24. Sate

6.3K 768 75
                                    

Dalam perjalanan pulang ke rumah sepulangnya dari studio, aku melihat warung tenda penjual sate ayam. Sudah lima bulan lebih aku tinggal di rumah Rendra, setiap kali aku pulang dari studio pasti melewati warung sate itu, namun sekalipun aku belum pernah mampir untuk sekadar mencicipi. 

Karena aku tidak bisa memasak, dan kebetulan belum makan jadi aku menepikan Gio untuk membeli sate ayam di warung tenda itu. Aku membeli dua porsi sate ayam lengkap dengan lontongnya. Sengaja aku membeli dua porsi karena satu porsi untukku, yang ada sambalnya. Dan satu porsi lainnya--yang tidak ada sambalnya--untuk Lora. Siapa tahu anak itu belum makan 'kan, jadi kubelikan saja sekalian. Ah, aku memang orang yang baik.

Setelah membayar uang sate, aku meneruskan perjalananku kembali ke istana Rendra. Walaupun aku tidak suka dengan pernikahan ini, tetapi setidaknya ada keuntungan yang bisa aku petik.

Aku jadi tidak harus susah-susah membayar uang sewa apartemen atau membeli keperluan-keperluan hidupku, karena semua sudah ditanggung oleh Rendra. Aku jadi bisa menyisihkan uangku untuk hal-hal yang lebih penting untuk masa depanku nantinya.

Memang aku tidak berencana untuk tinggal selamanya dengan Rendra. Sampai uangku cukup untuk membeli rumah baru dan hal-hal baru lainnya, nah, saat itulah aku akan memisahkan diri dari Rendra.

Itu rencanaku, aku tidak tahu bisa terlaksana atau tidak. Karena sebagaimanapun manusia berencana, kalau Allah tidak menghendaki, maka tidak akan terjadi.

Ya Allah, kenapa aku jadi agamis begini.

Sesampainya di rumah, setelah memasukkan Gio ke dalam kandangnya, aku masuk ke dalam rumah. Karena Rendra dan Mbak Alya belum pulang dari urusan mereka di India, jadi rumah ini terlihat sepi.

Padahal biasanya kalau selepas maghrib begini, rumah ini akan ramai dengan kehadiran Rendra dan keluarga kecilnya. Meski Rendra dan Mbak Alya itu sibuk--setelah aku perhatikan--mereka memiliki kebiasaan makan malam di rumah bersama dengan keluarga.

Makanya, Rendra selalu menyuruh aku untuk makan malam di rumah, kalau aku menolak, Rendra akan menjemputku. Pernah sekali waktu aku menolak ajakan makan malamnya, dan benar saja, Rendra datang ke studio tatoku untuk membawa aku pulang.

Setelah kejadian itu, setiap sebelum maghrib aku pasti sudah di rumah. Padahal dulu waktu masih tinggal di apartemen, aku selalu pulang setelah menutup studio. Sekarang kegiatan menutup studio menjadi tanggungjawab Sissy, karena rumah Sissy yang paling dekat dengan studio.

Semakin dewasa, aku semakin menyadari bahwa waktu yang aku punya itu semakin sedikit. Entah itu waktu untuk beristirahat atau waktu untuk bersama dengan keluarga. Aku salut dengan Rendra dan Mbak Alya, sesibuk apapun mereka, mereka selalu menyisihkan waktu untuk mengobrol dengan Lora. Mereka selalu ingin tahu apa saja kegiatan atau kejadian yang sudah dilalui oleh Lora selama seharian penuh. Meskipun Lora enggan bercerita, tetapi dia tetap menjawab.

Aku jadi teringat Mama dan Papa, belakangan ini, aku jarang mengunjungi mereka karena sibuk bekerja dan mengurus Lora. Kapan-kapan aku akan ke rumah Papa dan Mama ah, pasti mereka merindukan aku.

$$

Selesai mandi, aku turun ke ruang makan untuk makan malam. Sebelum turun, aku sempatkan untuk melihat kamar Lora, karena kebetulan kamar Lora bersebelahan dengan kamarku--kamar Lora di sebelah kiri kamarku, sedangkan kamar Rendra dan Mbak Alya di sebelah kanan kamarku.

Ternyata anak itu tidak ada di dalam kamarnya. Ini sudah pukul tujuh malam, kenapa Lora belum juga pulang? Apa dia menginap lagi di rumah Oka? Sialnya, sampai sekarang aku belum juga memiliki kontak Lora. Besok atau nanti jika aku bertemu dengan Lora, aku akan meminta kontaknya deh, agar aku mudah untuk menghubunginya.

SoulemetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang