Tio panik dan buru-buru menuju rumah sakit dengan mengantar pulang Nadiya terlebih dahulu. Pikirannya dipenuhi dengan hal buruk ketika bundanya mengatakan Kana sempat kejang sebelum dibawa ke rumah sakit.
Tio menggelengkan kepalanya, menghalau semua pikiran buruknya. Kana baik-baik saja, pasti. Dengan perlahan Tio membuka pintu kamar tempat Kana dirawat. Begitu pintu terbuka, mata Tio langsung tertuju pada Kana yang sedang tertidur. Tidak ada selang ataupun masker oksigen di wajah Kana. Namun tangan Kana, kedua tangan kurus itu sama-sama tertancap selang infus. Tangan kirinya ditancapi infus yang berisi cairan bening pada umumnya, namun tangan kanan Kana justru tertancap selang yang dihubungkan dengan sekantung darah.
"Eh kamu mas, kirain siapa." Ujar Ayu yang keluar dari kamar mandi. Ia mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruangan itu. Sedangkan Tio memilih duduk di kursi samping Kana.
"Kok bisa gini si bun? Tadi kan baik-baik aja." Tio melepaskan jaketnya lalu menyampirkannya pada kursi yang ia duduki.
"Tadi demamnya tinggi banget, sampe sempet kejang. Yaudah bunda sama ayah langsung bawa ke rumah sakit."
Tio menatap Kana dengan tatapan sendu. Baru beberapa jam ia tinggal pergi bersama Nadiya, pulang-pulang ia harus mendapati Kana tertidur di ruangan serba putih lagi. Padahal tadi saat ia pergi Kana masih baik-baik saja, tapi sekarang malah seperti ini.
"Itu kenapa pake tranfusi darah segala?"
"Hb nya turun drastis sampai di bawah 7, makanya ngeluh pusing sama lemes terus. Kata om Kevin harus tranfusi."
"Ya Allah Kanaaaa."
"Apa?" Suara lirih Kana berhasil mengejutkan Tio. Sejak kapan anak itu bangun. Atau jangan-jangan Kana hanya pura-pura tidur.
"Ngapa jadi gini sih?!" Tio tidak membentak, hanya saja volume suaranya yang sedikit ia tinggikan.
"Au, kan gue baru bangun." Jawab Kana seadanya.
"Nih mas kasih tau, tadi lu kejang-kejang bego."
"Mas Tio ngomongnya ihhh," Tegur Ayu. Kebiasaan buruk anaknya, jika sudah kesal dan emosi maka Tio akan berkata kasar.
"Gak nurut si bun, coba kalo adek nurut kalo suruh makan sayur. Gak bakal anemia sampe begitu. Lagaknya gak mau jadi langganan rumah sakit. Tapi disuruh makan sayur aja susahnya kayak ngajak Nadiya pacaran." Sontak ocehan Tio bukannya membuat Kana takut malah membuat Kana menggembungkan pipinya menahan tawa. Kana yakin Tio tidak sadar saat mengucapkan kata diakhir kalimatnya. Kana jadi miris, sudah ditolak, acara makan bersama Nadiya pun harus diakhiri begitu saja karena dirinya lagi-lagi tumbang.
"Kok ketawa si?! Kurang serem marahnya mas?"
Kana menarik nafas lalu menghembuskannya, masih berusaha untuk tidak tertawa, "Serem kaya singa. Iya minta maaf, besok rajin makan sayur deh."
"Diomelin sama masnya aja baru nurut. Kemaren-kemaren bunda yang bilangin, susah banget nurutnya." Ujar Ayu. Kana hanya nyengir, lalu melihat wajah kakaknya yang sudah sangat garang layaknya singa yang akan menerkam dirinya.
"Bunda keluar ya? Nyusul ayah di kantin." Ayu baru saja ingin membuka pintu, namun ia membalikkan badannya lagi kala Kana memanggilnya.
"Bilangin om Kevin kalo infusnya abis langsung pulang ya?" Pinta Kana dengan enteng. Sontak Ayu dan Tio kompak membulatkan matanya. Baru saja sadar dari pingsannya, Kana dengan entengnya meminta pulang? Apa anak itu sudah merasa baik di saat orang-orang mengkhawatirkan kondisinya.
"Ini anak tadi beneran kejang-kejang nggak sih bun?" Heran Tio. Namun Ayu tidak menjawab lagi, ia menggelengkan kepalanya sebelum keluar dari ruang rawat Kana.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't [Complete]
Teen FictionIni hanya kisah Kanaka di dunia bersama para bintangnya.