20. GWS

6.5K 801 110
                                    

Selama semalaman aku terjaga melihat keadaan Lora yang terbaring lemah. Sengaja aku tidak memberitahukan hal ini pada Mbak Alya. Aku hanya tidak ingin membuat Mbak Alya merasa terbebani. Aku juga tidak ingin mereka pulang cepat, karena aku tidak ingin tidur dengan Rendra. Aku masih ingin menikmati kebebasanku.

Pagi ini, ketika mataku terbuka dan nyawaku kembali terkumpul, yang pertama kali aku lihat adalah wajah pucat Lora. Perempuan yang terbaring lemah di ranjang itu terlihat sudah bangun. Dia sedang mencoba mengenali keadaan sekitar.

"Morning."

"K-kamu? Aku dimana?"

Jelas sapaanku tidak akan mendapatkan balasan. Perempuan itu sedang bingung. Wajarlah, dari semalam dia tidak sadarkan diri.

"Di khayangan. Kamu tidak lihat di hadapan kamu ada bidadari secantik ini?"

Bibir perempuan itu bergerak membentuk kata 'cih' tanpa suara. Aku terkekeh. Lalu bangkit berdiri dari sofa, menarik kursi yang ada di depan nakas untuk aku dekatkan ke samping ranjang Lora.

"Kemana saja kamu selama dua hari kemarin? Kenapa tidak pulang? Jangan-jangan kamu tinggal di dasar laut ya?"

Perempuan itu tidak merespon, dia terlihat lemah. Dalam keadaan seperti ini, pasti Lora tidak bisa membalas perkataanku dengan jawaban-jawaban pedasnya. Aku sengaja memanfaatkan momen ini untuk bersikap sinis. Enak saja dia terus yang bersikap sinis, 'kan aku juga ingin.

"Apa urusanmu? Aku mau tinggal dimanapun itu bukan urusanmu."

Cih. Lagi sakit aja sok-sokan sinis.

"Loh, jelas kamu tinggal dimana itu adalah urusan aku. Kamu tanggungjawabku selama orang tuamu pergi. Kalau sesuatu terjadi padamu, siapa yang akan disalahkan? Ya, aku!"

"Duh, nggak usah sok baik deh."

"Kamu sakit aja masih bisa belagu ya? Dasar anak kecil."

"Dasar pelakor."

Lora mendengus pelan, lalu memalingkan wajahnya ke arah samping kanan. Menghindari menatap wajahku.

Dasar bocah ini.

"Aku mau keluar sebentar, mau cari sarapan. Kamu jangan coba-coba kabur dari sini. Keadaan kamu masih belum pulih, mengerti?"

Karena aku yakin tidak mendapatkan jawaban, jadi aku memutuskan untuk segera keluar. Sebelum keluar, aku mengembalikan kursi yang tadi aku pakai ke tempatnya semula. Setelah itu, barulah aku keluar dari ruangan ini.

$$

Ketika membuka pintu ruangan Lora, aku melihat perempuan itu berjalan sempoyongan, susah payah mencoba untuk tetap tegak ketika berjalan.

Sebenarnya aku tidak ingin menolong perempuan itu. Tetapi karena rasa empatiku sangat tinggi, jadi aku putuskan untuk mendekati perempuan itu dan membantu memapahnya.

"Jangan pegang-pegang. Lepasin. Aku bisa sendiri!"

Mendengar itu keluar dari mulutnya, aku hanya tertawa sinis. Oke, aku turuti. Aku melepas genggamanku pada kedua lengannya, dan membiarkan perempuan itu berjalan sempoyongan.
Ketika perempuan itu mencoba untuk berjalan, lagi-lagi dia terhuyung hampir terjatuh kalau saja aku tidak cepat-cepat memegang lengannya.

"Aku bukan orang jahat, Lora. Aku tidak akan melepaskan genggaman tanganku sampai kamu tiba di kamar mandi dengan selamat. Tidak perlu malu meminta bantuanku kalau kamu memang butuh."

Tanpa basa-basi lagi, aku membantu memapah Lora agar sampai di kamar mandi dengan selamat.

Selesai dengan urusan kamar mandi, Lora kembali berbaring di ranjangnya. Aku membantu Lora mengembalikan kantong infusnya ke tempat semula.

SoulemetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang