-N-
"Lihat aku."
Aku sangat terkejut ketika tiba-tiba Lora menarik daguku, mengarahkan wajahku menghadap kearahnya.
Perempuan itu mulai mengaplikasikan make up pada wajahku tanpa menyadari bahwa apa yang dia lakukan itu sungguh membuat jantungku bisa meloncat keluar. Seketika aku menahan nafas ketika merasakan hembusan nafas Lora yang menerpa wajahku.
Coba bayangkan bagaimana kondisi hati dan jantungku ketika aku harus berbagi oksigen dengan Lora di jarak yang hanya dua jengkal itu! Melihatnya dari sedekat ini membuat otakku tidak bisa berpikiran jernih. Gosh!
Mata itu, bibir itu, hidung itu sempat aku perhatikan sebelum aku memilih untuk melihat ke atas alih-alih menatap wajahnya. Sekuat tenaga aku berusaha menetralkan degup jantungku. Ingin rasanya menatap dalam mata itu lebih lama lagi, namun sayangnya, aku terlalu takut.
Aku hanya tidak ingin semakin jatuh dan terjebak dalam permainan si cupid. Aku hanya takut jika aku semakin ... semakin ... menyukainya.
Goddamnit!
Elora bukan target yang tepat, Nadine!
"Oke, sudah selesai. Sekarang kamu boleh bernafas. Kenapa kamu harus menahan nafas? 'Kan aku tidak menyuruhmu untuk menahan nafas."
Oh, akhirnya setelah penyiksaan yang berlangsung tidak lebih dari sepuluh menit--namun terasa seperti satu hari--itu selesai juga, kini aku bisa menghembuskan nafasku yang tadi tertahan. Cepat-cepat memalingkan pandangan dan bersikap senormal mungkin.
Tadi itu benar-benar menyiksaku!
$$
Sebelum adzan maghrib berkumandang, kami sudah tiba di rumah. Lora yang meminta untuk sampai di rumah sebelum maghrib, karena Lora tidak mau meninggalkan kewajibannya.
Selama di tempat kondangan tadi, Lora mengabaikanku karena dia bertemu dengan kawan-kawan semasa SMA-nya. Aku sih tidak masalah kalau Lora mengabaikanku, karena aku bisa dengan sesuka hati memakan hidangan yang disediakan oleh pengantin tanpa perlu memikirkan apa yang dipikirkan Lora jika dia melihat aku makan banyak.
Setelah Lora selesai dengan reunian kecilnya, dia mencari aku dan meminta untuk segera pulang. Dan sampailah kami di rumah. Setibanya di rumah, kami langsung naik ke kamar masing-masing untuk mengganti outfit. Setelah urusan di kamar selesai, aku turun ke ruang televisi untuk menonton.
Setelah dirasa-rasa, kegiatan yang aku lakukan setiap sore itu selalu monoton. Tidak ada yang ingin merubah kegiatanku apa?
Belum lama punggungku merasakan empuknya sofa, bel pintu berbunyi. Dengan enggan aku berjalan ke arah pintu depan untuk membukakan pintu. Ketika pintu terbuka, seorang laki-laki berbahu lebar dengan kaos polo hitamnya itu tersenyum padaku. Sudah sangat jelas siapa yang ingin laki-laki ini temui.
"Oh, masuk."
Aku menutup pintu setelah Oka masuk ke dalam rumah. Laki-laki muda itu duduk di sofa ruang tamu, akupun menemani laki-laki itu sembari sesekali melontarkan pertanyaan. Hanya seputar apa dia suka olahraga dan mau mengajak Lora kemana hari ini.
Setelah beberapa menit kami habiskan dengan keawkwardan, perempuan yang ditunggu Oka muncul juga di hadapan kami. Terlihat Lora sudah mengganti outfit-nya dengan celana jeans berwarna baby blue, t-shirt v-neck berwarna hitam, dan outer cardigan.
Mereka ini memang sudah janjian atau ini hanya sebuah kebetulan? Kenapa warna pakaian mereka sama?
"Ayo."

KAMU SEDANG MEMBACA
Soulemetry
RomanceNadine tidak pernah berpikir kalau akan menjadi istri kedua. Menikah dengan laki-laki saja tidak pernah terpikirkan olehnya, apalagi memikirkan tentang menjadi istri kedua. Nadine tidak pernah bersungguh-sungguh mencintai suaminya, karena dia menik...