1. Tacos

15.6K 1K 144
                                    

Yey! It's monday.

Ketika semua orang membenci hari senin, aku malah merasakan sebaliknya. I really like monday.

Aku menyukai hari senin karena hari senin adalah freeday-ku. Hari produktifku memang sedikit berbeda dengan orang-orang kantor.

Biasanya di hari senin aku akan melakukan apapun yang aku sukai tanpa harus memikirkan urusan pekerjaan.

Aku bisa tiduran dari pagi hingga sore.

Aku bisa bermalas-malasan di kasur sambil menghabiskan stok film yang ada di laptop--karena malas ke bioskop.

Atau, aku bisa menghabiskan waktuku untuk maskeran, luluran, merawat diriku agar selalu terlihat cantik dan menarik.

Ya, itu yang aku inginkan di hari senin.

Namun sayangnya, semua harapanku harus sirna begitu saja. Karena hari ini, Mamaku akan datang untuk berkunjung.

Dang!

Aku terpaksa harus bangun pagi untuk membersihkan apartemen. Segala macam kotoran, dan sampah terpaksa harus aku buang jauh-jauh dari apartemen. Segala macam cucian--pakaian-pakaian kotor--harus segera aku bawa ke tempat pencucian. Segala macam makanan instan harus segera aku sembunyikan, karena Mama sangat melarangku untuk memakan makanan instan. Contohnya seperti; e-m-i-e a.k.a mie.

What the heck, makanan semacam mie instan itu adalah makanan terenak yang pernah aku makan. Apalagi mie goreng dengan tambahan telur mata sapi dan irisan daging ayam. Duh! Favorite! Bikin laper!

Khusus untuk hari ini--terpaksa--aku harus menyembunyikan sekardus mi goreng instan yang baru saja aku beli kemarin.

Setelah semua bersih, rapi, dan wangi, sembari menunggu kedatangan Mama, aku sengaja menyempatkan diri untuk menonton film. Kali ini aku ingin menonton film Battle of The Sexes. Sudah lama sekali aku ingin menonton film itu, namun selalu tidak sempat.

Ya, i know, Battle of The Sexes itu bukan kategori film yang "normal". Karena memang di dalamnya terkandung unsur "pelangi".

"Nadine, buka pintunya!"

Mendengar pintu apartemen yang di ketuk, terpaksa aku harus mematikan laptop dan membukakan pintu itu.

Pintu depan memang sengaja aku kunci, karena aku tahu ini adalah hari kunjungan Mama. Aku hanya tidak mau jika Mama datang, tiba-tiba langsung masuk ke kamarku dan melihat anaknya sedang menonton film yang kurang "normal". Bisa dicincang habis-habisan aku. Maka dari itu aku perlu mengunci pintu, untuk antisipasi.

"Kenapa lama banget bukainnya? Kamu lagi ngapain tadi?"

"Pup. Mama sendirian aja? Kok Sky nggak diajak?"

Mama yang barusan masuk langsung menaruh barang bawaannya ke atas meja yang ada di dapur. Ini sudah menjadi kebiasaan Mama, beliau selalu datang menjenguk dengan membawa bahan-bahan masakan untuk dimasak disini dan dimakan bersama.

"Gimana mau bawanya? Mama ke sini cuma naik motor."

"Ya ditaruh di depan dong, Ma. Kan Sky sudah aku ajarin caranya duduk manis di motor."

"Kalau sama kamu mau, tapi kalau sama Mama nggak mau."

"Huh, dasar Sky."

Setelah Mama selesai dengan urusannya menata bahan makanan di kulkas. Mama berjalan ke ruang tamu, sambil membawa minumannya sendiri.

Anggap seperti rumah sendiri aja, Ma. Nggakpapa kok.

"Kulkas kamu kok selalu kosong, sih? Buat apa kamu beli kulkas kalau cuma dikosongin gitu?"

Aku mendengus, kulkasku kosongkan juga karena kunjungan Mama. Coba kalau Mama tidak berkunjung, pasti Mama akan melihat kulkasku terisi penuh dengan berkaleng-kaleng minuman berkarbonasi, makanan ringan, coklat, eskrim, dan masih banyak lagi makanan manis dan asin yang penuh dengan micin dan pengawet.

I love micin soooooo much!

"Ada isinya tau, Ma."

"Iya, isinya cuma air putih sama susu."

"Kan anakmu ini terlampau sehat, Ma."

"Halah."

Aku hanya terkekeh. Lalu kemudian Mama mulai menceritakan semua kegiatannya yang sudah beliau lalui tanpa kehadiranku. Mama menceritakan tentang tetangganya yang hobi berjulid, menceritakan tentang saudara Papa yang suka berantem dengan tetangga, menceritakan Sky yang suka menggongong walaupun tidak ada apa-apa, dan lain-lain.

Ya semacam itu.

Dan tibalah dipercakapan yang sedikit serius dan menjengkelkan.

"Kamu kapan mau nikah sih, Nad? Kamu nggak pengen lihat Mamamu ini gendong cucu?"

Aku menghela nafas, ini adalah percakapan yang selalu aku hindari. Tapi mau sebagaimanapun aku menghindarinya, pastilah Mama tetap akan membahas ini.

"Mama juga kenapa sih kalau main ke sini cuma nanyain kapan nikah? Mama nggak pengen tahu keadaanku apa?"

Perempuan paru baya di hadapanku itu meletakkan cangkir tehnya ke atas tatakan. Mama menatapku, serius.

"Menurut kamu Mama berkunjung ke sini itu bukan bagian dari 'pengen tahu keadaan kamu'? Begitu?"

Kembali, aku menghela nafas. Oke, aku yang salah.

"Maaf."

"Mama tuh cuma pengen kamu nggak jadi perawan tua. Mama pengen kamu segera menikah. Buat apa sih kamu pacaran lama-lama? Lagian Rendra kan laki-laki yang mapan juga tampan. Nunggu apalagi?"

Aku mendengus. Huh.

"Nunggu aku siaplah, Ma."

"Mau sampai kapan? Rendra tuh selalu main ke rumah, dia udah nembung kamu ke Mama dan Papa. Dia itu serius sama kamu, Nadine."

"Tapi, Ma--"

"Tapi apa? Kamu belum siap? Umur kamu tuh udah cukup siap untuk dinikahi."

Padahal umurku masih dua puluh enam tahun, masih belum cukup tua.

"Tapi, Ma--"

"Nggak ada tapi-tapian, besok Mama mau bilang ke Rendra buat cepet-cepet nikahin kamu."

"Dih, Mama!"

Mendengar ada nada bantahan yang terlontar dari mulutku, Mama mulai menegakkan duduknya, matanya tajam lurus ke depan menusuk mataku, dagunya mulai beliau naikkan. Itu pertanda, Mama serius dengan ucapannya.

Sial! Sial! Sial!

Inilah yang tidak aku sukai dari kunjungan Mama, karena tiap Mama berkunjung pasti selalu membahas tentang pernikahan.

Mama hanya tidak tahu, padahal anak semata wayangnya ini adalah seorang pencinta tacos.

I'm gay, totally gay, Ma!

Zzzzt~

$$$$$

SoulemetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang