13. Kepalsuan

6.4K 768 52
                                    

-N-

Aku tidak tahu kalau ternyata gadis manis itu sudah ada yang memiliki. Aku pikir dia masih lajang.

Ah, tapi tidak mungkinlah kalau perempuan berparas manis seperti anak perempuan Rendra itu tidak ada yang menyukai. Orang-orang tidak akan percaya kalau semisal perempuan itu berkata dia single. Ternyata boleh juga selera Lora, tidak kalah dengan selera Ayahnya.

Sore itu, aku sengaja pulang lebih awal karena merasa tidak enak badan. Di sore itu juga, aku tidak sengaja melihat adegan yang seharusnya tidak aku lihat. Aku yang baru saja sampai di rumah--selepas dari studio, belum ada beberapa menit aku masuk ke dalam rumah, aku mendengar suara deru motor yang terdengar sangat gagah.

Karena penasaran dengan suara deru motor itu, sengaja aku menghampiri jendela yang ada di ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. Ketika aku mengintip, mataku membelalak, hanya bisa menelan ludah secara bulat-bulat, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

Aku melihat perempuan berparas manis dan tidak membosankan itu sedang dicium oleh seorang laki-laki berkulit eksotis yang memiliki bentuk tubuh yang bagus, dan tinggi yang menjulang. Tipe laki-laki yang suka berolahraga, dan digemari banyak wanita.

Laki-laki yang sedang memagut bibir Lora itu memiliki paras yang tampan, bergaris muka tegas, sedikit polos, kumis tipisnya membuatnya terlihat manis. Tipe bad boy yang good. Nah loh, gimana tuh? Ya, pokoknya gitulah. Intinya, pintar sekali perempuan itu mencari pasangan. Dia sangat tahu mana barang yang bagus.

Setelah beberapa menit melihat adegan romatis itu, tidak terasa bibirku tersungging. Sialnya, memori momen-momen romantisku bersama dengan Abigail terputar jelas menggantikan tontonan di luar sana.

Lebih sialnya lagi, ketika aku sedang menikmati momen-momen yang terputar jelas di depan mataku itu, tiba-tiba anak perempuan Rendra masuk ke dalam rumah. Posisiku yang masih terlihat seperti mengintip--tapi sebenarnya memang sedang mengintip--terpergok oleh Lora. Perempuan itu menuduhku.

Tidak puas dengan menuduhku, perempuan itu juga menyumpahi mataku agar bintitan karena tidak mau mengaku. Aku yang malu hanya bisa meninggalkannya sendirian di ruang tamu. Malu sekali rasanya.

$$

Malam itu, seperti biasa, aku terpaksa ikut makan malam bersama dengan keluarga Rendra. Ada istri pertama, dan tidak lupa anak perempuan mereka.

Jika orang lain melihat siapa saja yang ada di meja makan ini, pastilah orang-orang akan mengira kalau aku adalah anak pertama, dan Lora adalah anak kedua. Karena memang di usiaku yang sudah menginjak dua puluh enam ini masih terlihat muda, orang-orang bilang mukaku ini baby face, tidak boros.

Jika di meja makan, Rendra selalu bercerita banyak hal, mulai dari masalah pekerjaan hingga hal-hal yang sepele. Orang kedua yang juga banyak menyumbangkan cerita adalah istri pertama Rendra, Mbak Alya.

Mbak Alya ini adalah seorang lawyer. Dia punya Firma Hukum sendiri. Beberapa kasus yang ditangani oleh Mbak Alya banyak yang menuai kemenangan. Maka tidak heran kalau Mbak Alya terkenal di dunia peradilan. Semua hal itu aku dengar saat di meja makan.

Kalau di meja makan, aku lebih suka menyimak dan sesekali memberikan tanggapan, tapi lebih banyak aku hanya meramaikan meja makan dengan suara tawaku. Sedangkan Lora, perempuan itu hanya diam.

Kurasa dia masih marah atau kecewa dengan Ayahnya. Aku pun kalau jadi Lora pasti akan sangat kecewa dan murka terhadap sikap Papaku yang dengan berani berpoligami tanpa meminta perestuan dari istri dan anak-anaknya.

Padahal 'kan, setahu aku, kalau mau berpoligami itu istri pertama harus tahu, dan harus melewati beberapa persidangan agar tidak ada pihak yang terdzolimi.

SoulemetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang