan ponselnya. Anak-anaknya sudah tumbuh dewasa saat ini. Padahal Adhi merasa seperti baru kemarin merawat Tio dan Kana. Namun sekarang mereka sudah beranjak dewasa saja.
"De, lu ga main tik tok?"
Kana mengernyit bingung atas pertanyaan kakaknya, "Makanan?"
"Bukan. Itu yang anak remaja pada mainin, aplikasi di hp. Masa ga tau sih."
Kana masih belum paham apa yang dimaksud oleh Tio, "Apaan si?"
Tio menghela napasnya, "Bowo bowo." Ujar Tio kemudian, memastikan bahwa adiknya memang benar-benar tidak mengetahui keviralan aplikasi yang sebagian penggunanya adalah para anak remaja.
"Bowo siapa lagi mas?"
Tio tersenyum tipis, "Ga perlu tau juga si lu de, ga penting." Tio lega. Ternyata adiknya tidak ikut terserang demam tik tok yang sedang merajalela di Indonesia. Namun tiba-tiba otak Tio membayangkan jika Kana ikut bermain tik-tok. Lucu. Pasti sangat lucu. Kana yang sangat jarang bicara dan senyum berjoget di depan layar hp yang digoyang-goyangkan. Membayangkannya saja sudah lucu bagi Tio.
"Ngeri amat," ujar Kana sambil bergidik saat melihat Tio yang mendadak senyum-senyum sendiri. Kemudian Kana menidurkan kepalanya di pangkuan Adhi.
"Kenapa?" Tanya Adhi lalu Kana menggeleng. Anak itu memilih memejamkan matanya, seharian ini tubuhnya terasa lemas. Dan kepalanya sering pusing. Walaupun tidak sesakit saat ia kambuh, namun semua itu sedikit membuat Kana kewalahan. Terlebih dengan rasa lemas yang mendera tubuhnya.
"Nafas yang bener coba, jangan biasain pake mulut." Tegur Adhi ketika Kana sedikit membuka mulutnya untuk bernafas.
"Rumah sakit aja lah," ucap Tio. Tio paling tidak bisa melihat Kana kepayahan seperti itu.
Kana membuka matanya, mengikuti perintah sang ayah. Bernafas dengan benar, menggunakan hidung bukan mulut. Saat dirasa sesak itu sudah hilang, Kana bangkit dan menatap Tio yang juga sedang menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Rumah sakit mulu, Kana gak papa." Setelah mengatakan itu, Kana beranjak dari sofa. Berjalan menuju kamarnya, sedangkan Tio hanya bisa menghela napas pelan sambil memandangi Kana yang sudah berjalan menaiki anak tangga.
"Kaya gak tau adeknya aja kamu mas," ujar Adhi.
"Tio khawatir yah." Sahut Tio.
"Ayah tahu. Ayah juga khawatir, tapi kamu tahu kan Kana gak suka dikhawatirin." Adhi memegang pundak Tio, ia tahu bagaimana perasaan Tio saat ini. Adhi pun merasakan yang sama, namun yang Kana butuhkan bukan kekhawatiran dari orang di sekelilingnya, melainkan kekuatan dan dukungan yang Kana butuhkan.
"Susulin sana ke kamar, temenin. Kalo ada apa-apa panggil ayah atau bunda." Titah Adhi yang langsung dipatuhi oleh Tio.
Tio langsung membuka pintu kamar Kana perlahan tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Dengan kepala yang ia sembulkan terlebih dahulu, Tio dapat melihat Kana yang sedang membaca buku sambil menyenderkan tubuhnya pada kepala ranjang.
"Ka?" Panggil Tio sembari menutup kembali pintu kamar Kana. Tio mendekat dan ikut duduk di samping Kana.
"Hmm."
"Baca apaan?"
"Buku."
Lagi-lagi Tio hanya bisa menghela nafasnya pelan. Jawaban yang sangat singkat, padat, dan jelas dari seorang Kanaka.
Kana meletakkan buku yang tadi dibacanya di atas meja belajarnya, lalu ia menidurkan badannya dengan posisi miring menghadap Tio sambil memeluk guling. Ia memejamkan matanya, "Mas pusing."
Tio menatap Kana dengan tatapapan sendu, tanpa disuruh ia langsung memijat dengan lembut pelipis Kana, "Udah minum obat belom si?" Tangan Tio yang lainnya menarik selimut sampai menutupi sebagian tubuh Kana.
Kana tidak menjawab dan hanya mengangguk, ia terlampau menikmati pijatan lembut dari Tio. Seperti kekuatan, saat Tio memijatnya rasa pusing di kepalanya perlahan hilang.
"Kalo masih gak enak gausah maksain sekolah, jadi gini kan. Gimana kagak jadi langganan rumah sakit coba."
"Berisik. Gue ngantuk."
"Yaudah tidur, mas di sini." Tio masih setia memijat pelipis Kana. Saat terdengar dengkuran halus pertanda Kana benar-benar sudah tertidur, ia baru berhenti memijat Kana. Tio mengelus surai hitam kecoklatan milik Kana, menatap wajah damai adiknya itu saat tertidur, hingga saat pintu kamar Kana dibuka oleh seseorang.
"Gimana mas?" Tanya Ayu begitu masuk, ia sedikit khawatir saat tadi suaminya mengatakan Kana terlihat dalam keadaan tidak baik. Oleh karena itu ia langsung menuju kamar Kana setelah menyuruh Eka melanjutkan mengurus tanaman hiasnya di halaman belakang.
"Tidur. Dari kemaren bilangnya pusing mulu bun, lemes juga katanya." Jawab Tio.
Ayu memandang Kana yang tertidur lalu memandang Tio, "Nanti kalo gak ada perubahan bunda telvon om Kevin suruh ke sini, sekarang biarin adek kamu istitahat dulu." Ujar Ayu. Ia melirik jam yang ada di kamar Kana.
"Katanya kamu ada janji sama Nadiya, udah sana siap-siap." Ujar Ayu saat teringat cerita Tio yang hari ini berencana mengajak Nadiya makan di luar.
"Aku batalin aja kali ya bun."
"Ngapain dibatalin, sana pergi. Kana gak papa, nanti Nadiya kecewa lhoh?"
Tio nampak berpikir sebentar, benar kata bundanya. Nadiya pasti akan kecewa kalau ia membatalkan janjinya. Janji akan mentraktir Nadiya di cafe yang baru buka di dekat kampus mereka.
"Yaudah aku siap-siap ya bun," Tio beranjak dari kasur Kana untuk bersiap-siap. Ayu tersenyum dan memberi acungan jempol pada Tio.
"Sukses kencannya," ujar Ayu. Kemudian ia duduk di tepian kasur Kana, meneliti dengan seksama wajah anaknya itu. Wajah yang mirip dengan wajah suaminya.
"Mamas kamu mau kencan. Kamu jangan sakit, nanti mas Tio kepikiran kamu mulu pas kencan." Monolog Ayu sambil mengelus kepala Kana.
-TBC-
Kurang pagi updatenya yeee:v
Hollaaa❣
Aku kembali 😂Saya update karena lagi seneng banget😆 karena apa?
KARENA SAYA DITERIMA DI SMA IMPIAN SAYA!!! Huhu, seneng banget si😂
Setelah 3 hari ga mood ngapa-ngapain dengan kerjaan cuma mantengin hp liatin proses ppdb online, dan akhirnya saya di terimaaaaaa. Haaa sumpah seneng banget si! Udah resmi jadi anak SMA nihh, HAHA.
Berhubung dalam rangka seneng nih, insha Allah besok bakal update lagi 😂
Oh ya selamat ya buat teman-teman yang baru masuk SMA/SMK, selamat yang sudah berhasil masuk sekolah yang diimpikan. Dan bagi yang belum berhasil, jangan patah semangat. Semua sekolah sama aja, semua tergantung dari diri kalian, gimana niat kalian untuk belajar. Tidak perlu bersekolah di sekolah favorit atau sekolah hits, asalkan kalian belajar dengan sungguh-sungguh pasti kalian akan sukses :)
*sok iye nih sayanya:v
Btw, lafyuuuuuu yang masih setia baca💗 ditunggu comment dan vote nya yaaaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't [Complete]
Teen FictionIni hanya kisah Kanaka di dunia bersama para bintangnya.