46. Ketakutan

5.1K 592 75
                                    

Adhi duduk di kantin rumah sakit ditemani oleh Ayu. Ia memijat pelan pangkal hidungnya, matanya terpejam, pikirannya hanya dipenuhi dengan anak bungsunya. Selama hidupnya Kana terus merasakan sakit tapi Kana tidak pernah mengeluh. Kana selalu mengatakan ia baik-baik saja walau di balik kata baik yang Kana ucapkan, ia sedang berusaha menahan rasa sakitnya. Kana hanya akan mengeluh saat ia sudah tidak mampu menahan apa yang ia rasakan.

"Aku ga mau ngelakuin operasi apa pun. Udah cukup ayah selama ini badan Kana ditusuk sana sini."

"Dokter bisa bilang operasi ini untuk memperbaiki kerusakan jantung Kana? Kana rasa itu percuma, kalau nyatanya Kana bisa sembuh hanya dengan transplantasi jantung yang presentase keberhasilannya juga kecil. Kana yang ngerasain sakit yah, Kana tahu gimana kondisi Kana sendiri. Kana ga mau operasi hanya untuk menambah waktu hidup Kana. Karena itu cuma bikin Kana tambah sakit."

Ucapan Kana kembali terngiang, untuk pertama kalinya Kana. Sosok yang sangat tertutup dan sulit mengungkapkan isi hatinya kepada orang lain bahkan keluarganya sendiri, bercerita dengan gamblang tentang apa yang ia rasakan selama ini. Orang tua mana yang tidak ikut sakit saat anaknya bercerita tentang seberapa sakit dan menderitanya dia selama ini.

"Adhi aku ga bisa liat adek terus-terusan kaya gini." Ayu terisak di samping Adhi.

Memang Adhi bisa? Ia juga tidak bisa, tapi apa yang bisa ia perbuat. Ia hanya bisa meminta kepada Tuhan agar anaknya tidak hidup terus dilingkupi dengan rasa sakit.

Adhi meraih tangan Ayu dan menggenggamnya, ditatapnya hangat sang istri yang masih terisak, "Dokter udah bilang kan, kalau kerusakannya udah parah. Dengan operasi ini ga menjamin Kana akan baik-baik saja. Jalan satu-satunya hanya dengan transplantasi."

"Kana benar, ini cuma buat dia makin sakit."

Ayu menggeleng, air matanya tak berhenti menetes. Kenapa hidup anaknya begitu menderita, kenapa tidak ia saja yang menderita. Ayu merasa tidak berguna sebagai seorang ibu.

"Tapi sampai kapan Dhi? Apa bakal ada pendonor, anak kita udah terlalu menderita."

Adhi menarik Ayu ke dalam pelukannya, memeluk erat tubuh sang istri dan mencium kepalanya dan berkata, "Kita udah pernah bicarain kan untuk bawa Kana berobat ke Jerman, tapi Kana juga ga mau. Kita sekarang cuma bisa doa Yu."

🌙🌙🌙

"Ada Angga sama Ale." Bisik Tio tepat di telinga Kana.

Kana langsung membuka matanya, orang yang ia tunggu-tunggu sejak ia sadar akhirnya datang, "Angga."

Angga tersenyum, diikuti oleh Ale ia mendekat pada Kana, "Hai."

Sedangkan Tio memilih pergi, membiarkan para remaja yang terlibat cinta segitiga itu menyelesaikan masalah mereka.

"Gimana keadaan lo?"

"Gini." Jawab Kana.

"Angga maafin gue," sambung Kana, ia harus mendapatkan maaf dari Angga sebelum semunya terlambat.

"Apaan si seharusnya gue yang minta maaf. Gara-gara gue lo jadi gini."

"Nggak ada hubungannya, penyakit gue makin parah."

Ucapan Kana membuat Angga dan Ale terhenyak. Tatapan hangat mereka berubah menjadi kekhawatiran, keduanya diam tidak tahu harus mengatakan apa.

"Kana lo pasti sembuh kok!" Ujar Ale. Senyumnya mengembang walau matanya mulai berembun.

Kana tersenyum tipis, "Gue juga minta maaf sama lo Le."

I Can't [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang