23. Thankyou

6.7K 773 78
                                    

-N-

"Kenapa belum tidur? Kamu pingin sakit lagi?"

Malam itu, sekitar pukul sepuluh atau setengah sebelas--tidak terlalu memperhatikan jam--aku menemukan Lora sedang duduk di sofa ruang tv--seperti biasanya.

Aku mendekati perempuan itu, duduk di sofa panjang yang juga diduduki oleh Lora. Perempuan itu tidak melarang ataupun mengusirku untuk duduk di sofa lain, jadi, aku tidak akan beranjak. Jarak diantara kami hanya terhalang dua bantal duduk berbentuk persegi dengan sarung bermotif polkadot berwarna putih. Sangat kontras dengan sofa yang berwarna hitam.

Beberapa bulan tinggal di rumah Rendra, aku baru menyadari jika warna barang-barang yang ada di rumah ini di dominasi warna hitam, merah maroon, putih, dan biru toska. Cat dinding rumah ini saja berwarna monokrom dengan sedikit sentuhan coklat dibeberapa bagian.

"Suka banget ya nonton tv malem-malem?"

Lora masih fokus dengan tontonannya, kali ini Lora sedang menonton film action yang dibintangi oleh The Rock.

"Suka film action?"

Masih tidak ada jawaban. Sepertinya Lora sudah lupa kemarin dia habis ditolong dan ditemani oleh siapa ketika sedang sakit. Oke, tidak apa-apa. Aku doain supaya Lora sakit lagi, biar dia dapat menyadari kehadiranku di sampingnya.

"Aku insomnia. Tidak bisa tidur kalau belum lewat jam dua belas malam."

Seketika aku menoleh. Barusan Lora sedang menjelaskan kenapa dia tidak bisa tidur, 'kan? Untunglah dia masih menganggap aku ada.

"Kamu sendiri kenapa belum tidur?"

Jadi, Lora benar-benar sudah membuka dirinya ya? Apa dia sudah tidak membenciku? Apa dia sedang mencoba untuk menerima kehadiranku?

"Kamu sakit lagi?" Reflek, aku menyentuh dahi Lora. Memastikan suhu tubuhnya tidak panas. Bisa saja Lora sedang sakit, iya 'kan?

"Apaan sih! Aku nggak sakit." Lora menyingkirkan tanganku dari dahinya. Lalu menatapku dengan tatapan tajamnya--seperti biasa. Nah, ini baru Lora, anak perempuan satu-satunya Mbak Alya dan Rendra.

"Mimpi apa kamu kemarin? Tumben kamu merespon aku dengan baik."

Lora kembali memperhatikan tontonannya. Dia mengangkat bahu ringan.

"Sudah berapa lama kamu kena insomnia?"

Lora diam, masih tetap memperhatikan tontonannya. Oke, sepertinya dia mulai berlagak tidak mau merespon pertanyaanku.

"Oh, jadi balik lagi tidak ingin merespon aku? Oke, baiklah."

Hening tiba-tiba menyerang kami. Aku tahu setiap pertanyaanku tidak akan mendapatkan jawaban jika aku mencoba mengajukannya lagi. Maka, aku memilih diam. Menunggu kalau-kalau nanti Lora melempari pertanyaan untukku.

Beberapa menit sudah berlalu, Lora tidak juga melempari pertanyaan. Akhirnya, aku memilih untuk beranjak dari dudukku. Naik ke lantai dua, menuju ke kamar. Bukan, aku bukan ingin tidur. Aku hanya ingin mengambil rokok.

Setelah mengambil rokok yang ada di dalam tas, aku kembali turun dan menghampiri dapur. Lora masih tidak beranjak dari tempatnya. Dia seperti sedang menikmati tontonannya.

Di dapur aku membuat kopi. Selesai itu, aku keluar menuju gazebo halaman belakang. Aku hanya ingin menikmati angin malam dengan segelas kopi dan rokok.

Kunyalakan rokok yang pertama, menghisapnya, lalu menghembuskan perlahan asapnya ke atas langit. Tidak lama, belum ada setengah batang yang terbakar, tiba-tiba Lora muncul, merebut rokokku. Dan mematikannya tanpa dosa.

SoulemetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang