"Kak Jingga, banguun! Kok nggak bangunin Vio sih? Ayo bangun, ini udah siang!"
Itu pasti Violet, a.k.a adikku tersayang yang bawel dan rese. Kenapa sih pagi-pagi gini udah ribut? Nggak tau aku lagi enak-enak tidur apa? Lagian sekarang jam berapa sih?
Astaga, jam 5! Dengan terbirit-birit aku berlari ke kamar mandi dan dengan bodohnya, aku nabrak tembok.
Tawa Violet meledak. "Makanya kalo lari liat-liat kak!" ejeknya sambil berguling-guling diatas kasurku.
Aku meraba jidatku yang menjadi korban. "Huh, udah sana mandi! Nggak pake lama!" usirku dengan jengkel.
Violet pun langsung ngacir ke kamarnya. Aku langsung memasuki kamar mandi dan melakukan ritual pagiku.
Hari ini hari Senin. Tepatnya minggu keduaku di SMA 7, SMA terbaik se-Jakarta. Ya, karena jarak dari rumah ke sekolahku kurang lebih 35 kilometer, setiap pagi aku harus bangun dan berangkat pagi. Terlebih, bel masuk sekolahku itu pukul 06.20. Jadi, ya mau nggak mau aku harus bangun sebelum ayam berkokok.
Setelah mandi dan berpakaian, aku langsung turun dan memasuki mobilku. Setiap pagi aku sarapan di dalam mobil. Maksudnya sih untuk menghemat waktu biar nggak telat gitu.
Sesampainya di sekolah, aku melihat Pak Sofyan--guru piket-- sudah berdiri didepan gerbang sambil berkacak pinggang.
"Jingga Salsabila Sutrisno, baru hari keenam saja sudah terlambat!"
Aku melirik jam tangan coklat kesayanganku yang melingkar di pergelangan kiriku. Ya, telat 20 menit.
"Ma--maaf pak, saya kesiangan.."
Pak Sofyan menghela nafas. Lalu ia mengambil selembar kertas dari atas meja piket. Itu adalah kertas keterlambatan.
"Tulis nama, kelas, tanggal, waktu keterlambatan, dan alasannya disini," ujar Pal Sofyan panjang lebar.
Dengan sigap, aku mengambil pulpen dari dalam tempat pensilku lalu menuliskan semuanya pada kertas tadi.
Ya, akhirnya aku pun dihukum berdiri di pinggir lapangan sambil terus menggendong tasku yang super berat ini. Hft, nggak lagi-lagi deh kayak gini.
Aku mendongak, memperhatikan koridor yang sedang dalam keadaan sepi. Mataku menangkap seorang lelaki yang sedang bersandar pada balkon koridor lantai 3. Dia sedang.. ngeliatin aku?
Aku membuang muka. Sepertinya aku pernah melihatnya. Ah ya, dia teman sekelasku.
***
a/n
hai, salam kenal semua! gue jennifer, panggil jenjen aja yaa:) anyway ini cerita pertama gue. gue udah nulis ini lebih dari 5 bulan yang lalu loh cuma gue gaberani publish aja. dan ya, sekarang gue publish cerita ini!
gue tau cerita gue abal, jelek, alay, ketebak banget, dll. maaf ya gue emang nggak profesional. maaf kalo gue ada kesalahan dalam penulisan cerita ini. pokoknya gue minta maaf deh sebelumnya.
oh iya, prolog ini baru gue tulis ulang 2 jam yang lalu loh. jadi pas gue udah yakin mau publish cerita ini, taunya prolognya ilang! jadilah gue nulis dengan apa yang seinget gue aja. maaf kalo ini kependekkan. maaf kalo ini banyak banget kekurangannya. gue bakal belajar nulis yang bener kok!
ditunggu votes sama commentsnya ya! chapter 1 nya udah jadi, mungkin bakal di update besok atau lusa, pokoknya gak lama deh!
makasih yang udah mau baca cerita ini. maaf banyak bacot. dan, selamat berbuka puasa!
-jenjen
KAMU SEDANG MEMBACA
Intricate
Teen FictionSemua berawal dari tatapan matamu waktu itu. Tatapan mata yang sulit dideskripsikan. Tatapan mata yang membuat kita dekat seperti saat ini. Semua berjalan baik-baik saja, hingga sebuah fakta datang padaku. Sebuah fakta yang ku akui, menyedihkan. Seb...