Chapter 4

826 40 31
                                    

Cuaca hari ini panas banget. Sama kayak otakku yang udah panas mikirin jawaban Febby kemaren. Aku berharap Febby nggak inget apa-apa soal kejadian itu. Kalo Febby inget, aku nggak tau apa yang harus aku jawab.

Apa aku harus berbohong? Atau aku jawab jujur?

Otakku kembali memanas lagi seiring aku berjalan memasuki kelas. Sekarang sedang jam istirahat dan aku baru saja kembali dari kantin.

Aku sengaja tidak mengajak Febby ke kantin. Aku takut dia akan menanyakan hal itu.

Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam. Takut dengan apa yang akan terjadi.

"Hai, Jingga!"

Aku mendongak, mendapati Febby dengan cengiran khasnya. Aku membalas nyengir lalu duduk di bangku sebelahnya.

"Abis jajan? Kok nggak ngajak?" tanyanya.

"Maaf ya By, tadi udah diajak temen," jawabku alibi.

"Nggak apa-apa. Gue juga lagi males jajan kok," katanya. Aku hanya mengangguk.

"Oh iya, kemaren nenek lo kenapa?" tanya Febby dengan nada cemas.

Deg.

Febby ingat kejadian kemaren!

"Ngg.. sakit."

Ya iyalah, alasan bodoh!

"Iya, sakit apa?" tanya Febby menaikkan satu alis.

Otakku berputar mencari alasan. "Sakit maag biasa."

Aku merutuki diri. Lagi-lagi alasan yang bodoh.

"Oh.." Febby manggut-manggut.

Lalu terjadi keheningan diantara kita. Aku berharap-harap cemas Febby tidak akan menanyakan jawabanku itu.

Dan ya, keberuntungan sedang berpihak padaku.

***

Senin, pukul 09.30.

Drrt drrt

Aku sibuk meladeni bbm-bbm yang masuk dari sepupuku, Chika. Ya, dia sedang curhat tentang gebetan barunya yang mengajaknya jalan sore ini.

"Jingga, ayo cepetan dong jalannya!"

Aku mendongak, mendapati Febby yang sedang berkacak pinggang. Lalu dia berlari kecil ke arahku.

"Bbm-an sama siapa sih? Serius amat! Gebetan yaa?" ujarnya sambil mencuri-curi pandang ke hpku.

"Sepupu," ucapku singkat lalu kembali asik dengan hpku.

"Nanti ajalah, Ngga. Gue udah laper nih!" ujar Febby lalu menggandeng lenganku. Ia berjalan cepat sambil menarikku.

Belum sampai di kantin, Febby berhenti. Membuatku bertabrakkan dengan punggungnya. Aku mendongak.

"Kenapa berhenti tiba-tiba sih, By? Katanya mau buru-buru, ayo dong!" ujarku lalu gantian menarik lengannya.

Febby mematung, memberontak dari tarikanku. Aku berbalik.

"Ayo dong, kenapa sih?" tanyaku penuh rasa bingung.

"Pelan-pelan aja deh jalannya," bisik Febby pelan, saking pelannya sampai aku nggak kedengeran.

"Apa?" tanyaku lagi.

Febby menarikku lalu mendekatkan mulutnya ke telingaku. "Jalannya pelan-pelan aja," bisiknya dengan nada yang sulit diartikan.

Aku mengerutkan kening, heran dengan sikap Febby yang barusan. Febby memegang tanganku erat-erat sambil menutup mata. Lalu, ia menghela nafas dan membuka matanya perlahan.

IntricateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang