38. Sebuah Janji?

5.2K 602 82
                                    

"Enggak. Mas Tio ga boleh pergi." Lirih Kana yang  entah sejak kapan sudah berdiri di ujung tangga.

Rasanya Kana ingin menulikan pendengarannya, namun sayang ia sudah terlanjur mendengar semuanya. Mendadak tubuhnya terasa ringan, dadanya naik turun tak beraturan, ia takut.

"Kana." Kedua lelaki di bawah kompak menoleh dan terkejut dengan kehadiran Kana.

Kana berusaha berjalan dengan benar, agar tidak oleng saat memijaki anak tangga. Kakinya terlalu lemas, tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk sampai di hadapan ayah dan kakaknya.

"Sayang, tenang. Jangan gini." Adhi langsung menghampiri Kana yang sudah berada di anak tangga terakhir. Adhi merangkul tubuh lemas Kana. Adhi dan Tio hanya bisa melempar pandangan satu sama lain, mata mereka sama-sama menyiratkan rasa yang sama.

"Kana ayah bisa jelasin,"

Kana melepas rangkulan ayahnya, ia menatap ayahnya dengan tatapan menyelidik, "Ayah kenapa?"

"Nak," ucapan Adhi tergantung begitu saja.

"Ayah kenapa ngebolehin mas Tio ikut mereka?"

Adhi memejamkan matanya sejenak, kemungkinan yang ia takuti benar terjadi, "Bukan itu maksud ayah ka."

"Mereka yang udah nelantarin mas Tio yah, mereka gak punya perasaan, mereka ga mengharapkan mas Tio. Ayah tau itu kan?" Ujar Kana dengan deru napas yang terdengar jelas.

Adhi mengangguk samar, "Tapi bagaimana pun mereka orang tua mamas kamu." Adhi merengkuh tubuh Kana, membawanya ke dalam pelukannya, dan membiarkan Kana terisak dalam dekapannya.

"Mereka sudah berubah, dan ayah ga bisa memisahkan Mas Tio dengan mereka, mereka orang tua kandung mas Tio. Ayah bukan bermaksud menyuruh mamas kamu untuk memilih mereka, bukan nak. Semua keputusan ada di tangan mamas kamu sendiri, mamas kamu lebih tau mana yang baik untuk dia. Tugas kita hanya mendukung apapun keputusan mas Tio." Adhi mengusap punggung Kana, ia menjelaskan dengan tenang semua yang sedang terjadi berharap Kana mau mengerti dan menerimanya dengan ikhlas. Salah-salah Adhi berbicara, sesuatu yang buruk bisa terjadi pada Kana.

Dalam situasi ini Tio hanya bisa diam menunduk tanpa melakukan apa-apa. Sumber masalahnya ada pada dirinya, dadanya ikut sesak ketika melihat Kana menangis hanya karena diri nya. Ia ingin menggantikan posisi ayahnya memeluk Kana, namun ia terlaku takut. Takut kalau ia semakin melukai hati Kana.

"Udah tenang, mas Tio ga akan ke mana-mana." Adhi masih berusaha menenangkan Kana, namun Kana malah melepaskan pelukan Adhi dari tubuhnya. Ia berbalik menatap Tio yang masih menunduk.

"Mas," panggilnya lirih.

Tio memberanikan diri membalas tatapan Kana, mata Kana yang berkaca-kaca mampu mengiris hatinya. Sorot mata Kana seolah memohon kepada Tio. Tio menggeleng, "Engga ka, engga gini."

Kana maju selangkah, mengulurkan tangannya di hadapan Tio, "Jangan."

Hanya satu kata yang mampu Kana ucapkan, setelahnya tubuhnya terhuyung ke depan. Bahkan Tio ikut terhuyung saat tiba-tiba Kana limbung. Sama terkejutnya dengan Tio, Adhi langsung mengambil alih tubuh Kana.

"Ka! Kana denger ayah nak?!" Adhi terduduk di lantai, kedua tangannya mendekap Kana yang sudah memejamkan matanya. Adhi tau Kana belum sepenuhnya pingsan, namun kesadarannya sudah di ambang batas.

"Jangan pergi mas, gue mohon." Lirih Kana sebelum benar-benar kehilangan kesadarannya.

"Astaghfirullah," ucap Adhi sambil terus mengusap peluh yang membanjiri wajah Kana.

Tangan Tio bergetar di sisi tubuhnya, biasanya saat melihat Kana seperti itu, ia langsung mendekap Kana, memanggil Kana berulang kali agar Kana membuka matanya. Namun kali ini Tio terlalu takut untuk melakukan itu.

I Can't [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang