Sayang, opo kowe krungu
Jerite atiku
Mengharap engkau kembali
Sayang, nganti memutih rambutku
Ra bakal luntur tresnaku
Oa-oe!
Aku tidak mengerti mengapa lagu itu masih bisa menghampiri pendengaranku. Rasa kesalku terhadap lagu itu kembali muncul, padahal sudah lama sekali rasa kesalku karena lagu itu telah hilang. Lagu 'Sayang' itu pernah sempat booming, yang membuat hampir seluruh umat manusia di Tanah Air ini--kurasa--menyetel lagu itu disetiap kesempatan. Please, stop it!
Aku bukanlah orang yang membenci musik dagdut, baik itu koplo atau biasa. Hanya saja aku bosan mendengarkan lagu yang hampir disetiap saat tidak sengaja menyapa indra pendengaranku. Mau itu di televisi, di radio, di warteg, di fasilitas umum, dimanapun manusia berada, semua pasti akan berteriak; "OA-OE!" ketika mendengarkan lagu itu. Hhhh!
"Aku juga kesal kok dengan lagu itu."
Hampir saja aku terjungkal ke belakang kalau saja badanku tidak ditahan oleh lengan seorang perempuan yang tiba-tiba saja membisikkan kata-kata tepat di telingaku.
Dia adalah Savannah, atau biasa kupanggil Sava, si perempuan yang memiliki separuh darah dari bangsa yang pernah menjajah Tanah Air selama 350 tahun. Perempuan itu duduk di hadapanku sehabis mengambil makan siangnya.
"Sorry, bukan maksud untuk mengagetkan Kakak."
"It's oke."
"Kakak sudah sembuh?"
Sudah berkali-kali aku bilang ke Sava untuk stop memanggil aku dengan sebutan 'kakak', tapi rupanya dia tidak mau mendengarkan perkataanku. Yasudahlah, senyaman dia saja.
"Sudah."
Perempuan itu pun tersenyum. Tidak ada lagi obrolan diantara kami. Sava sibuk dengan makan siangnya, aku sibuk dengan kopi hitam dan rokok kretekku.
Hari ini Sissy tidak bisa menemani aku makan siang karena dia ada urusan dengan Ellena, pacarnya. Mereka terlibat percek-cokan yang menyebabkan Sissy harus memberikan klarifikasi secara face to face, tidak bisa jika melalui via telepon karena takut terjadi kesalahpahaman.
Sedangkan Allen, dia memang jarang mau menemani aku makan siang karena dia selalu dibawakan bekal makan siang oleh Sophia, kekasihnya. Kalau Jagad, dia tadi mendapat berita dari adiknya kalau anjing peliharaan mereka tertabrak motor ketika tidak sengaja anjing itu keluar dari rumah.
Aku tidak menyangka kalau Sava akan menemaniku makan siang di warteg. Tadinya aku memang ingin mengajak Sava, tapi karena perempuan itu sedang berada di toilet jadi aku tinggal saja. Eh, ternyata dia menyusul.
"Aku tidak menyangka kalau orang kaya seperti Kakak bisa makan di tempat seperti ini."
Aku hanya menyunggingkan senyum. Aku kalau makan memang tidak pilih-pilih tempat. Mau itu warteg, mau itu restoran, mau itu warung tenda pinggir jalan. Apapun asalkan di tempat itu ada menu yang memang aku inginkan, kenapa tidak?
Lagian warteg depan studio ini adalah satu-satunya warung tegal yang menyediakan masakan yang memiliki cita rasa yang cocok dengan lidahku--dibandingkan dengan warteg-warteg lainnya yang ada disekitar studio.
"Aku bukan orang kaya, yang kaya itu orang tuaku. Kalau aku sedang berjuang untuk memperkaya diri."
Ah, dan juga suamiku. Dia orang kaya, tajir melintir. Ceilah, suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulemetry
RomanceNadine tidak pernah berpikir kalau akan menjadi istri kedua. Menikah dengan laki-laki saja tidak pernah terpikirkan olehnya, apalagi memikirkan tentang menjadi istri kedua. Nadine tidak pernah bersungguh-sungguh mencintai suaminya, karena dia menik...