25. Bocah

6.4K 763 95
                                    

-E-

"Makasih ya Beb, kamu hati-hati di jalan."

"Siap. Bye, cupcake. Love you."

"Love you too."

Setelah melepas kepergian Oka, aku masuk ke dalam rumah. Seperti biasa, mau ada atau tidak ada Bunda dan Ayah di rumah, rumah ini akan tetap selalu nampak sepi jika memasuki siang hingga sore hari.

Biasanya, Bunda akan pergi kerja pukul delapan atau setengah sembilan pagi, pulang lagi nanti pukul lima sore. Kalau Ayah, sebenarnya hampir sama dengan Bunda, hanya bedanya Ayah selalu pulang kerja pukul setengah enam sore.

Kalau istri kedua Ayah, dia sangat tidak tentu. Kadang pergi pukul sebelas pagi, kadang juga setengah sebelas, kadang malah sesukanya. Kalau pulangnya sih selalu lebih dulu Bunda beberapa menit. Tapi akhir-akhir ini selama Bunda dan Ayah tidak ada di rumah, istri kedua Ayah selalu sudah ada di rumah pukul satu atau dua siang.

Aku tidak tahu mengapa dia pulang siang-siang. Kalau alasannya pulang siang karena ingin menemaniku berarti dia buang-buang waktu. Aku sudah biasa berteman dengan sepi, karena Bunda dan Ayah memang sibuk. Apalagi kalau Ayah sudah mulai perjalanan bisnis keluar kota atau bahkan luar negeri.

Sebenarnya Bunda tidak selalu diajak Ayah dinas sih. Bunda hanya diajak ketika kehadiran Bunda diperlukan untuk mendampingi Ayah mendatangi undangan atau ketika Ayah membutuhkan penasehat hukum.

Berbicara tentang istri kedua Ayah, siang ini tidak biasanya aku tidak melihat batang hidungnya. Padahal tadi sebelum masuk ke dalam rumah aku sempat melihat ada vespa kuningnya di garasi.

Apa perempuan itu pergi kerja naik kendaraan umum? Duh, kenapa juga aku memusingkan hal ini? Mau dia sudah pulang apa belum 'kan bukan urusan aku.

$$

Selesai mandi sore, aku keluar kamar untuk membuat kopi sambil menonton televisi. Sore ini aku masih belum melihat batang hidung istri kedua Ayah. Sebenarnya kemana perginya perempuan itu? Apa dia lelah berurusan denganku? Apa dia ingin pergi untuk selamanya dari rumah ini? Atau jangan-jangan dia sudah bosan tinggal di rumah ini lalu memilih untuk pergi? Baguslah kalau memang dia ingin pergi, jadi aku tidak perlu repot-repot untuk mendepaknya keluar.

Setelah kopi yang kubuat habis, dan kebetulan Oka juga sudah memutuskan pesan berantainya karena harus mengantarkan Mamanya belanja, jadi aku memilih untuk membuat makan malam--walaupun ini masih belum ada jam enam sore sih, tapi aku sudah lapar.

Ternyata rumah ini makin sepi tanpa kehadiran istri kedua Ayah. Disetiap kegiatan yang aku lakukan, perempuan itu tidak pernah absen mengangguku.

Kenapa aku jadi memikirkan perempuan itu, sih?

Yasudahlah, urusan menghilangnya istri kedua Ayah biar menjadi urusan nanti, sekarang yang terpenting adalah makan. Perutku sudah meminta untuk diisi.

$$

Setelah selesai menikmati scotch eggs buatan tanganku, dan setelah dapur kembali menjadi bersih seperti sedia kala, aku memutuskan untuk mengecek kamar istri kedua Ayah. Siapa tahu perempuan itu berniat untuk bunuh diri karena lelah menghadapi kenyataan, 'kan.

Ketika aku membuka pintu kamar istri kedua Ayah, yang pertama kali aku lakukan adalah menyalakan lampu karena kamar ini gelap dan pengap. Apa selama seharian jendela kamar ini tidak dibuka? Perempuan itu tidak tahu fungsi dari ventilasi ya?

Begitu lampu menyala, aku diperlihatkan dengan seonggok manusia yang sedang berbaring telentang di ranjangnya. Secara perlahan perempuan itu menarik selimutnya naik hingga menutupi kepala.

SoulemetryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang