15. Owl

6.1K 750 181
                                    

-N-

"Kamu ngerokok?"

Malam ini, lagi-lagi, aku berjumpa dengan anak perempuan Rendra. Elora.

Hubunganku dengan perempuan yang satu ini memang tidak pernah mengalami perkembangan yang baik. Sampai saat ini, Lora masih tidak mau menerima kehadiranku. Dia masih mengacuhkan aku, dia tidak peduli dengan kehadiranku.

Hanya ketika di meja makan sajalah aku bisa mengorek informasi tentang Lora. Karena ketika makan malam Lora memainkan peran dan ekspresinya dengan sangat baik. Hanya di meja makan pula aku bisa melihat senyuman Lora, bisa melihat manik matanya yang selalu menarik diriku untuk menyelaminya lebih dalam, dan lebih dalam lagi.

Sekarang aku tahu kalau Lora kuliah mengambil jurusan Matematika. Hebat sekali perempuan ini, rupanya dia menyukai rumus-rumus. Pantas saja aku jarang melihatnya tersenyum, hidupnya terlalu banyak rumus.

Lora juga tidak suka makanan pedas, sekalinya dia makan pedas--meski itu cabainya hanya satu--pasti perut Lora akan bergejolak. Pantas saja Mbak Alya kalau masak tidak pernah pedas. Kalaupun Mbak Alya masak pedas, pasti ada satu menu yang tidak pedas. Ternyata itu alasannya.

Akhirnya aku bisa mengetahui sedikit tentang kehidupan Lora, meski tidak secara langsung info itu keluar dari mulut anak perempuan itu. Senang rasanya.

Aku membenarkan posisi dudukku, lalu menoleh ke arah sumber suara. Lora berdiri tidak jauh dari tempat aku duduk.

"Apa pedulimu kalau aku ngerokok?"

"Rumah ini bebas asap rokok. Jadi, tidak boleh ada yang merokok di rumah ini. Paham?"

"Siapa yang membuat peraturan? Siapa yang tidak memperbolehkan?"

Lora menatapku, dia mendengus. "Aku yang membuat peraturan. Pokoknya, udara di rumah ini tidak boleh tercemar asap rokok."

Aku hanya tersenyum sinis, perempuan ini terlalu banyak memberikan aturan. Kemarin tidak boleh memakan stok makanannya, sekarang tidak boleh merokok. Besok apa lagi? Tidak boleh bernafas? Tidak boleh berbagi oksigen yang sama?

"Kamu tahu? Aturan itu ada untuk dilanggar. Lagian kamu bukan bosnya disini, kamu bukan siapa-siapa. Jadi, jangan pernah melarang aku untuk merokok. Aku mau merokok dimanapun itu adalah hakku."

Lora kembali mendengus, dia menghentakkan kakinya, lalu berbalik hendak meninggalkan aku. Sebelum dia pergi, aku mencoba menahan langkahnya.

Kenapa sih dia suka sekali meninggalkan aku begitu saja?

"Heh, kalau kamu tidak bisa tidur, mending kamu disini saja denganku. Kita ngobrol supaya bisa saling mengenal. Sudah hampir lima bulan aku tinggal disini, tapi kamu belum juga menerima kehadiranku."

Lora menghentikan langkahnya ketika mendengar perkataanku, dia membalikkan badan kembali menghadap ke arahku.

"Hellow. Ya jelaslah aku tidak bisa menerima kehadiranmu. Kamu tahu sendiri 'kan alasannya? Apa perlu aku menjelaskannya lagi?"

Aku menghisap dalam rokokku yang masih panjang, lalu menghembuskan asapnya perlahan.

"Kalau itu bisa menahan keinginan kamu untuk pergi. Sure. Aku mau mendengarkan penjelasanmu."

Perempuan itu mulai berjalan mendekatiku, melihatnya mendekat, aku hanya bisa tersenyum. Akhirnya dia mau juga mengobrol denganku.

Ketika perempuan itu sudah berada di hadapanku, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dengan sigap dia mengambil rokok yang berada di sela-sela jariku, lalu menjatuhkannya ke atas lantai, menginjaknya dengan penuh dendam.

SoulemetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang