Syukur kepada Allah, karena pagi ini aku masih diberikan kesempatan untuk menghirup udara segar. Aku masih diberikan kesempatan menikmati hidup meskipun aku selalu mengukir kesalahan yang berujung kepada dosa.
Sedari membuka mata pertama kali, belum juga aku beranjak dari ranjang. Aku masih menikmati pagiku dengan berbaring menatap langit-langit kamar--dengan senyum yang terkembang di bibirku.
Otakku kembali merangkai kejadian dimana aku menghabiskan hariku dengan Elora kemarin, aku tahu perempuan itu sedang marah dan banyak pikiran, jadi aku bawa saja perempuan itu ke rage-room agar dia bisa meluapkan emosinya. Dan ternyata, berhasil. Setelah meluapkan emosinya, Lora menjadi lebih rileks.
Kemarin sepulang dari mall, kami pulang dengan keadaan lelah. Tentunya, meskipun aku lelah, aku tetap senang karena bisa jalan-jalan dengan Lora. Sebelum melajukan si Gio, aku menyuruh Lora untuk pegangan, sesuai dengan intruksiku, Lora memegang erat ujung bajuku. Meski hanya ujung baju, tapi aku tetap senang. Besok-besok akan kubuat perempuan itu memeluk pinggangku ketika berboncengan denganku.
Hahaha, bercanda. Itu tidaklah mungkin.
"Heh, bangun, kau pemalas!"
Secara perlahan aku menghilangkan senyum dari wajahku. Aku hanya tidak mau perempuan yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamarku itu berpikiran yang macam-macam karena melihat aku senyam-senyum sendiri di pagi hari yang cerah ini.
Aku menolehkan kepala--masih dalam posisi terbaring telentang--menatap perempuan yang masih memakai baju tidurnya, berdiri di ambang pintu kamarku.
"Ada perlu apa sampai-sampai aku harus lekas bangun? Aku masih ingin bermanja dengan kasurku."
"Aku mau minta tolong."
Mendengar kata 'tolong' terlontar dari mulutnya, akupun bangun dari berbaringku, menyibakkan selimut, lalu duduk di pinggiran ranjang.
"Minta tolong apa?"
"Temenin aku ke kondangannya temenku."
"Kondangan?"
"Iya."
"Kenapa nggak sama Oka aja?"
"Ah, dia ngeselin. Kemarin-kemarin bilangnya bisa, terus tadi pagi aku telpon, dia bilang baru inget kalau ada seleksi pemain inti buat main di LIGA Mahasiswa."
Lora itu adalah perempuan ekspresif, lucu sekali melihat dia menceritakan kekesalannya terhadap sikap kekasihnya itu.
Terus saja melakukan hal yang tidak terduga seperti itu, hai kau Oka. Terimakasih karena sudah melemparkan tanggungjawabmu untuk aku.
"Jadi, kamu mau apa enggak?"
"Memang acaranya jam berapa?"
"Jam satu akad nikahnya, jam tiga resepsinya."
"Yaudah boleh deh, tapi aku kerja dulu."
"Tapi jam satu kamu harus sudah ada di rumah. Aku nggak mau telat pokoknya."
"Iya, iya."
Tiba-tiba Lora berjalan mendekatiku, dia berdiri di hadapanku, lalu menyerahkan ponselnya kepadaku.
"Ketikkan nomermu. Supaya aku bisa mengingatkan kamu untuk segera pulang."
"Ha?"
"Cepat."
Meski otakku masih memproses perilaku tiba-tiba Lora, aku tetap mengambil ponsel yang diserahkan itu, lalu mengetikkan nomorku di ponsel Lora. Selesai mengetik, aku kembali menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulemetry
RomanceNadine tidak pernah berpikir kalau akan menjadi istri kedua. Menikah dengan laki-laki saja tidak pernah terpikirkan olehnya, apalagi memikirkan tentang menjadi istri kedua. Nadine tidak pernah bersungguh-sungguh mencintai suaminya, karena dia menik...