39. Terlalu Takut

5.5K 598 55
                                    

"Trus sekarang gimana?"

"Secepatnya gue harus segera ngambil keputusan."

Nadiya manggut-manggut mendengar semua yang dikatakan Tio. Keterkejutannya berubah menjadi kecemasan saat Tio benar-benar terlihat sangat berantakan, terlebih saat Tio mengatakan Kana sampai tumbang karena masalah itu.

Nadiya ingin merutuki Tio yang telah menyembunyikan masalah ini darinya, dan bahkan dari ayah serta bundanya. Padahal sudah jelas-jelas ini bukan masalah kecil yang dapat Tio selesaikan sendiri.

"Sekarang apa keputusan lo?"

Tio menggeleng, ia memegang tengkuknya, "Gue ga tau nad."

Nadiya mengusap lembut punggung Tio, "Jujur gue ga bisa bantu apa-apa yo. Benar kata om Adhi semua keputusan ada di tangan lo." Ujar Nadiya.

"Ikuti kata hati lo, gue yakin pilihan lo ga akan salah." Nadiya tersenyum di akhir kalimatnya.

"Hmm."

Nadiya lalu menepuk kasar punggung Tio sampai Tio kaget dan tersentak ke depan, "Sakit nad! Tadi aja dielus sekarang ditabok!"

Nadiya terkekeh, "Udah ah ayo! Ke rumah lu, gue mau ketemu dede emez!"

Tio mendengus, "Padahal lebih gemesin gue dari pada Kana."

Nadiya hanya terkikik sebelum pergi mengambil tas di dalam kamar. Sedangkan sembari menunggu Nadiya mengambil tas, Tio menuju ruang keluarga untuk menemui orang tua Nadiya.

"Om."

Dimas yang sedang membaca majalah di sofa langsung menoleh saat Tio menyapanya, "Eh iya yo, ada apa?"

Tio tersenyum, "Maaf ganggu om, kebetulan adik saya lagi kurang sehat, dansaya mau minta izin sama om untuk ngajak Nadiya ke rumah. Karena biasanya kalau sudah Nadiya ajak bercanda adik saya jadi lebih semangat dan ceria."

"Ya ampun, Kana sakit lagi? Trus sekarang gimana kondisinya?"

"Alhamdulillah udah lebih baik dari kemarin om, sekarang juga di rumah kok gak di rumah sakit." Ujar Tio.

"Ya sudah sana,
sebenarnya tanpa kamu minta izin juga om percaya sama kamu kok. Kamu pasti jagain Nadiya dengan baik."

Tio tersenyum kikuk, ia tidak menyangka bahwa Dimas sangat mempercayainya, "Kan ga sopan om bawa pergi anak gadis om tanpa izin."

Dimas tertawa pelan, "Santai aja, lagian om udah hafal banget Nadiya pergi pasti cuma sama kamu, ga ada yang lain."

"Ya udah om, saya mau keluarin mobil dulu sambil nunggu Nadiya. Makasih banyak ya om, salam buat tante." Ucap Tio sambil menyalimi Dimas.

"Iya, hati-hati ya." Pesan Dimas.

"Pah, Tio mana?" Dimas menoleh pada Nadiya yang baru saja keluar dari kamar dengan penampilan yang lebih rapi dari sebelumnya.

"Itu keluarin mobil." Sahut Dimas.

Nadiya hanya ber-oh ria lalu meraih tangan Dimas dan mengecupnya, "Aku ke rumah Tio ya."

"Iya, hati-hati ya. Omong-omong kamu pinter juga nyari mantu buat papah." Goda Dimas.

"Papah! Apaan sih." Nadiya tersipu.

"Udah cakep, pinter, sopan lagi. Mantu idaman banget tau si Tio."

"Udah deh, aku berangkat!" Nadiya berlalu meninggalkan papahnya yang terus menggodanya.

Ucapan papahnya memang tidak salah, Nadiya yakin semua orang tua mendambakan menantu seperti Tio. Bahkan menurut Nadiya, Tio adalah laki-laki yang sempurna. Bukan hanya fisiknya yang sempurna, melainkan hatinya juga sempurna.

I Can't [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang